Tiga Perempuan Dermawan dalam Sejarah Islam
Budaya patriarki teramat kental dalam masyarakat Arab saat itu. Meski begitu, peradaban Islam menjadi tonggak bangkitnya kemuliaan perempuan. Mereka berperan besar dalam membangun peradaban yang bermartabat.
Ada banyak alasan tentunya mengapa tokoh-tokoh perempuan sepanjang sejarah peradaban Islam tak banyak terungkap meski harus tetap diakui bahwa capaian ini pun jauh lebih baik ketimbang peradaban yang eksis sebelumnya.
Ibnu Sa’ad dalam magnum opusnya di bidang biografi, ath-Thabaqat al-Kubra, hanya memasukkan 629 nama perempuan dari total 4.250 tokoh yang ia catat. Persentasenya hanya sekira 15 persen.
Pemandangan serupa juga akan kita dapatkan saat menelaah kitab Wafiyat al-A’yan karya Ibnu Khalikan yang hanya mencantumkan enam tokoh perempuan dari 826 entri nama.
Berikut ini, di antara perempuan dermawan yang pernah berkontribusi besar dan menyumbangkan kekayaan mereka untuk peradaban Islam.
Zainab Binti Jahsy, Membantu Fakir Miskin
Ia adalah istri Rasulullah SAW, sekaligus sepupu beliau, putri dari Umaimah binti Abdul Muttalib bin Hasyim. Sosok yang lahir 590 M ini, termasuk istri Rasul yang dikenal paling dermawan.
Zainab menyedekahkan harta pribadinya, bukan dari nafkah yang diberikan oleh Rasul. Harta yang disedekahkan berasal dari kerja kerasnya menyamak kulit serta memintal dan menenun kain sutra. Hasil jerih payahnya itu digunakan untuk membantu fakir miskin dan anak yatim.
Semasa pemerintahan Umar bin Khatab, Zainab mendapatkan jatah dari Baitul Mal. Namun, justru harta yang ia terima itu sesegera mungkin disedekahkan untuk dhuafa.
Kabar tersebut pun sampai ke telinga sang Khalifah yang bergegas mengirim kembali harta kepadanya. Akan tetapi, tetap saja, Zainab menyedekahkannya untuk fakir dan miskin serta anak yatim.
Saking dermawannya terhadap dhuafa, Rasul menggelari sosok yang wafat pada 641 M di Madinah itu dengan sebutan "panjang tangan".
Zubaidah, Inisiator dan Donatur Mata Air untuk Jamaah Haji
Tokoh
yang bernama asli Zubaidah binti Ja'far al-Akbar bin Abi Ja'far
al-Manshur adalah permaisuri dari Khalifah Dinasti Abbasiyah Harun
al-Rasyid. Ia dikenal sebagai sosok yang dermawan.
Salah satu inisiatif sosialnya yang
terabadikan sejarah hingga kini adalah terusan air yang dikenal dengan
Mata Air Zubaidah yang sangat bermanfaat bagi jamaah haji ketika itu.
“Jalur Zubaidah” ini meliputi Kufah, di
Irak hingga Rafha, yang berbatasan dengan Saudi, lalu Rafha hingga
Fida, dan berakhir di Makkah.
Sisa peninggalan situs ini masih bisa
ditelusuri jejaknya hingga kini. Ia wafat di Baghdad pada 212 H.
Makamnya yang terletak di Kompleks Permakaman al-Kazhimiyah, Baghdad. Fatimah al-Fihri, Pendiri Universitas Karaouine
Fatimah
al-Fihri, ia memutuskan mewakafkan sebagian besar hartanya warisan
yang ia terima dari almarhum ayahnya, Muhammad al-Fihri, untuk
mendirikan Masjid Qarawiyyin. Sebuah masjid yang kelak menjadi cikal
bakal universitas pertama di Maroko dan dunia Islam.
Perempuan yang lahir pada 800 M itu
lahir dari keluarga Fihri, yang konon terkenal dengan jiwa pebisnis dan
saudagar sukses. Meski terkenal kaya, mereka tak antisosial. Mereka
sering menggelar kegiatan amal dengan melibatkan para dhuafa.
Fatimah berkarya melalui Karaouine
(al-Qarawiyyin). Pembangunan al-Qarawiyyin rampung pada awal Ramadhan
245 H, atau bertepatan dengan 30 Juni 859 M. Universitas ini
menghasilkan para pemikir ternama.
Ada Abu al-Abbas az-Zawawi pakar
matematika, Abu Madhab al-Fasi pemuka dari Mazhab Maliki, Ibnu Bajah
pakar bahasa Arab, dan seorang dokter.
Ibnu Khaldun, sosiolog tersohor itu
konon juga pernah belajar di kampus ini. Al-Qarawiyyin juga merupakan
pusat dialog antara kebudayaan Barat dan Timur.
No comments:
Post a Comment