Peradaban Islam, dari Umar sampai Thariq bin Ziyad



Thariq bin Ziyad sang penakluk mungkin tidak pernah membayangkan bahwa Andalus, yang merupakan perwakilan peradaban Islam di barat saat itu bercahaya selama 700 tahun meninggalkan luka, hilang bak di telan bumi.
SEJARAH Peradaban Islam pada masa Khulafa’ Ar-Rasyidin merupakan masa kegemilangan kaum muslimin. keunnggulannya yang mahal berangkat dari ajaran wahyu yang syarat akan nilai-nilai tauhid, sehingga melahirkan individu-individu yang unggul.
Modal peradaban Islam adalah, pertama, ide-ide berdasarkan wahyu (afkar ar-risalah) itu terlihat bagaimana Madinah dan Makkah yang tidak memiliki kekayaan alam yang melimpah mampu menjadi simbol kesuksesan ekonomi pada saat itu. Kedua, Individu-individu yang berkepribadian, dan yang ketiga, kecerdasan khalifah dalam mengolah materi yang ada.
Pada zaman Umar bin Khattab sebagai khlaifah ke dua, ada sisi lain yang menarik yang mesti kita baca sebagai simbol peradaban Islam saat itu, ialah tata kota, dalam membangun kota, rute jalan, perumahan dan lain sebagainya selalu bertitik/berpusat kepada masjid. Ini berarti bahwa untuk membangun peradaban Islam, harus dari masjid. Bahkan tokoh pemikir kontoversial Nur Cholis Majid dalam bukunya Kaki Langit Peradaban Islam mengakui bahwa Masjid adalah pusat peradaban Islam.
Kemudian yang tidak kalah menariknya, golden stories Khulafa’ ar-rasyidin lagi-lagi membuat kita tercengan adalah konsep jalan saat itu. Jalan pada masa Umar bin Khattab terbagi menjadi: jalan utama/raya : lebar 19 meter, jalan madya, 10 meter. Dan jalan kecil atau gang 4-5 meter. Bisa dibayangkan betapa luasnya jalan saat itu padahal yang lewat hanyalah unta. Bagaimana dengan konsep jalan kita sekarang, yang lewat adalah mobil. Ternyata Umar bin Khattab sedang melaksanakan cabang iman yang paling rendah yaitu: “al-Imaathatu al-adza ‘an at-tahriq” (menyingkirkan gangguan darijalanan) artinya memberikan kenyamanan dan kelapangan kepada pengguna jalan, masya Allah, luar biasa bukan?
Cahaya peradaban masuk ke dalam setiap sendi-sendi kehidupan, nilai-nilai keislaman selalu mendapat wadah kebijakan yang arif dari khlaifah saat itu. Seperti silatuurrahim, kaum muslimin yang mengadakan safar saat itu sangat mudah sekali, dan tidak perlu merasa khawatir terhadap biaya maupun kenyamanan selama perjalanan, karena jalanan dijamin bagus, res area dan guest house tersedia dengan pelayanan yang maksimal dan gratis. Semua ini dilakukan atas kebijakan negara (read; khalifah). Tidak ada persoalan yang lepas dari nilai-nilai agama.
Begitulah seharusnya kita melihat, bahwa peradaban Islam yang gemiliang selalu akan menampilkan dua sisi yang saling menguatkan antara Syari’at dan nilai. Syari’at Islam sebagai Pagar (negara dengan segala kebijakannya) berlandaskan tauhid. kemudian nilai merupakan individu yang unggul (read; ‘ulama, masyarakat dan pemimpin yang taat dan takut kepada Allah, Maka saat itulah Islam akan menjadi sebuah peradaban.
Akankah Indonesia siap menyongsong itu? Menarik untuk kita nantikan. Yang jelas Peluang tidak pernah tertutup, matahari Allah selalu memberikan kesempatan untuk bekerja dan menanam. Purnama dan temaramnya bulan selalu menyapa bumi memberikan ruang kepada manusia untuk berpikir dan bermimpi apa yang sudah dan sedang terjadi saat ini lalu kemudian kita menadhar (melihat) apa yang akan yang akan terjadi besok.
Thariq bin Ziyad sang penakluk mungkin tidak pernah membayangkan bahwa Andalus, yang merupakan perwakilan peradaban Islam di barat saat itu bercahaya selama 700 tahun meninggalkan luka, hilang bak di telan bumi.
Barangkali kita sampai saat ini kita juga belum terrpikir apakah Indonesia 5 tahun, 10 tahun 30 dan seterusnya selalu eksis bersama generasi yang semakin baik. Atau sebaliknya apakah Indonesia pada generasi yang tidak lagi bersama kita akan mengalami masa-masa yang lebih sulit dan rumit, agama tidak lagi merupakan pijakan setiap tindakan, al-qur’an ditinggalkan, syariat diabaikan. Jika ini yang terjadi maka saat itu yang dinanti adalah sunnatullah.
Kerinduan hati terhdap satu aspek sebagai tulang punggung peradaban adalah pendidikan. Rindu akan berlakunya syari’at di setiap sekolah, setiap murid jaga hijab dan akhlak, tidak bercampur baur laki-laki dan perempuan, setiap anak ditarget hafal qur’an, budaya salam, dan banyak lagi syari’at yang dapat diperagakan, indah bukan?
Umat Islam harus bersatu, para pemimpin harus dingatkan, masyarakat harus bersama-bersama bergerak menuju cahaya Islam menggapai ridho-Nya. Allahu A’lam.

No comments: