Mohammad Roem

Mohammad Roem lahir di Parakan, Temanggung, 16 Mei 1908. Roem adalah seorang diplomat dan salah satu pemimpin Indonesia di masa perang kemerdekaan Indonesia.



Ayah Roem adalah Dulkarnaen Djojosasmito, dan ibunya adalah Siti Tarbijah. Dia pindah ke Pekalongan karena Parakan dilanda wabah penyakit menular seperti kolera, wabah, dan influenza.

Pada 1915, ia belajar di Volksschool dan dua tahun kemudian melanjutkan ke Hollandse Inlandsche Sekolah sampai 1924. Pada tahun 1924, ia menerima beasiswa untuk belajar di “School tot Opleiding van Indische Artsen” – STOVIA setelah menghadiri pemeriksaan pemerintah. Tiga tahun kemudian, ia menyelesaikan ujian tahap pendahuluan dan ditransfer ke Algemene Middelbare Sekolah, dan lulus pada tahun 1930.

Setelah mengikuti tes masuk Kedokteran Perguruan tinggi, dan ditolak, ia berpaling ke hukum, memasuki Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta) pada 1932 dan memperoleh gelar Meester in de Rechten pada tahun 1939.

Selama kebangkitan nasional Indonesia, ia aktif di beberapa organisasi seperti Obligasi Jong Islamieten pada 1924 dan Sarekat Islam (SI) pada 1925. Pada 7 November 1945, bersama para ulama dan tokoh Islam, Roem mendirikan Partai Masyumi.

Pada masa revolusi, ia adalah seorang anggota delegasi Indonesia di Perundingan Linggarjati (1946) dan Perjanjian Renville (1948). Pada tahun 1949, ia juga pemimpin delegasi di Perjanjian Roem-Roijen, yang membahas batasIndonesia, dan ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949.

Dalam pemerintahan, Roem pernah menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri Kabinet Sjahrir III, Menteri Luar Negeri Kabinet Natsir, Menteri Dalam Negeri Kabinet Wilopo, dan Wakil Perdana Menteri I Kabinet Ali Sastroamidjojo II.

Di akhir kekuasaan Presiden Soekarno, bersama mantan Perdana Mentero Mohammad Natsir, Roem mendirikan Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII).

Roem pernah terpilih menjadi Ketua Umum Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) dalam Kongres Pertama di Malang, Jawa Timur, 4-7 November 1968. Tetapi, pemerintah yang saat itu ketakutan akan bangkitnya Masyumi tidak merestui kepemimpinan Roem.

Melalui Sekretaris Negara Alamsyah Ratuprawiranegara, pemerintah telegram kilat kepada kongres yang sedang berlangsung, bahwa pemerintah tidak merestui terpilihnya Muhammad Roem sebagai Ketua Parmusi. Akhirnya kongres kembali menempatkan dua aktivis Muhammadiyah, KH Djarnawi Hadikusumo dan Drs. Lukman Harun sebagai Ketua dan Sekretaris Umum Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI).

Roem menikah dengan Markisah Dahlia pada 1932. Mereka dikaruniai dua anak, seorang laki-laki, Roemoso (1933) dan seorang gadis, Rumeisa (1939). Mr Mohammad Roem wafat pada 24 September 1983 setelah mengalami gangguan paru-paru.

No comments: