Surat-Surat Rasulullah

Rasulullah
Rasulullah
Setidaknya terdapat 50 buah surat dari Rasulullah SAW yang terdokumentasikan dalam kitab A'lam.
Tradisi surat-menyurat telah membudaya sepanjang peradaban manusia. Usia tradisi berkirim surat telah dimulai sejak manusia mengenal tulisan dan bahasa. Surat-menyurat memiliki makna tersendiri baik bagi para pengirimnya maupun mereka yang menerimanya.
 Uniknya, surat-menyurat tak sebatas diperuntukkan bagi mereka yang masih hidup.  Dalam peradaban Mesir, misalnya, ditemukan 15 surat peninggalan masa Old Kingdom (sekitar 2686-2181 SM) ke masa New Kingdom (1550-1069 SM). Surat-surat tersebut dialamatkan bagi sanak keluarga untuk handai taulan yang belum lama meninggal.   
Bagi masyarakat Mesir kuno, orang yang telah meninggal masih dianggap mempunyai kekuatan. Isi surat tak hanya keinginan untuk tetap terhubung setelah dipisahkan kematian, tetapi juga permintaan agar orang yang telah meninggal tersebut tetap ikut terlibat dalam penyelesaian persoalan-persoalan duniawi. Tradisi surat-menyurat juga konon telah berlangsung di era peradaban Yunani dan Romawi. 
Saat agama Islam berkembang, media surat menjadi instrumen penting untuk dakwah Islamiah di kalangan para pemimpin suku atau negara tertentu. Rasulullah menggunakan surat untuk mengajak petinggi sebuah kaum ataupun bangsa untuk memeluk Islam. 
Dalam sejarah tercatat, Rasulullah beberapa kali berkirim surat untuk para raja dan kaisar yang berisi ajakan untuk memeluk Islam. Surat-surat itu disampaikan oleh utusan yang secara khusus dipilih oleh Rasulullah. Sedangkan untuk urusan penulisan surat, Rasulullah memercayakannya ke sejumlah sahabat yang kemudian dikenal dengan para pencatat (kuttab). 
Soal alih bahasa, Rasulullah menunjuk beberapa sahabatnya yang lantas disebut sebagai penerjemah (mutarjim). Ada 43 sahabat yang tergabung dalam tim yang biasa mengurusi bidang surat-menyurat pada zaman Rasulullah. Aktivitas dan tradisi berkirim surat pada zaman Rasulullah SAW itu diulas secara khusus dalam kitab bertajuk A'lam as-Sailin an Kutub Sayyid al-Mursalin. Kitab itu ditulis oleh Muhammad Ibnu Thulun ad-Dimasyqi (880-953 H), seorang ulama serbabisa.
Karya yang ditulis oleh tokoh bermazhab Hanafi itu diklaim sebagai kitab pertama yang mencoba menginventarisasi surat-surat Rasulullah secara khusus. Klaim itu barangkali saja benar lantaran tokoh kelahiran Salhia, Damaskus, Suriah, itu memang ilmuwan Muslim pertama yang fokus mengumpulkan risalah-risalah tersebut.  
Jumlahnya memang relatif sedikit sebab tidak semua surat yang pernah dikirimkan oleh Rasulullah terekam oleh para sahabat. Dan, hampir keseluruhannya beralih dari generasi satu ke generasi lainnnya melalui cara periwayatan.  
Meski begitu, bukan berarti tidak pernah terdapat tokoh atau ulama yang mendokumentasikan surat-surat Rasulullah tersebut sebelumnya. Sejatinya ada. Hanya saja, mereka belum menuangkannya secara khusus ke dalam sebuah karya. Surat-surat itu ditulis berserakan di berbagai kitab sejarah nabi atau buku-buku sejarah. 
Ulama-ulama lain, misalnya Ibnu Ishaq (151 H), memuat surat-surat yang dikirim Rasulullah SAW dalam kitabnya bertajuk As-Sirah an-Nabawiyah. Muhammad Ibnu Sa'ad (230 H) juga menuliskannya dalam kitab Ath-Thabaqat al-Kubra. Selain itu, Muhammad Ibnu Sayyid an-Nass al-Yamuri (734 H) menuangkannya dalam kitab 'Uyun al-Atsar. 
Dari dua kitab yang terakhir itulah, ditambah dengan kitab Nashb ar-Riwayah lil Ahadits al-Hidayah karangan az-Zaila'i, Ibnu Thulun banyak menyadur dan menukil surat-surat yang pernah dikirimkan Rasulullah SAW kepada para raja dan kepala suku agar mereka memeluk Islam. 

Keragaman persepsi

Setidaknya terdapat 50 buah surat yang terdokumentasikan dalam kitab A'lam. Membaca kitab tokoh yang pernah menggali riwayat dari sekitar 500 ahli hadis itu, penikmat karya-karya klasik akan memiliki berbagai kesimpulan persepsi tentang kategori buku tersebut. 
Apa pasal? Kitab yang mengumpulkan ragam surat-surat Rasulullah itu bisa dibaca dari berbagai sudut pandang. Kitab A'lam bisa didudukkan sebagai kitab sejarah, sastra, etik, dan dakwah. Ragam penilaian corak buku itu tak terlepas dari konten surat itu sendiri, baik dari peranan surat, struktur bahasa, maupun substansi yang terdapat pada risalah tersebut. 
Disebut kitab sejarah lantaran surat-surat yang terdokumentasikan dalam kitab A'lam itu tak sekadar dinukil begitu saja dari sumbernya, tetapi yang paling penting pengarang menyertakan informasi yang berkaitan. Misalnya, Ibnu Thalun melengkapi data tentang pendikte, penulis, dan kurir yang ditugasi untuk menyampaikan surat tersebut. 
Bahkan, identitas tujuan surat bisa diketahui, mulai dari nama, tempat, hingga data waktu pengiriman surat. Keberadaan surat-surat itu juga sekaligus menjadi bukti sejarah tentang perkembangan Islam di periode awal. 
Mereka yang membaca kitab ini juga bisa menyimpulkan bahwa kitab A'lam merupakan kitab bahasa dan sastra, mengingat gaya bahasa yang dipilih sebagai redaksi surat mengandung nilai sastra yang tinggi. Surat-surat itu ditulis secara singkat, padat, dan santun. 
Kesan itu akan tampak jelas dirasa terutama bagi para pengkaji bahasa. Bahasa kenabian (Dzauq) mendominasi setiap penggal kata dan kalimat yang disusun. Dan, yang tak kalah penting, kitab A'lam dapat pula dikategorikan ke dalam kitab dakwah. 
Kitab yang salah satu manuskripnya ditemukan di Perpustakaan Ad-Dhahiriyyah, Damaskus, Suriah, itu mengungkapkan tentang pola, strategi, dan metode dakwah yang pernah dilakukan oleh Rasulullah, baik berupa ajakan masuk Islam maupun imbauan kepada sebuah komunitas untuk berbuat baik.
Sumber : Pusat Data Republika
Nashih Nasrullah

No comments: