Ibadah Haji Sadarkan Malcolm X, Tak Lagi Sebut Orang Berkulit Putih “Setan”

Dalam buku “Malcolm X Sebuah Otobiografi”, sebagaimana penuturannya kepada Alex Haley, Malcolm X mencurahkan isi hatinya tentang ibadah haji. Bagi Malcolm X, perjalanan ibadah hajinya telah mengubah pandangannya terhadap orang-orang berkulit putih yang sebelumnya ia sebut sebagai setan.



Malcolm X mengatakan, “Ada ribuan tenda jamaah haji dari seluruh dunia. Mereka terdiri dari berbagai warna kulit, mulai dari yang bermata biru dan berambut pirang, sampai mereka yang berkulit hitam, dari Afrika. Kami bersama-sama  menjalankan upacara keagamaan yang sama, menjalankan kewajiban agama yang sama, dalam kesatuan dan persaudaraan, sehingga semua pengalamanku di Amerika membuatku makin percaya, bahwa suatu saat kelak tidak ada yang tidak mungkin bagi bersatunya kulit putih dan hitam.”

Selanjutnya Malcolm X mengatakan, Amerika perlu memahami Islam, sebab agama inilah yang menghapuskan rasialisme. Selama perjalananku sebagai muslim ke seluruh dunia, sudah berkali-kali aku bertemu dan sempat makan bersama dengan orang yang bersimpati kepada kulit putih, yang tampaknya tetap tidak setuju dengan sikap kulit pulih, terutama mereka yang tinggal di Amerika, karena tidak sesuai dengan ajaran Islam. Sebelumnya aku tidak pernah menyaksikan ketulusan dan rasa persaudaraan yang tanpa mengindahkan warna kulit.”

“Anda akan terkejut mendengar pendapatku. Tetapi dari ibadah haji ini, apa yang kulihat, apa yang kualami, telah memaksaku untuk menyusun kembali wawasan dan pemikiranku, serta menyimpulkan apa yang telah kudapat. Hal itu tidak terlalu sulit bagiku.”

Lebih lanjut Malcolm X mengatakan, “Meski ada sedikit dendam, tetapi aku harus siap menghadapi dan menerima kenyataan hidup serta pengalaman dan pengetahuan baru. Aku selalu membuka pikiranku, bersikap fleksibel, dan harus bekerjasama dengan siapa saja yang berusaha mencari kebenaran.”

“Selama 11 haru hidup di lingkungan Muslim, aku makan dari piring yang sama, minum dari gelas yang sama, dan tidur pun di atas permadani yang sama. Kami pun berdoa kepada Tuhan yang sama, beserta sesama Muslim, dari yang bermata biru dan berambut pirang, serta mereka yang berkulit lebih putih dari kulit putih sendiri. Dari perkataan, tingkah laku, serta perbuatan mereka, aku dapat merasakan persahabatan yang tulus. Sama seperti ketulusan yang kuperoleh dari kulit hitam Afrika di Nigeria, Sudan dan Ghana.”

Kekaguman Pada Ibadah Haji

Malcolm X menjelaskan, “Kami benar-benar seperti satu saudara, karena kepercayaan kami telah menghapuskan “kulit putih” dari pikiran mereka, menghapuskan “kulit putih” dari perbuatan mereka, dan “kulit putih” dari sikap mereka. Dengan cara ini, mungkin kulit putih Amerika dapat menerima ajaran tentang Keesaan Tuhan, dan juga menerima kenyataan bahwa manusia itu sama derajatnya.”

Menurut Malcolm X, rasialisme bagi Amerika merupakan penyakit kanker yang tak dapat diobati. Orang-orang Amerika pemeluk agama Kristen, mungkin  lebih bisa menerima keadaan itu. Atau barangkali juga hal itu merupakan sumber bencana yang telah menghancurkan Jerman yang dalam waktu cukup lama dirusak oleh rasialisme.


Malcolm X teringat suatu malam ketika berada di Muzdalifah. Ia tertidur di abwah langit, diantara para muslim, dan ketika itu ia menyadari bahwa para jamaah haji yang datang dari berbagai negara, warna kulit, kelas dan tingkatan, dari pejabat tinggi sampai pengemis, semua mendengkur dalam bahasa yang sama. “Aku ingin sekali menyaksikan kapal laut dan pesawat terbang yang berpenumpang Muslim Amerika, datang berbondong-bondong ke Mekkah.”

Dan kuceritakan pengalamanku ini kepada orang-orang Amerika. Bahwa rasa persaudaraan yang tulus ada dalam semua ras, dan tidak ada seorang pun yang lebih unggul dari lainya. Tidak seorang pun merasa terkucil dan tidak seorang pun yang boleh mengunggulkan diri, juga tidak ada yang direndahkan atau merendahkan diri. Secara sukarela dan alami, orang merasakan kesatuan dan kebersamaan.”

Salah seorang pengarang yang mengatakan bahwa Black Muslim itu adalah Islam yang salah. “Oleh sebab itulah, aku menunaikan ibadah haji dengan harapan dapat menemukan ajaran Islam sejati,” kata Malcolm X.

Malcolm X pernah ditanya sepulang dari haji di Mekkah. Apakah sekarang anda bersedia menerima kulit putih sebagai saudara? Jawab Malcolm, “Tentu saja. karena hal itu sejalan dengan apa yang kurasakan  dan kualami selama berada di Tanah Suci Mekkah. Ajaran Islam yang murni tidak pernah mengajarkan keunggulan ras, apalagi hal itu sudah dibuktikan oleh kulit putih yang menjadi Muslim.”

Hancurkan Negara Amerika

Seperti diakuinya, ibadah haji telah menambah luas pengalaman Malcolm X. Selama 2 minggu berada di Tanah Suci Mekkah, ia menyaksikan banyak hal yang tidak pernah disaksikan selama 39 tahun tinggal di Amerika.

“Aku menyaksikan semua ras, semua warna kulit, dari yang bermata biru dan berambut pirang, sampai mereka yang berkulit hitam legam, semua berbaur menjadi satu dalam rasa persaudaraan, dalam persatuan. Tinggal bersama-sama, beribadah bersama-sama, tidak ada penindasan, tidak ada liberalis, sebab mereka sendiri tidak memahami kata-kata tersebut.”

Dikatakan Malcolm X, “Dulu, kuakui memang menuduh semua kulit putih jahat. Tetapi, kini aku tidak akan mengulangi kebodohan yang sama, begitu aku tahu tidak semua kulit putih bersikap jahat kepada kulit hitam. Bahkan ada sebagian yang bisa menghormati kulit hitam, memperlakukan kulit hitam seperti layaknya manusia. Ajaran Islam yang benar mengatakan, bahwa membenci kulit putih adalah perbuatan jahat, sama jahatnya  dengan perbuatan kulit putih yang membenci kulit hitam.”

Malcolm X akhirnya menyadari, “Sekarang aku yakin, ada sebagian kulit putih yang dengan sikapnya telah membuka kesadaranku, bahwa rasialisme adalah sesuatu yang dapat menghancurkan negara Amerika.”

Sejak pulang haji di Tanah Suci Mekkah, Malcolm X saat mengendarai mobil di perempatan jalan, saat lampu merah sedang menyala, sempat disapa  oleh dua orang kulit putih seraya bertanya: “Apakah Anda tidak keberatan bersalaman dengan laki-laki kulit putih? Begitu lampu hijau menyala, Malcolm X menjawab sambil tersenyum, “Aku tidak keberatan bersalaman dengan sesama manusia! “. (desastian)

No comments: