Mengapa Wali Songo memiliki nama Tionghoa (China) ?

>Melalui bukunya “Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara”, sejarawan Slamet Muljana mengundang kontroversi. Ia berpendapat bahwa Wali Songo beretnis Tionghoa, serta memiliki nama china berikut fam (marga)-nya.
Pendapat Slamet Muljana ini tentu mendapat sanggahan dari berbagai pihak, namun tidak bisa dipungkiri, perkembangan Islam di Nusantara tidak lepas dari peran Komunitas Muslim Tionghoa (Cina).
Berikut beberapa peristiwa yang menunjukkan, pengaruh dari Dakwah Masyarakat Muslim Tionghoa di Nusantara pada era Wali Songo (sekitar abad ke 15 Masehi).
muslimcina
Komunitas Muslim Tionghoa di Palembang

Ketika daratan Tiongkok dikuasai Dinasti Ming, seorang perwira angkatan laut Dinasti Yuan, bernama Chen Tsu Ji, bersama ribuan pengikutnya, melarikan diri ke po-lin-fong (Palembang).
Di Palembang, Chen Tsu Ji membangun basis kekuatan disekitar sungai musi. Kapal-kapal yang melewati wilayah tersebut, harus membayar upeti kepada mereka (sumber : Armada Laksamana Cheng Ho dan Sejarah Pempek Palembang ?).
Pada tahun 1407, seorang Laksamana Muslim Dinasti Ming “Cheng Ho (Zheng He)”, berlabuh di Palembang bersama sekitar 27.800 bala tentara. Melalui pertempuran yang sengit, Chen Tsu Ji berhasil ditawan dan dibawa ke Peking.
Sejarah mencatat, setelah Laksamana Cheng Ho menumpas kelompok Chen Tsu Ji, diangkatlah seorang Duta Xuan Wei oleh Kaisar Ming di Palembang bernama Shi Jinqing. Kelak salah seorang putri Shi Jinqing yang bernama Nyai Gedhe Pinatih (Pi Na Ti), dikenal sebagai penyebar Islam di Jawa dan menjadi ibu asuh dari Raden Paku (Sunan Giri) (sumber : Kisah Nyai Gedhe Pinatih, Cheng Ho Muslim Tionghoa, Muslim China).

Peran dakwah “Bong” bersaudara di Surabaya

Di wilayah Ampel Denta (Surabaya), pada sekitar abad ke-15 M dikenal tiga bersaudara Bong (Sam Bong), yaitu Haji Bong Swi Hoo, Haji Bong An Sui, dan Haji Bong Sam Hong.
Mereka merupakan cucu Bong Tak Keng, yang berasal Sin Fun An (Pnom-penh) yang berdagang ke Majapahit sejak Prabu Rajasanegara memerintah. Ketika mendengar penguasa Surabaya yang baru dilantik adalah seorang muslim, Bong bersaudara pindah ke Surabaya.
Tiga bersaudara Bong ini dikenal sebagai penyumbang dana terbesar bagi pembangunan Masjid Ampel Denta, mereka tidak hanya dikenal sebagai saudagar yang dermawan, tetapi juga diketahui sebagai kerabat raja Surabaya, Pangeran Arya Lembu Sura (sumber : Suluk Abdul Jalil).
Sosok Haji Bong Swi Hoo, seringkali dianggap indentik dengan Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel). Namun keduanya berbeda masa kehidupannya, sebagaimana tergambar dalam skema silsilah berikut :
bong-ampel1
Tan Kim Han (Penasehat Maritim Demak)


Tan Kim Han, merupakan salah seorang pengikut perjalanan Laksamana Cheng Ho ke Lambri (Aceh), mungkin tertarik terhadap komunitas Muslim yang hidup di Lambri, pada sekitar tahun 1413, ia memutuskan tinggal di sana, dan menikah dengan wanita setempat (sumber : merdeka.com, kompasiana.com).
Pengalamannya bersama armada Laksamana Cheng Ho, sepertinya sangat bermanfaat bagi Kesultanan Demak dalam membangun pertahanan lautnya. Selain itu, Tan Kim Han, juga dikenal sebagai penyebar Islam di wilayah Jawa Timur dan dikenal bernama Syekh Abdul Qodir al-Shini.
Salah seorang putera Tan Kim Han, bernama Abdul Halim Tan Eng Hoat dikenal sebagai Panglima Angkatan Laut yang terkemuka. Tan Eng Hoat berperan sangat besar ketika memimpin Kesatuan Naga Laut dari Negeri Caruban, saat berhadapan dengan Rajagaluh.
Muslim Tionghoa di Caruban (Cirebon)
Dalam tradisi masyarakat Cirebon pada masa abad ke-15, selain tokoh Tan Eng Hoat (bergelar Maulana Ifdhil Hanafi), dikenal juga Tan Sam Cai (ahli keuangan di masa awal Kesultanan Cirebon).
Tan Sam Cai alias Muhammad Syafi’i alias Tumeng­gung Arya Dipa Wiracula, merupakan tokoh yang membangun sebuah masjid yang saat ini difungsikan sebagai Kelenteng Talang.
Indikasi bahwa kelenteng tersebut merupakan masjid, antara lain arah kelenteng yang menghadap kiblat, adanya sumur dan padasan (tempat berwudlu), tulisan kaligrafi bergaya China, dan mimbar khotbah serta tempat peng­imaman yang menjorok ke dalam (sumber : China Muslim di Jawa).
Selain itu, salah seorang istri Sunan Gunung Jati, bernama Tan Hong Tien Nio (populer dengan sebutan Putri Ong Tien), merupakan pelopor gerakan dakwah Is­lam di Cirebon dan wilayah Jawa Barat.
Mengapa Wali Songo memiliki nama China ?
Salah satu rujukan “Teori Wali Songo berasal dari Cina” berasal dari sejarawan Belanda bernama Resident Poortman. Namun nampaknya, Poortman kurang jeli, yang berakibat tercampur-aduknya profil tokoh dari masa yang berbeda-beda.
Sosok Haji Bong Swi Hoo ternyata tokoh yang berbeda dari Sunan Ampel, dengan demikian pendapat bahwa Sunan Ampel beserta kedua anaknya Sunan Bonang dan Sunan Drajat, bermarga “Bong” adalah keliru.
Demikian juga tokoh yang bernama Adipati Hariyo Tejo (Tuban), yang dikatakan indentik dengan Kapten Gan Eng Cu, ternyata juga keliru. Hal ini dikarenakan jabatan Adipati Tuban, jelas berbeda dengan jabatan Kapiten China. Dengan demikian, identitas keturunan Gan Eng Cu yang bernama Gan Si Cang sebagai Sunan Kalijaga, otomatis juga keliru.
Kesalahan juga terjadi ketika meng-identifikasikan Panglima Demak bernama Tok A Bo sebagai Sunan Gunung Jati (sumber : tionghoa muslim). Sunan Gunung Jati jelas adalah penguasa Cirebon dan bukan Panglima Demak yang diutus ke Cirebon.
Selain akibat tertukarnya profil tokoh, gelar (nama) china yang dimiliki Wali Songo mungkin dikarenakan Sang Wali memiliki hubungan emosional atau kekerabatan dengan komunitas China Muslim.
Hal ini bisa terlihat pada Sunan Giri yang memiliki ibu asuh, Nyai Gedhe Pinatih yang ber-etnis Tionghoa, atau Sunan Bonang yang neneknya (dari pihak ibu) adalah cucu Haji Bong An Sui.
Kemungkinan lain, gelar (nama) tionghoa tersebut merupakan bentuk penghormatan warga keturunan Muslim Tionghoa kepada ulama yang membimbing mereka. Dikarenakan Wali Songo selain mengajarkan ilmu agama, juga mengayomi masyarakat muslim tionghoa dalam kehidupan kesehariannya.

WaLlahu a’lamu bishshawab

No comments: