Bahasa Pohon dan Tanaman

Bahasa Pohon dan Tanaman Maka tidak heran bila Allah juga mengabarkan bahwa semua yang di langit dan di bumi itu –tentu termasuk pohon-pohon - bertasbih kepadaNya

ALLAH Subhanahu Wata’ala banyak sekali menyebut pohon atau tanaman dalam Al-Qur’an, bahkan ketika mengungkapkan kalimat thoyyibah atau kalimat yang baik – kalimat tauhid sendiri Allah juga mengumpamakannya dengan pohon (QS 14:24-25).

Senada dengan ini juga pengungkapan tentang umat Muhammad yang baik, seperti tanaman yang kuat, besar dan tegak di atas pokoknya (QS 48:29). Dengan pengungkapan-pengungkapan ini, bukankah kita mestinya banyak belajar dari pohon atau tanaman untuk bisa menjadi orang yang baik? Lantas seperti apa apa pohon yang baik itu?

Ada tiga kriteria yang dijelaskan oleh Allah dalam rangkaian ayat berikut :

أَلَمۡ تَرَ كَيۡفَ ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلاً۬ كَلِمَةً۬ طَيِّبَةً۬ كَشَجَرَةٍ۬ طَيِّبَةٍ أَصۡلُهَا ثَابِتٌ۬ وَفَرۡعُهَا فِى ٱلسَّمَآءِ (٢٤) تُؤۡتِىٓ أُڪُلَهَا كُلَّ حِينِۭ بِإِذۡنِ رَبِّهَا‌ۗ وَيَضۡرِبُ ٱللَّهُ ٱلۡأَمۡثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَذَڪَّرُونَ (٢٥)

 “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (QS 14:24-25)

Akar yang kuat dibutuhkan agar pohon bisa menopang apapun yang akan dipikul di atas pundaknya, cabang yang menjulang ke langit memungkinkan pohon bisa mengakses sinar matahari maksimal dan tidak terganggu atau terhalangi oleh pohon-pohon di sekitarnya. Berbuah di setiap musim agar pohon itu memberi manfaat yang besar bagi alam sekitarnya dan juga memiliki keturunan yang banyak.

Tetapi untuk tumbuh menjadi pohon yang akarnya kuat (ashluhaa tsaabit), cabang menjulang ke langit (far’uhaa fissamaa’) dan memberikan buah di setiap musim dengan izin Rabbnya (Tu’tii ukulahaa kulla qiinin biidzni Rabbihaa) – juga tidak terjadi secara tiba-tiba.

Sejak benih ditanam, berbagai halangan dan rintangan dihadapi oleh pohon yang mulai tumbuh. Mulai dari air dan sumber makanan yang tidak selalu cukup di sekitar perakarannya, maka perakaran pohon harus terus bergerak meluas untuk mencapai akses sumber air dan mineral yang lebih luas.

Di  alam bebas tempat pertumbuhannya, pohon tidak tumbuh sendirian – sangat mungkin pohon-pohon lain tumbuh di sekitarnya sehingga mereka kadang harus berdesakan berebut matahari. Maka yang bisa tumbuh maksimal adalah yang sejak kecilnya bisa memperoleh sinar matahari maksimal.

Demikian pula ketika mulai berbunga dan kemudian berbuah, tidak semua bunga bisa menjadi buah karena terpaan angin, serangan serangga dlsb. Tidak semuah buah-pun sempat menjadi tua maksimal juga karena problem yang kurang lebih sama.

Bagi pohon, menghasilkan buah itu seperti manusia yang akan melahirkan anaknya – karena buah juga merupakan sistem reproduksi bagi pohon. Sebagaimana kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya sejak dalam kandungan, seperti itu pula kasih sayang pohon terhadap anaknya sejak dia berbunga.

Menempelnya bayi melalui plasenta untuk mengambil gizi, oksigen dan ketahanan tubuh dari perut ibunya – kurang lebih seperti ini pula buah menempel ke induknya melalui tangkai buah. Bahwasanya buah terasa kecut ketika masih muda, adalah salah satu bentuk kasih sayang pohon terhadap anaknya – agar tidak dimakan binatang maupun manusia selagi dia masih muda.

Bahkan ketika last minute buah sudah siap dilepas oleh induknya – seperti anak yang siap dilahirkan, sang ibu yaitu pohon – melakukannya dengan penuh kasih sayang. Dimudahkannya dia terlepas melalui mekanisme abscission – yaitu melemahnya tangkai buah, baru kemudian buah jatuh ke tanah. Sang ibu-pun segera menyelimutinya dengan daun-daunnya yang jatuh menutupi ‘anak’nya tersebut, dan segera pula diberi nutrisi dari tanah yang sudah subur oleh kompos yang telah disiapkan bersamaan dengan pertumbuhan sang ibu.

Sedangkan untuk ibunya sendiri, segala macam cobaan dia hadapi dalam perjalanan hidupnya. Pohon yang besar, ikut hidup bersamanya ratusan jenis binatang – dan tidak semuanya baik. Ada yang sifatnya parasit dan menimbulkan penyakit, dan tentu ada pula yang baik – yang mengilangkan penyakit dan membantu pertumbuhan atau perkembang-biakkan.

Pertanyaannya adalah bagaimana pohon mengelola ini semua? Bagaimana pohon bisa besar bila dia tidak bisa mengelola konflik yang menyelimuti dirinya? Dengan apa pohon berkomunikasi atau berinteraksi dengan makhluk-makhluk lain yang hidup pada dirinya atau di sekitarnya? Ini antara lain yang sangat menarik untuk dijadikan pelajaran bagi manusia.

Berbeda dengan kita, ketika kita sakit – kita bisa merasakannya dan berkomunikasi dengan orang lain – dokter dlsb. untuk menjelaskan rasa sakit kita dan dari sana bisa diobati. Ketika ada nyamuk menggigit kita-pun kita bisa bereaksi segera memukul dan membunuhnya.

Tetapi bagi pohon, bagaimana dia bisa mengunkapkan rasa sakitnya? Bagaimana dia bisa mengusir serangga yang menggigitnya? Bagaimana dia bisa mengundang serangga atau binatang lain agar mendatanginya untuk memakan para parasite dan pathogen agar menghilang dari tubuhnya?

Yang mulai sudah dipahami manusia adalah pohon berinteraksi dan berkomunikasi melalui berbagai senyawa organik yang dihasikannya. Monoterpenes misalnya, keberadaannya di bunga adalah untuk mengundang serangga agar membantu penyerbukan. Tetapi monoterpenes ini ada juga di daun, untuk apa? Untuk mengusir microba dan juga serangga yang berusaha merusak/memakan daun.

Perhatikan dengan contoh monoterpenes yang sama, ternyata dia bisa berarti atau berfungsi berbeda tergantung dimana keberadaannya. Monoterpenes ini bersama phenyl dan sesquiterpenes adalah kandungan utama yang ada dalam Essential Oil – disebut demikian karena dia adalah essensi dari kehidupan itu.

Dari sini kita bisa mengetahui ternyata pohon-pun antara lain berkomunikasi dengan lingkungannya dengan menggunakan bahasa yang sangat tinggi – bahasa dari peradaban keempat – yaitu menggunakan bebauan untuk menyampaikan maksudnya.

Maka tidak heran bila Allah juga mengabarkan bahwa semua yang di langit dan di bumi itu –tentu termasuk pohon-pohon – bertasbih kepadaNya (QS 17:44), dan bahkan juga bersujud kepadaNya (QS 22:18).

Bukan hanya digunakan oleh pohon-pohon dan tanaman, bahasa dari peradaban tertinggi – peradaban keempat ini – yaitu bahasa yang menggunakan wewangian sebagai media komunikasinya , juga dicontohkan langsung oleh uswatun hasanah kita dengan contoh yang sangat indah dan efektif.

Perhatikan hadits berikut :  “Aisyah bertutur bahwa Rasulullah marah kepada Shafiyyah binti Huyay karena suatu hal. Shafiyyah berkata: “Hai Aisyah, bisakah kamu membantuku menyenangkan Rasulullah dan kamu berhak mendapatkan satu jatah hariku.”

Aisyah berkata: “Ya”. Maka Aisyah segera memakai kerudungnya yg telah dicelup dgn za’faran.

Dan kemudian dia duduk di samping Rasulullah. Nabi berkata: “Wahai Aisyah, menjauhlah dariku. Ini bukan jatah harimu”. Aisyah menjawab: “Itu keutamaan yg Allah berikan kepada siapa yg dikehendaki”. Aisyah kemudian menuturkan kisahnya. Dan Rasul pun menerima.” (HR. Ibnu Majah)

Apa yang bisa kita tangkap dari hadits tersebut di atas? Satu jenis minyak wangi yang menyampaikan begitu banyak pesan di seputar keluarga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Dia menyampaikan pesan bagaimana dan dengan apa Siti Aisyah menyampaikan ‘maksudnya’ kepada Nabi, bagaimana istri-istri Nabi bersaing dan berkomunikasi secara sehat, betapa adilnya Nabi pada istri-istrinya dlsb.

Essential Oils Around Us

Di sekitar kita ada ratusan jenis bahan minyak wangi yang bisa kita gunakan untuk membangun ‘bahasa peradaban keempat’, tidak terbatas pada aromanya yang menarik hati – tetapi juga potensinya untuk menjadi bahan baku bagi perkembangan peradaban tertinggi berikutnya.

Tidakkah kita ingin mampu berkomunikasi seperti Nabi?Tidakkah kita ingin menjadi ‘orang-orang yang bersamanya’ yang seperti pohon besar yang tumbuh kuat tegak di atas pokoknya – yang menyenangkan hati  yang menanamnya? InsyaAllah bisa kita mulai dengan memahami bahasa pohon ini. Amin.*

Penulis adalah direktur Gerai Dinar

No comments: