Seorang Kardinal Austria Peringatkan ‘Penaklukan Eropa’ oleh Islam

Pernyataan itu menyebabkan Turki menarik dubesnya dari Austria dan menuduh negara itu karena mendukung terorisme dan pusat Islamophobia
Seorang Kardinal Austria Peringatkan ‘Penaklukan Eropa’ oleh Islam
Kardinal Christoph Schönborn
/strong>Seorang kardinal Katolik kandidat Paus memperingatkan bahwa Muslim ingin memusnahkan Kristen dan menaklukan Eropa.
Kardinal berkebangsaan Austria Christoph Schönborn memberi peringatan pada hari Ahas pada festival gereja “Holy Name of Mary“, yang pertama kali diadakan 333 tahun lalu untuk merayakan kemenangan atas Kekaisaran Ottoman atau Kesultanan Utsmaniyah pada Pertempuran Wina.
Sang Kardinal juga mengklaim “banyak Muslim” mencoba untuk menaklukkan Kristen Eropa.
Berdasarkan Keuskupan Agung Wina, kardinal itu mengatakan: “Akankah ada Islam menaklukan Eropa? Banyak Muslim yang menginginkan hal itu dan mengatakan: Eropa sudah pada akhirnya”
Dia meminta Tuhan untuk mengampuni Eropa dan memperlihatkan belas kasih pada penduduknya, yang dia katakan “sedang berada dalam bahaya karena kehilangan warisan Kristen kita”.
Schönborn menjelaskan bahwa orang Eropa sudah dapat merasakan kehilangan itu, “tidak hanya secara ekonomi, tetapi di atas semuanya, permasalahan manusia dan agama,” ujarnya dikutip The Local, Selasa (13/09/2016).
Perang MOHACS, Tawakkal dan Trauma Barat
Pernyataan kardinal itu datang di saat banyak tempat di sepanjang Austria merayakan perayaan ke 333 Pertempuran Wina. Selama pertempuran yang terjadi pada 11-12 September 1683, gabungan pasukan Kristen yang berhasil bertahan dari serangan 100.000 pasukan dari Kekaisaran Ottoman (Khilafah Utsmaniyah).
Pertempuran terjadi antara Kerajaan Habsburg, Persemakmuran Polandia-Lithuania dan Kekaisaran Roma melawan Kekaisaran Ottoman. Raja Polandia John III Sobieski yang terkenal memimpin pasukan gabungan tersebut.
Pasukan Ottoman telah memulai untuk menduduki Ibu Kota Austria Wina yang telah dipertahankan oleh 10.000 pasukan Habsburg ketika pasukan berkuda Polandia menyerang mereka dari belakang dan mengalahkan pasukan Turki tersebut – yang memaksa mereka untuk mundur.
Pertempuran itu seringkali dianggap sebagai titik balik sejarah, yang perlahan meruntuhkan Kekaisaran Ottoman.
Di Austria tidak hanya Gereja Katolik yang memperingati perayaan tersebut. Partai Kemerdekaan Austria yang beraliran sayap kiri yang kontroversial juga memperingati perayaan itu, menegaskan bahwa pentingnya mempertahankan “Dunia Barat” dari orang luar.
Perayaan itu diselenggarakan di Palais Ferstl Vienna (Wina), dan dibuka dengan pidato oleh Wakil Gubernur Johann Gudenus serta pemimpin Partai Kemerdekaan Heinz-Christian Strache, dan juga sejarawan dan profesor universitas Lothar Hobelt.
Peringatan itu dilakukan di saat meningkatnya tensi hubungan antara Austria dan Turki, negara Republik di mana Kekaisaran Ottoman pernah berjaya.
Setelah upaya kudeta yang gagal di Turki, Menteri Dalam Negeri Austria Sebastian Kurz memperingatkan bahwa dia akan menghentikan langkah apapun yang akan membawa Turki semakin dekat dalam bergabung ke Uni Eropa.
Kanselir Austria Christian Kern bahwa mengatakan: “Negosiasi keanggotaan (Uni Eropa) saat ini tidak lebih dari fiksi.”
Pernyataan itu menyebabkan Turki menarik dubesnya dari Austria dan menuduh negara itu karena mendukung terorisme dan sebagai pusat dari Islamophobia. Hubungan dua negara itu semakin memburuk sejak kejadian tersebut.
Kardinal itu telah seringkali masuk dalam daftar salah satu kandidat yang akan menggantikan posisi Paus, meskipun pada pemilihan sebelumnya dianggap terlalu muda.*/Nashirul Haq AR

No comments: