Meneladani Semangat Jihad Fatahillah

Sejarah Fatahillah menaklukkan pasukan Portugis di Sunda Kalapa atau Jayakarta, adalah salah satu bukti bahwa Jakarta pernah menjadi wilayah kekuasaan Islam Meneladani Semangat Jihad Fatahillah
Museum Fatahillah memiliki nama resmi Museum Sejarah Jakarta


MENELUSURI sejarah Jakarta bisa dimulai dari Pelabuhan Sunda Kalapa. Pelabuhan ini menjadi sentral perdagangan Nusantara yang dikuasai oleh kerajaan Sunda Pajajaran, sebuah kerajaan bercorak Hindu Budha, yang memiliki dua kawasan pelabuhan, yaitu Sunda Kalapa dan Banten. Pelabuhan Sunda Kelapa adalah salah satu pelabuhan terbesar di Jawa Barat dan keberadaannya menjadi sangat penting bagi pusat perdagangan internasional Nusantara.
Bangsa Katolik Portugis memulai imperialismenya dengan menguasai Malaka, tahun 1511. Kepentingan politik Portugis dalam menguasai Nusantara tidak hanya sebatas bada menguasai perdagangan dan menjarah kekayaaan alam Nusantara, namun juga pada misi agamanya untuk menyebarkan ajaran Katolik. Tidak berhenti disitu, bangsa Portugis meluaskan ekspansinya dengan menaklukan wilayah Aceh di Sumatera, dan Sunda Kalapa di Jawa.
Tahun 1522, bangsa Portugis berhasil menguasai pelabuhan Sunda Kalapa dengan membuat perjanjian kerjasama dengan kerajaan Pajajaran. Isi perjanjian antara lain: Pajajaran akan menjual lada kepada Portugis dan Portugis diperkenankan membangun benteng di Sunda Kelapa. Namun sebelum pelaksanaan pembangunan benteng tersebut, bangsa Portugis banyak mengalami penyerangan oleh pasukan Islam. Sultan Mahmud Syah menyerang benteng Portugis di Malaka; kekuasaan Portugis di Maluku diserang oleh Kesultanan Tidore dan Ternate. Begitu juga dengan Panglima Fatahillah yang menaklukan kekuasaan Portugis di Tanah Jawa.
Penyerangan terhadap kekuasaan Portugis di Sunda Kalapa dipimpin oleh Fatahillah, yang tak lain adalah menantu dari Sunan Gunung Jati. Fatahillah diangkat sebagai panglima perang oleh Raja Kerajaan Islam Demak untuk menaklukan penjajahan Portugis di Tanah Sunda. Pasukan perang Fatahillah mendapatkan bantuan armada dari kerajaan Islam Demak dan Kerajaan Islam Cirebon, sehingga pasukan Islam memiliki pertahanan yang cukup kuat. Awal penyerangan pasukan Fatahillah diarahkan kepada penaklukan kerajaan Pajajaran di Banten. Lalu setelah itu melanjutkan penyerangan terhadap pasukan portugis di Pelabuhan Sunda Kalapa.
Pasukan Portugis dibawah pimpinan Fransisco de Sa, masih berusaha menagih janji atas perjanjian kerajaan Pajajaran dengan Pasukan Portugis untuk mendirikan benteng di Pelabuhan Sunda Kalapa. Namun karena Sunda Kalapa sudah berada dalam kekuasaan pasukan Fatahillah, tentu Fatahillah menolak tuntutan tersebut. Maka dengan kekecewaannya Portugis mengancam akan menghancurkan Sunda Kalapa beserta pasukan Islam. Tapi, Fatahillah tak gentar menghadapi perlawanan tersebut.
Tidak lama kemudian, pecahlah pertempuran dahsyat. Pasukan darat Katolik Portugis menggunakan senjata pedang, bedil, dan meriam serta berlindung dengan topi baja. Sedangkan pasukan Islam jalur darat menggunakan senjata tombak, kujang, pedang, keris dan meriam-meriam. Armada kapal perang Fransisco de Sa maupun Fatahillah menggunakan meriam dan senjata api lainnya. (Drs. Edi S. Ekadjati, Fatahillah Pahlawan Arif Bijaksana, Jakarta: Penerbit PT. Sanggabuwana, hal. 45)
Pasukan Fatahillah tetap bergerak mengepung pasukan meriam Portugis. Komando Fatahillah untuk menyerbu terdengar lantang oleh pasukan Islam. Dengan bergerak cepat disertai semangat jihad yang selalu berkobar membuat pasukan Portugis berada dalam serangan dahsyat. Pertarungan sengit untuk membunuh lawan semakin berkecamuk. Banyak korban dari pihak Portugis berjatuhan. Portugis tidak mampu menahan serangan bertubi-tubi dari pasukan Kerajaan Islam Demak, sisa pasukan Portugis terdesak mundur dari darat dan melarikan diri menuju armada kapal. Masih dalam keadaan pelarian, pasukan Portugis dikejar pasukan Islam. Salah satu armada kapal Portugis terkena sasaran meriam armada kapal Fatahillah. Kapal Portugis itu terbakar, kemudian tenggelam ditelan lautan. (Ibid, hal. 46)
Batavia,_C._de_Jonghe_(1740)
perjuangan untuk menegakkan Islam di Jakarta merupakan tugas bagi para pemimpin-pemimpin setelah Fatahillah
Kemenangan yang didapat pasukan Islam atas jatuhnya kekuasaan Portugis di Sunda Kalapa terjadi pada tahun 1527 M. Kemenangan ini semata-mata bukan hanya karena hasil perjuangan Fatahillah dan pasukannya, melainkan juga karena adanya pertolongan Allah untuk meneguhkan ajarannya di tanah Jakarta. Sultan Trenggono, Raja Kerajaan Islam Demak mengangkat Fatahillah menjadi gubernur Sunda Kalapa, dan Sunda Kalapa menjadi wilayah mandat kerajaan Islam Demak. Nama Sunda Kalapa setelah itu diganti oleh Fatahillah dengan nama Jayakarta yang artinya kemenengan yang nyata. Nama ini diambil dari surat al Fath ayat 1, Allah berfirman:
إنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا
Artinya: Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata.” (Q.S. Al-Fath [48]: 1)
Sejarah Fatahillah menaklukkan pasukan Portugis di Sunda Kalapa atau Jayakarta, adalah salah satu bukti bahwa Jakarta pernah menjadi wilayah kekuasaan Islam. Islam berdiri teguh untuk menaklukan kemungkaran para penjajah portugis yang berkuasa. Selain itu, usaha pasukan Islam dibawah kepemimpinan Fatahillah dengan semangat jihadnya untuk memerangi tindakan tidak berperikemanusiaan kaum penjajah terhadap masyarakat Nusantara.
Mengambil hikmah sejarah Jakarta, perjuangan untuk menegakkan Islam di Jakarta merupakan tugas bagi para pemimpin-pemimpin setelah Fatahillah. Jakarta sebagai jantung Nusantara, seharusnya menjadi kelanjutan bagi perjuangan ulama-ulama terdahulu dalam menegakkan Islam di Ibukota dan seluruh Nusantara. (2 Mei 2016).*
Dina Farhana
Penulis adalah mahasiswa pendidikan sejarah UHAMKA

No comments: