Syaikh Siti Jenar, Pelopor Sistem Demokrasi Masyarakat Ummah di Abad 15-16 Masehi ?

Ketika Yang Dipertuan Caruban, Sri Mangana (Pangeran Walangsungsang Cakrabuwana) mangkat, para wali nagari dan gedeng se-Caruban Larang sepakat memilih Pangeran Muhammad Arifin (Pasarean) putera Syarif Hidayatullah untuk menggantikan kedudukan sebagai khalifah Caruban.
Pangeran Muhammad Arifin (Pangeran Pasarean) dinobatkan sebagai pemimpin pemerintahan (amir al-mu’minin) dan penguasa keagamaan (sayidin panatagama). Sementara Pangeran Cirebon, putera Sri Mangana ditetapkan sebagai manggalayuddha (senapati ing alaga) yang memiliki kewenangan dalam menata dan memerintah kekuatan militer Caruban.
walisongo1
Konsep Demokrasi Masyarakat Ummah


Pada abad ke-15 Masehi, Syaikh Siti Jenar merombak memperkenalkan sistem kemasyarakatan yang ia sebut sebagai masyarakat ummah, yang terdiri atas distrik (kabilah) sebagai satuan terkecil, kemudian nagari, dan lalu masyarakat ummah. Berdasarkan konsep masyarakat ummah itu, penentuan pemimpin masing-masing tingkatan itu tidak didasarkan atas keturunan, akan tetapi dipilih oleh senator (sahabat-sahabat) yang mewakilinya.
Distrik (Kabilah) dipimpin oleh para Gede (Gedeng) yang dipilih langsung oleh komunitasnya. Para pemimpin distrik inilah yang di-istilahkan sebagai para sahabat, untuk kemudian mewakili komunitasnya dalam memilih wali nagari, amir al-mu’minin, sayidin panatagama dan senapati ing alaga.
Gagasan Syaikh Siti Jenar (Datuk Abdul Jalil), telah berhasil mengubah tatanan kehidupan masyarakat, dari tatanan yang berdasarkan gagasan catur-warna dan kasta menjadi masyarakat ummah.
Hal ini bisa terlihat pada kebijaksanaan Penguasa Pengging, yang memberlakukan peraturan menyangkut status kependudukan warga kadipaten yang beragama Islam, yakni penduduk kerajaan yang berasal dari kalangan rendah seperti Dhapur, Kewel, Domba, Sasak, Potet, dan Mambang, seketika akan disetarakan dengan penduduk yang lain (sumber : Suluk Abdul Jalil, Perjalanan Ruhani Syaikh Siti Jenar, tulisan Agus Sunyoto, muslim.or.id, dakwatuna.com).
Dalam wilayah yang lebih luas, Para Pemimpin masyarakat ummah (amir al-mu’minin) diawasi oleh sebuah Majelis Guru Suci (syura al-masyayikh) yang beranggotakan para pemimpin ruhani yang disebut Wali Songo. Majelis ini memiliki peran dan tugas utama mengatur kehidupan penduduk dalam hal Tauhid, mempersatukan dan sekaligus menjadi naungan ruhani bagi kadipaten-kadipaten (masyarakat ummah) di Nusa Jawa.
muslim1
Electoral College, dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat

Konsep Demokrasi Masyarakat Ummah yang digagas Syaikh Siti Jenar 500 tahun yang lalu, sekilas mirip sistem pemilihan Presiden Amerika Serikat pada masa sekarang.
Seorang Calon Presiden, setelah resmi dinobatkan dalam Konvensi Nasional partai, akan gencar melakukan kampanye untuk mendapatkan jumlah electoral college.
Electoral College adalah sebuah sistem perhitungan suara, pada setiap negara bagian memiliki jumlah electoral college yang berbeda, yang didasari oleh besarnya populasi negara bagian tersebut.
Sebagai contoh California memiliki jumlah electoral college terbanyak 55, diikuti Texas (34) dan New York (29). Jumlah keseluruhan electoral college adalah 538, dan seorang calon harus meraih minimal 270 jumlah electoral college untuk memenangkan pemilu (sumber : kompasiana.com).
Sistem perwakilan suara dalam Electoral College, memiliki kemiripan dengan konsep perwakilan para sahabat dalam Demokrasi Masyarakat Ummah. Dan yang membedakan, jika Electoral College memilih pemimpin, berdasarkan kepada suara terbanyak, maka Demokrasi Masyarakat Ummah lebih mendahulukan Musyawarah untuk Mufakat.
WaLlahu a’lamu bishshawab

No comments: