KH. Subkhi Parakan, Jenderal Bambu Runcing


KITA tahu bahwa rakyat Indonesia melawan sekutu tidak menggunakan senjata yang canggih seperti sekarang ini. Meski, pada saat itu lawan mereka menggunakan senjata yang sudah cukup baik. Mereka hanya bermodal bambu runcing, tetapi bisa mengalahkan kelompok bersenjata elit.



Sungguh prestasi yang membanggakan bagi Indonesia. Tekad yang kuat dan adanya rasa tidak takut mati, membuat mereka percaya diri meski hanya bermodal bambu runcing. Tentunya senjata yang mereka gunakan itu tidak semata-mata ada dengan sendirinya. Melainkan, ada sang pelopor yang membuat ide brilian ini. Siapakah dia?

Salah satu tokohnya yaitu KH. Subkhi dari Parakan, yang dikenal dengan gelar Jenderal Bambu Runcing. Ia sebagai penasihat BMT (Barisan Muslimin Temanggung) yang kemudian dikenal menjadi Barisan Bambu Runcing.

Kiai Subkhi lahir di Parakan, Temanggung, Jawa Tengah, sekitar tahun 1850. Subkhi, atau sering disebut dengan Subeki, merupakan putra sulung Kiai Harun Rasyid, penghulu masjid di kawasan ini. Subkhi kecil bernama Muhammad Benjing, nama yang disandang ketika lahir. Setelah menikah, nama ini diganti menjadi Somowardojo, kemudian nama ini diganti ketika naik haji, menjadi Subkhi.

Kiai Subkhi dikenal sebagai seorang yang murah hati, suka membantu warga sekitar yang kekurangan. Jiwa bisnisnya tumbuh seiring dengan kesuburan tanah di lereng Sindoro – Sumbing. Pertanian menjadi andalan, dengan pelbagai macam tanaman yang menjadi ladang pencaharian warga. Kiai Subkhi, pada waktu itu, sering membagikan hasil pertanian, maupun menyumbangkan lahan kepada warga yang tidak memilikinya. Inilah kebaikan hati Kiai Subkhi, hingga disegani warga dan memiliki kharisma kuat.

Ketika barisan Kiai mendirikan Nahdlatul Ulama pada 1926, Kiai Subkhi turut serta dengan mendirikan NU Temanggung. Beliau menjadi Rais Syuriah NU Temanggung, didampingi Kiai Ali (Pesantren Zaidatul Maarif Parakan) dan Kiai Raden Sumomihardho, sebagai wakil dan sekretaris. Nama terakhir merupakan ayahanda Kiai Muhaiminan Gunardo, yang menjadi tokoh pesantren dan NU di kawasan Temanggung-Magelang. Kiai Subkhi juga sangat mendukung anak-anak muda untuk berkiprah dalam organisasi. Pada 1941, Anshor Nahdlatul Oelama (ANO) mengadakan pengkaderan di Temanggung, yang langsung dipantau oleh Kiai Subkhi.


Kiai Subkhi dikenal sebagai kiai ‘alim dan pejuang yang menggelorakan semangat pemuda untuk bertempur melawan penjajah. Kiai ini, dikenal sebagai “Kiai Bambu Runcing”, karena pada masa revolusi meminta pemuda-pemuda untuk mengumpulkan bambu yang ujungnya dibuat runcing, kemudian diberi asma’ dan doa khusus. Dengan bekal bambu runcing, pemuda-pemuda berani tampil di garda depan bertarung dengan musuh. Bambu runcing inilah yang kemudian menjadi simbol perjuangan warga Indonesia untuk mengusir penjajah.

Dalam catatan Kiai Saifuddin Zuhri (1919-1986), Kiai Subkhi menjadi rujukan askar-askar yang berjuang di garda depan revolusi kemerdekaan. “Berbondong-bondong barisan-barisan laskar dan TKR menuju Parakan, sebuah kota kawedanan di kaki dua gunung pengantin Sindoro dan Sumbing. Di antaranya yang terkenal adalah Hizbullah di bawah pimpinan Zainul Arifin, Barisan Sabilillah di bawah pimpinan Kiai Masykur, Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia di bawah pimpinan Bung Tomo, Barisan Banteng di bawah pimpinan dr. Muwardi, Laskar Rakyat di bawah pimpinan Ir. Sakiman, Laskar Perindo di bawah pimpinan Krissubbanu dan masih banyak lagi. Sudah beberapa hari ini, baik TKR maupun badan-badan kelaskaran berbondong-bondong menuju Parakan.”

Kiai Subkhi dikenal sebagai sosok sederhana, zuhud dan sangat tawadhu’. Ketika banyak pemuda pejuang yang sowan untuk minta doa dan asma’, Kiai Subkhi justru menangis tersedu. “KH Wahid Hasyim, KH. Zainul Arifin, dan KH Masjkur pernah mengunjunginya. Dalam pertemuan itu, Kiai Subkhi menangis karena banyak yang meminta doanya. Ia merasa tidak layak dengan maqam tersebut. Mendapati pernyataan ini, tergetarlah hati panglima Hizbullah, KH. Zainul Arifin, akan keikhlasan sang kiai. Tapi, Kiai Wahid Hasyim menguatkan hati Kiai Bambu Runcing itu, dengan mengatakan bahwa apa yang dilakukannya sudah benar,” catat Kiai Saifuddin Zuhri dalam memoarnya “Berangkat dari Pesantren”.

Kiai Subkhi merupakan teladan dalam kedermawanan, pengetahuan dan perjuangan. Sosok Kiai Subkhi menjadi panutan bangsa ini untuk mengawal negeri, mengawal NKRI. Selayaknya, negara mengakuinya sebagai Pahlawan Bangsa

No comments: