Taqi Al-Din: Astronom Serbabisa yang Temukan Pompa
''Ilmuwan terbesar di muka bumi.'' Begitulah Kekhalifahan Usmani Turki di abad ke-16 M menjuluki saintis Muslim serbabisa ini. Pada era itu, tak ada ilmuwan di Eropa yang mampu menandingi kehebatannya. Ia adalah seorang tokoh ilmu pengetahuan fenomenal yang menguasai berbagai disiplin ilmu.
Ia tak hanya dikenal sebagai seorang saintis legendaris. Ilmuwan Muslim kebanggaan Kerajaan Ottoman itu juga termasyhur sebagai seorang astronom, astrolog, insinyur, inventor, fisikawan, matematikus, dokter, hakim Islam, ahli botani, filsuf, ahli agama, dan guru madrasah. Dunia ilmu pengetahuan modern juga mengakuinya sebagai ilmuwan yang sangat produktif.
Tak kurang dari 90 judul buku dengan beragam bidang kajian telah ditulisnya. Sayangnya, hanya tinggal 24 karya monumentalnya yang masih tetap eksis. Sederet penemuannya juga sungguh sangat menakjubkan. Pencapaiannya dalam berbagai temuan mampu mendahului para ilmuwan Barat.
Jauh sebelum Giovani Branca pada 1629 M menemukan tenaga uap air, sang ilmuwan Muslim ini dalam bukunya berjudul, Al-Turuq al-samiyya fi al-alat al-ruhaniyya, telah lebih dulu memaparkan cara kerja mesin uap air dan turbin uap air. Pada 1559 M, pamor saintis Muslim ini juga kian melambung lewat temuannya, yakni pompa six-cylinder 'Monobloc'.
Beragam jam yang amat akurat juga telah diciptakannya. Jam alarm mekanis pertama merupakaan buah karyanya. Ia juga menemukan jam pertama yang diukur dengan menit dan detik. Pada 1556 M hingga 1580 M, sang ilmuwan juga menemukan teleskop yang baru dikenal peradaban Barat pada abad ke-17 M. Sebagai seorang astronom, dia mendirikan Observatorium Istanbul pada 1577 M.
Ilmuwan Muslim agung dari abad XVI itu
bernama lengkap Taqi Al-Din Abu Bakar Muhammad bin Zayn Al-Din Maruf
Al-Dimashqi Al-Hanafi. Namun, sang ilmuwan itu termasyhur dengan nama
panggilan Taqi Al-Din Al-Rasid. Taqi Al-Din terlahir pada 1521 M di
Damaskus, Suriah. Ia mengabdikan dirinya untuk pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di Kekhalifahan Usmani Turki.
Guru pertama Taqi Al-Din adalah ayahnya
sendiri. Dari sang ayah, ia menimba ilmu agama Islam. Setelah dianggap
memiliki fondasi agama yang kuat, sang ayah mengirimkannya untuk belajar
ilmu pengetahuan umum di Damaskus dan Mesir. Ia mempelajari matematika
dari Shihab Al-Di-n Al-Ghazzi. Sedangkan, guru astronominya yang paling
berpengaruh adalah Muhammad bin Abi Al-Fath Al-Sufi.
Matematika merupakan ilmu yang paling
membetot perhatiannya saat masih belajar. Kesukaannya kepada ilmu
berhitung itu diungkapkan Taqi Al-Din dalam kata pengantar beragam buku
yang ditulisnya. Setelah menamatkan pendidikannya, ia mengajar di
madrasah di Damaskus.
Sekitar tahun 1550 M, ia bersama ayahnya,
Maruf Efendi, bertandang ke Istanbul--ibu kota pemerintahan Ottoman
Turki. Selama berada di kota itu, Taqi Al-Din menjalin hubungan dengan
para ilmuwan Turki, seperti Chivi-zada, Abu al-Su`ud, Qutb al-Di-n-zada
Mahmad, dan Sajli Amir. Tak lama kemudian, ia kembali lagi ke Mesir dan
mengajar di Madrasah Shayhuniyya dan Surgatmishiyya di kota itu.
Taqi Al-Din sempat mengunjungi Istanbul
untuk waktu yang tak terlalu lama. Di kota itu, ia sempat dipercaya
untuk mengajar di Madrasah Edirnekapi Madrasa. Saat itu, Perdana Menteri
Kerajaan Usmani Turki dijabat Sami-z Ali Pasha. Selama mengajar di
Madrasah Edirnekapi, Taqi Al-Din menggunakan perpustakaan pribadi Ali
Pasha dan koleksi jamnya untuk penelitian.
Ketika Ali Pasha diangkat sebagai
gubernur Mesir, Taqi Al-Din juga kembali ke negeri Piramida itu. Di
Mesir, Taqi Al-Din diangkat sebagai hakim atau qadi serta mengajar di
madrasah. Selama tinggal di Mesir, Taqi Al-Din tercatat menghasilkan
beberapa karya dalam bidang astronomi dan matematika.
Pada era kekuasaan Sultan Selim II, sang
ilmuwan diminta untuk mengembangkan pengetahuannya dalam bidang
astronomi oleh seorang hakim di Mesir, yakni Kazasker Abd al-Karim
Efendi dan ayahnya Qutb Al-Din. Bahkan, Qutb Al-Din menghibahkan
kumpulan karya-karyanya beserta beragam peralatan astronomi. Sejak
itulah, ia mulai konsisten mengembangkan astronomi dan matematika.
Sejak itu pula ia resmi menjadi astronom
resmi Sultan Selim II pada 1571 M. Ia diangkat sebagai kepala astronom
kesultanan (Munajjimbashi) setelah wafatnya Mustafa bin Ali
Al-Muwaqqit--kepala astronom terdahulu. Taqi Al-Din juga dikenal supel
dalam pergaulan. Ia mampu menjalin hubungan yang erat dengan para ulama
dan pejabat negara.
Pemerintahan Usmani Turki mengalami
perubahan kepemimpinan ketika Sultan Selim II tutup usia. Tahta
kesultanan akhirnya diduduki Sultan Murad III. Kepada sultan yang baru,
Taqi Al-Din mengajukan permohonan untuk membangun observatorium yang
baru. Ia menjanjikan prediksi astrologi yang akurat dengan berdirinya
observatorium baru tersebut.
Permohonan itu akhirnya dikabulkan Sultan
Murad III. Proyek pembangunan Observatorium Istanbul dimulai pada 1575
M. Dua tahun kemudian, observatorium itu mulai beroperasi. Taqi Al-Din
menjabat sebagai direktur Observatorium Istanbul. Dengan kucuran dana
dari Kerajaan Ottoman, observatorium itu bersaing dengan observatorium
yang ada di Eropa, khususnya Observatorium Astronomi Raja Denmark.
Di observatorium itu, Taqi Al-Din pun
memperbarui tabel astronomi yang sudah tua peninggalan Ulugh Beg.
Observatorium itu pun mampu menjelaskan tentang pergerakan planet,
matahari, bulan, dan bintang. Suatu saat, Taqi Al-Din menyaksikan sebuah
komet. Ia pun lalu memperkirakan munculnya komet itu sebagai pertanda
kemenangan bagi pasukan tentara Usmani Turki yang tengah bertempur.
Namun, ternyata prediksinya itu meleset.
Sultan pun memutuskan untuk menghentikan kucuran dana operasional
observatorium. Observatorium itu pun dihentikan pada 1580 M. Sejak saat
itulah pemerintah Usmani mengharamkan astrologi. Selain alasan agama,
konflik politik juga menjadi salah satu pemicu ditutupnya observatorium
itu.
Meski begitu, astronomi bukanlah
satu-satunya bidang yang dikembangkan Taqi Al-Din. Ia juga berhasil
menemukan berbagai teknologi serta karya dalam disiplin ilmu lainnya.
Hingga kini, namanya tetap melegenda dan dikenang sebagai seorang
ilmuwan serbabisa yang hebat pada zamannya.
No comments:
Post a Comment