Muslimah dalam Peradaban Islam

Muslimah dan Alquran
Muslimah dan Alquran
Peradaban Islam pada masa lampau tak bisa dilepaskan dari peranan dan sumbangsih kaum Muslimah. Hebatnya, tokoh-tokoh wanita Muslim itu tak hanya memberikan kontribusi pada bidang tertentu, tapi beragam bidang. 

Ada yang aktif melestarikan hadis dan ilmu fikih, mengembangkan sastra Islam, serta membangun lembaga pendidikan. Bahkan, sejumlah studi dan penelitian membuktikan, perempuan dalam konteks sejarah perkembangan peradaban Islam ternyata aktif mengembangkan ilmu pengetahuan alam, teknologi, ilmu kedokteran, dan farmasi.

Adalah Sutaita al-Mahamali, salah satu Muslimah yang mencatatkan diri dalam sejarah perkembangan peradaban Islam. Ia adalah pakar matematika.

Sutaita hidup pada paruh kedua abad ke-10. Ia berasal dari keluarga berpendidikan di Baghdad. Kemahiran Sutaita dalam bidang matematika tak bisa dilepaskan dari peranan sang ayah, Abu Abdallah al-Hussein.

Selain dibimbing ayahnya, Sutaita juga menimba ilmu matematika dari beberapa ahli matematika pada masa itu, di antaranya Abu Hamza bin Qasim, Omar bin Abdul Aziz al-Hashimi, Ismail bin al-Abbas al-Warraq, dan Abdul Alghafir bin Salamah al-Homsi.

Dari sejumlah cabang ilmu matematika, Sutaita menunjukkan keahlian dalam bidang aritmatika.  Aritmatika merupakan cabang ilmu matematika yang mengkaji bilangan bulat positif melalui penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian serta implementasinya dalam kehidupan sehari-hari. Pada masa itu, aritmatika menjadi cabang matematika yang berkembang cukup baik.

Selain ahli aritmatika, Sutaita berhasil memecahkan solusi sistem persamaan dalam matematika. Catatannya tentang sistem persamaan pun banyak dikutip oleh para matematikawan lainnya.

Kepiawaiannya dalam matematika membuat Sutaita dipuji oleh para sejarawan kala itu, seperti Ibnu al-Jauzi, Ibnu al-Khatib Baghdadi, dan Ibnu Katsir. Sutaita tutup usia pada 987 M.

Selain Sutaita al-Mahamali, Muslimah lain yang perannya tercatat dalam sejarah perkembangan peradaban Islam adalah al-Ijlia. Dialah wanita yang berkontribusi dalam membuat dan mengembangkan instrumen astronomi yang disebut astrolabe.

Dengan astrolabe, seseorang dapat mengamati dan memprediksi posisi matahari, bulan, planet, bintang, serta letak bujur dan lintang. Pada peradaban klasik Islam, astrolabe dapat membantu seseorang untuk mengetahui waktu shalat dan arah kiblat.

Al-Ijlia mengembangkan astrolabe ketika dia bekerja di Istana Sayf al-Dawla di Aleppo, Suriah, antara 944-967 M. Kemahirannya membuat instrumen astronomi merupakan bakat yang diturunkan oleh sang ayah yang juga menekuni bidang tersebut.

Sayangnya, keterangan detail tentang al-Ijlia, seperti kapan dia lahir atau kepada siapa dan di mana dia belajar membuat astrolabe belum diketahui secara pasti. Yang jelas, al-Ijlia adalah satu-satunya perempuan yang tercatat dalam sejarah peradaban Islam klasik yang telah mengembangkan instrumen astronomi, yakni astrolabe.

Sejarah peradaban Islam juga mencatat nama Fatima al-Fehri. Siapa dia? Dialah yang membangun Masjid Qarawiyyin di Kota Fez, Maroko, pada 859 M. Masjid tersebut ia bangun menggunakan uang yang diwariskan sang ayah, Mohammed al-Fehri.

Selain dimanfaatkan untuk beribadah, Fatima pun menjadikan masjid ini sebagai lembaga pendidikan umat. Tanpa disangka, lembaga pendidikan yang dirintis Fatima menjadi tujuan belajar para pelajar dari seluruh dunia. Sebagian besar dari mereka tertarik mempelajari studi Islam, astronomi, bahasa, dan matematika.

Saat ini, Masjid Qarawiyyin masih berdiri kokoh dan menjadi salah satu masjid tertua di dunia. Lembaga pendidikan yang dirintis Fatima di masjid ini berabad silam pun disebut-sebut sebagai universitas pertama di dunia.

Karena hal itulah, Fatima tercatat sebagai tokoh perempuan yang memberi sumbangsih cukup signifikan dalam peradaban Islam pada masa silam. Berkat inisiatif dan tindakannya, ia telah berkontribusi memajukan pendidikan dan kebudayaan Islam.

No comments: