Bhinneka Harakah di Mata Al Banna

Namun, Al Banna punya pertimbangan lain. Sang muassis sangat menyadari urgensi bergerak bersama namun di sisi lain berupaya dengan serius menjaga gerakan pada rel yang tepat.



“SAYA ingin mempersatukan kelompok-kelompok yang ada di masjid ini,” tutur teman saya.

Semangatnya sebagai koordinator pemuda dan remaja masjid yang baru patut diapresiasi. Namun seiring bergulirnya waktu kepengurusan, saya tidak menemukan langkah nyata dari visi luhurnya. Jamaah-jamaah yang ingin dipersatukannya tetap demikian.

Lumrah kiranya jika ada kerinduan yang menggebu akan soliditas barisan aktivis dakwah. Bergerak dengan visi hingga mengejawantah ke misi-misi yang tak berbeda. Dengan bergabungnya para muharrik di bawah bendera yang sama, jauh lebih mudah mengeksekusi deretan program dakwah. Jauh lebih indah di mata jamaah yang sedari dulu diam-diam memendam bingung dengan realitas keragaman harakah.

Sekitar delapan dekade yang lalu, muassis dakwah Al Ikhwanul Al Muslimun diperhadapkan pada situasi yang sama, bhinneka harakah. Ada gelisah, misalnya, mengapa Ikhwan tidak menyatu saja dengan Jamaah Asy-Syubban? Sang Imam merespon bijak. Sebelum menjawab tanya itu, Hasan Al Banna menegaskan baik Asy-Syubban maupun Al Ikhwan hakikatnya bergelut di medan yang sama. Keduanya pun kerap bekerjasama. Ada titik-titik temu di antara mereka. Hanya saja, ada beda dalam uslub serta skala prioritas. Akan tiba saatnya harakah berhimpun dalam satu front. Demikian optimisme Al Banna dan pada akhirnya Al Banna mempersilahkan waktu menjawab gusar kaumnya.


Betapa indahnya menyatu berbagi ta’awun dalam kebaikan. Namun, Al Banna punya pertimbangan lain. Sang muassis sangat menyadari urgensi bergerak bersama namun di sisi lain berupaya dengan serius menjaga gerakan pada rel yang tepat. Dalam menyikap kedai-kedai miras misalnya, Jamaah Mesir Al Fatat memilih metode penghancuran fisik, berbeda dengan Ikhwan yang menempuh jalur peringatan keras pada pemerintah. Ikhwan memandang, cara Al Fatat belumlah saatnya. Menyatukan Al Ikhwan dengan Jamaah Mesir Al Fatat? Untuk kedua kalinya, Al Banna mempersilahkan waktu untuk menjawab usulan kaumnya.

Dalam menyikapi kelompok-kelompok di luar Ikhwan, Al Banna lebih memilih berlaku adil setelah berlapang dada. Berlapang dada pada fakta perbedaan. Dan berlaku adil pada kebaikan yang ada pada kelompok lain. Al Banna berujar, “Mereka (Ikhwan) melihat bahwa ada ilmu dalam setiap kelompok, ada kebenaran dan kebatilan dalam setiap dakwah. Mereka mencari kebenaran itu dan mengambilnya serta mencoba dengan lembut dan tenang memberi penjelasan kepada mereka yang berbeda ini sesuai dengan pandangan mereka. Bila puas, itulah harapannya. Namun bila tidak maka mereka adalah saudara seagama. Semoga Allah memberi petunjuk kepada kita dan mereka.” Demikian untaian kalimat mendalam yang dikutip Dr. Abdurrahman Al Mursy Ramadhan dalam bukunya Manhaj Ishlah.
FITNAH mengemuka, Ikhwan yang melangkah dengan ijtihadnya, dengan segala keyakinan pada manhajnya, soliditas qiyadah dan jundinya, dituduh eksklusif. Ikhwan didaulat sebagai sekelompok orang yang merasa benar sendiri dan selain mereka tersesat. Mushthafa Masyhur, dengan tegas membantah fitnah ini. Dalam buku Fiqh Dakwah, Mursyid Am ke-V, melemparkan pertanyaan retoris; masuk akalkah ucapan seperti ini bersumber dari Ikhwan yang selama ini berupaya menyatukan kalimat kaum muslimin?

Mengutip tuturan Al Banna, Mustafa menyanggah para penyebar fitnah. Dalam menyikapi organisasi Islam lainnya, Al Banna memandang dengan tatapan cinta. “Ikhwanul Muslimin memandang lembaga-lembaga ini, dengan perbedaan lapangannya, sebagai pihak yang berjuang untuk Islam. Ikhwanul Muslimin berharap keberhasilan bagi semua pihak. Dan di antara program Ikhwanul Muslimin adalah melakukan pendekatan dengan lembaga-lembaga tersebut dan berusaha menghimpun dan menyatukannya di sekitar pemikiran umum. Hal ini telah ditetapkan di dalam Mu’tamar periodik yang keempat yang diadakan oleh Ikhwan di Al-Manshura dan Asiyuth pada tahun lalu. Saya sampaikan kabar gembira bahwa Maktabul Irsyad ketika mulai melaksanakn keputusan ini mendapatkan sambutan baik dari lembaga-lembaga yang telah saya hubungi, sehingga memberika optimism bagi keberhasilan usaha ini di waktu mendatang insya Allah.” Jelaslah bahwa Al Banna adalah pribadi yang mencintai persatuan dan menyikapi perbedaan dengan juga dengan pendekatan penyatuan.




Mustafa Masyhur menegaskan bahwa pendahulunya, Al Banna, mengedepankan mahabbah, ukhuwah, dan ta’awun dengan gerakan-gerakan yang berbeda. Ikhwan giat dalam mencari titik-titik temu lintas harakah dan karenanya berbeda bukanlah alasan untuk tidak bekerjasama. Al Banna mengingatkan bahwa jangan sampai perbedaan mazhab atau pandangan fiqh memisahkan hati-hati kita. Lebih lanjut, Al Banna menegaskan keyakinannya akan datangnya hari dimana nama-nama, perbedaan-perbedaan formal dan hambatan-hambatan teoritis akan tergantikan oleh kesamaan operasional yang menghimpun barisan-barisan dari Katibah Islam, sehingga tidak ada lagi kecuali Ikhwanun Muslimun (saudara-saudara sesama Muslim) yang berjihad di jalan Allah demi kegemilangan Islam. Optimisme inilah yang coba dijangkitkan Al Banna di depan para peserta Al-Mu’tamar Al-Sadis.

Al Banna tidak melihat perbedaan-perbedaan yang ada sebatas beban melainkan kesempatan untuk beramal mewujudkan persatuan pergerakan. Al Banna memiliki optimisme akan bersatunya shaf tentara Muhammad. Optimisme ini tumbuh dari benih kesungguhan Ikhwan dalam merealisasikan Tunggal Ika di tengah Bhinneka harakah. 
Azwar Tahir
azwartahir@gmail.com

No comments: