Soekarno Nyaris Terbakar Karena Keasyikan Pidato Sendirian

Jam dua tengah malam, Bung Karno pidato berapi-api sendirian, pendengar satu-satunya yaitu Djoko Asmo, yang sedang asyik tenggelam dalam mimpinya sendiri.
Soekarno Nyaris Terbakar Karena Keasyikan Pidato SendirianSoekarno, Presiden Republik Indonesia pertama, tengah berpidato dengan berapi-api yang membius lautan rakyatnya. Pidatonya selalu dinanti dan dihadiri ribuan orang yang ingin menyaksikan sosoknya. Dalam catatan semasa, banyak orang yang sudah datang dan tidur di lokasi pidato semalam sebelumnya. (Arsip Nasional Republik Indonesia)
Bakat Soekarno dalam berpidato sudah terlihat sejak usianya masih sangat muda. Ketajamannya berpikir menyebabkan pidatonya selalu berisi hal-hal baru yang terkadang belum pernah terpikirkan oleh orang lain. Karena itu, wajar jika ketika Bung Karno berpidato, selalu menyedot perhatian banyak orang.
Bakat alamnya yang luar biasa itu didukung pula oleh kegemarannya berpidato. Jika dorongan untuk berpidato muncul dalam dirinya, Bung Karno bisa berpidato di sembarang tempat. Pernah pada suatu malam, seluruh pelajar yang indekos di rumah H.O.S Tjokroaminoto menjulurkan kepala mereka ke kamar Bung Karno. Di kamar itu, Bung Karno berpidato seperti orang kerasukan setan sambil berdiri di atas bangku reyot yang ada di sana.
Kisah tentang Soekarno itu dituturkan oleh kakak kandung Bung Karno, Sukarmini atau biasa dipanggil Ibu Wardoyo kepada S. Saiful Rahim, seorang jurnalis. Kisah wawancaranya dirilis dalam Bung Karno Masa Muda.
Di kamar itu, Bung Karno berpidato seperti orang kerasukan setan sambil berdiri di atas bangku reyot yang ada di sana.
Memang kalau sudah ingin berpidato, Bung Karno tak lagi merasa takut dan tak kenal resiko. Berkat kepiawaiannya berpidato, lama kelamaan Bung Karno menjadi “populer” di kalangan tentara penjajah. Hampir dapat dipastikan, ketika Bung Karno mulai berpidato, tentara-tentara Belanda sudah berjaga-jaga di sekitarnya untuk menghentikan pidato dan menahannya.
Pernah pada suatu hari, Bung Karno melihat banyak tentara Belanda di sekitar mimbar untuk berpidato. Dalam pidatonya, Bung Karno mengatakan bahwa dirinya tahu, tentara Belanda itu diperintahkan untuk menangkapnya jika ia mengecam politik penjajahan Belanda. Meski begitu, ia tetap saja melancarkan kecaman pedas pada penjajah dalam pidatonya. Tanpa tedeng aling-aling, para tentara Belanda langsung meringkusnya bahkan sebelum pidatonya selesai.
Keluar masuk penjara bukanlah hal asing bagi Bung Karno. Baru saja bebas dari bui akibat pidatonya, Ia sudah harus berurusan lagi dengan polisi Belanda karena berpidato lagi. Bung Karno dan para polisi Belanda itu seolah tengah berlomba: siapa yang paling dulu bosan menjalankan tugas? Polisi-polisi itu bertugas menangkap Bung Karno jika ia mengecam politik kolonialis Belanda, sementara Bung Karno merasa mengemban tugas untuk terus menerus mengecam politik itu dalam tiap kesempatan pidatonya.
Jam dua tengah malam, Bung Karno pidato berapi-api sendirian, pendengar satu-satunya yaitu Djoko Asmo, yang sedang asyik tenggelam dalam mimpinya sendiri.
Kegemaran Bung Karno berpidato juga pernah menimbulkan kejadian konyol. Ketika itu, Bung Karno tidak melakukan kegiatan politik, karena memenuhi permintaan gurunya demi pelajarannya di sekolah. Peristiwa ini terjadi di Bandung, di rumah Inggit tempat ia indekos.
Malam itu, tiba-tiba timbul dorongan yang amat kuat dalam diri Bung Karno untuk berpidato. Bak berhadapan dengan puluhan ribu massa yang bersorak-sorai, Bung Karno berdiri di atas tempat tidur, di samping temannya yang bernama Djoko Asmo. Dengan semangat berapi-api, Bung Karno berpidato. Mendengar suara berisik, awalnya Djoko Asmo terbangun, tetapi kemudian ia tidur lagi. Jam dua tengah malam, Bung Karno pidato berapi-api sendirian, pendengar satu-satunya yaitu Djoko Asmo, yang sedang asyik tenggelam dalam mimpinya sendiri.
Akhirnya, karena terlalu terbakar semangatnya sendiri yang menyala-nyala, Bung Karno jatuh tertidur karena kelelahan. Beberapa lama kemudian, Ia dan temannya terbangun. Nafas mereka tersekat oleh asap yang memenuhi seluruh kamar. Rupanya, semalam Bung Karno lupa mematikan lampu teplok. Lampu yang menyala sepanjang malam itu menjilat bagian bawah kelambu, hingga hampir semuanya ludes terbakar.
(Lutfi Fauziah

No comments: