Kisah Harriet Tubman, Bekas Budak yang Jadi Mata-Mata Tentara Uni

Kebanyakan orang mengenalnya sebagai mantan budak yang membebaskan budak lain. Selama Perang Sipil, Harriet Tubman jadi mata-mata rahasia dan pemimpin militer.
Mengulik Kisah Harriet Tubman, Bekas Budak yang Jadi Mata-Mata Tentara UniHarriet Tubman (National Geographic Kids)
Pada tahun 1863, Harriet Tubman bersama Kolonel James Montgomery memimpin tentara untuk menyerang perkebunan padi sepanjang Sungai Combahee di Carolina Selatan. Mereka membakar bangunan, menghancurkan jembatan, dan membebaskan banyak budak di perkebunan.
Ketika para budak melihat kapal Tubman dengan tentara Uni hitam di kapal, mereka berlari ke arah mereka meskipun pengawas mereka meminta mereka tetap tinggal. Salah satu pengawas dilaporkan berteriak, “Sampai jumpa di Kuba!” (Pada waktu itu, Konfederasi mencoba untuk menyebarkan desas-desus bahwa tentara Uni akan mengirimkan budak pelarian ke Kuba untuk bekerja di perkebunan gula).
Tubman, yang fotonya akan menggantikan Presiden Andrew Jackson di lembaran uang kertas 20 dolar, merupakan orang Amerika yang dikenal karena memimpin kemerdekaan ratusan budak di rel bawah tanah. Ia juga memainkan peran krusial dan perintis dalam perang sipil.
Selain menjadi wanita pertama dalam sejarah Amerika yang memimpin ekspedisi militer, Tubman—yang dijuluki Jenderal Tubman oleh John Brown—merupakan mata-mata tentara Uni sekaligus perekrut.
Harriet TubmanHarriet Tubman (MPI, Getty Images via Nationalgeographic.com)
“Dia merupakan salah satu pahlawan besar di perang sipil,” ujar Thomas B. Allen, penulis buku Harriet Tubman, Secret Agent. “Tetapi pengakuan untuknya tak kunjung datang hingga bertahun-tahun setelah perang,” tambah Allen.
Penggunaan mantan budak sebagai mata-mata merupakan operasi rahasia. Presiden Abraham Licoln bahkan tak mengatakan pada Sekretaris Perang atau Sekretaris Angkatan Laut tentang hal itu. Penanggung jawab jaringan mata-mata rahasia ialah Sekretaris Negara William Seward, yang telah bertemu Tubman ketika ia masih memanfaatkan pemberhentian kereta di rel bawah tanah sebagai rumah.
Tubman dan para mantan budak lainnya merupakan mata-mata yang efektif karena pihak Konfederasi menganggap rendah intelegensi mereka.
“Mereka telah menjalani kehidupan sebagai orang-orang tak terlihat,” tulis Allen dalam bukunya.
“Kualitas tembus pandang, yang dipahami dengan amat baik oleh Harriet Tubman, menjadi dasar untuk menggunakan mantan budak sebagai mata-mata bagi Uni.”
Merambah ke wilayah Konfederasi, mata-mata ini akan mengumpulkan informasi dari budak tentang rencana Konfederasi. Allen mengatakan, misalnya, para budak akan memberitahu mata-mata di mana pasukan Konfederasi telah menjatuhkan barel berisi bubuk mesiu ke sungai untuk menyerang kapal Uni. Informasi-informasi yang diperoleh dari mata-mata disebut sebagai “kiriman hitam”.
Sangat berani bagi para mantan budak untuk menjelajah ke wilayah Konfederasi, sebab, mereka tidak “bebas” secara hukum; mereka masih buron di bawah hukum. Terlebih bagi Tubman, yang telah dikenal sebagai seorang penentang perbudakan.
“Inilah wanita yang penuh keberanian. Ia ingin bebas, ia ingin orang lain bebas,” ujar Claire Small, mantan profesor sejarah di Universitas Salisbury, Maryland.
Dalam bukunya, Allen menceritakan kisah seorang budak berusia 81 tahun yang berlari ke arah perahu Tubman ketika melihat mereka datang dalam serangan tersebut pada tahun 1863. Selama beberapa saat, lelaki itu bertanya-tanya apakah ia sudah terlalu tua untuk meninggalkan perbudakan dan pergi bersama tentara-tentara itu.
Tetapi hanya sesaat.
Ia kemudian menceritakan, tulis Allen, “Tidak ada istilah ‘terlalu tua’ untuk meninggalkan tanah perbudakan."
(Lutfi Fauziah/Nationalgeographic.com

No comments: