Keteguhan Abdullah bin Khudzafah Mempertahankan Agama

Raja Romawi tertarik dengan kecerdasan Abdullah bin Khudzafah r.a., lalu menarik Abdullah masuk Nasrani, tetapi ia menolak
Keteguhan Abdullah bin Khudzafah Mempertahankan Agama
Ilustrasi.

IBNU Katsir dan yang lainnya meriwayatkan, Umar bin Khattab r.a mengutus pasukan untuk berperang melawan Romawi. Ikut serta dalam pasukan ini, seorang sahabat muda bernama Abdullah bin Khudzafah r.a.

Perang pun berkecamuk hebat. Kehebatannya menyisakan decak kagum Panglima Romawi atas keteguhan kaum Muslimin dan keberanian mereka menghadapi maut.

Kemudian Raja Romawi memerintahkan agar pasukan Muslimin yang mereka tawan dihadapkan kepada mereka. Didatangkanlah di hadapannya, Abdullah bin Khudzafah r.a. Ia diseret dengan tangan yang dirantai dan kaki diikat.

Setelah berbincang-bincang dengannya, raja kagum atas kecerdasannya. Ia berkata kepada Abdullah, “Masuklah ke agama Nasrani, kau akan kubebaskan.“

Abdullah r.a menolaknya. Raja tetap menawarinya lagi, “Masuklah ke agama Nasrani, kau akan kuberi separo kekuasaanku.”

Namun Abdullah tetap tegas menolaknya. “Masuklah ke agama Nasrani, kau akan kuberi separo kekuasaanku dan kuikutsertakan kau dalam pemerintahanku,“ desak Raja. Abdullah berkata, “Demi Allah, andai saja kau berikan seluruh kekuasaanmu dan kekuasaan nenek moyangmu kepadaku, bahkan seluruh kekuasaan Arab dan Ajam (non-Arab), aku tetap tak sudi untuk keluar dari Islam.”

“Kalau begitu kamu akan kubunuh,“ putus Raja. “Bunuhlah,“ jawab Abdullah.

Raja memerintahkan pasukannya agar menyalib Abdullah bin Khudzafah, lalu menyuruh pasukan pemanah melepaskan anak panah ke tubuh Abdullah. Tetapi Raja berpesan, jangan sampai anak panah itu mengenai tubuh Abdullah (hanya untuk menakut-nakuti, pent.).

Saat anak-anak panah meluncur ke sekitar tubuhnya, Raja tetap menawarinya masuk Nasrani. Dan seperti sebelumnya, Abdullah r.a menolak tegas. Ia lebih memilih kematian.

Melihat ketegaran Abdullah, Raja memerintahkan agar dia dikembalikan ke penjara. Kali ini, ia tidak diberi makan dan minum. Sampai ketika Abdullah r.a hampir mati karena haus dan lapar, mereka memberinya arak dan daging babi.

Melihat kedua hidangan ini Abdullah berkata, “Demi Allah, aku tahu arak dan daging babi ini sebenarnya halal bagiku. Tetapi aku tidak ingin orang-orang kafir itu bersorak gembira karenanya.” Hidangan itu tidak disentuhnya. Hal ini dilaporkan kepada Raja.

Kemudian ia menyuruh agar dihadirkan seorang wanita penggoda di hadapan Abdullah. Masuklah wanita itu ke sel Abdullah r.a. Ia beraksi di muka Abdullah, meliuk-liukkan tubuh menggodanya. Namun sedikit pun Abdullah r.a tidak menoleh kepadanya.

Mengetahui sikap Abdullah seperti itu, wanita tersebut keluar sel sambil menggerutu. Ia berkata kepada Raja dan pasukannya, “Kalian telah menyuruhku menggoda seorang lelaki, yang aku tak tahu apakah ia seorang manusia atau seonggok batu. Demi Allah, dia tidak tahu apakah aku seorang perempuan atau lelaki.”

Akhirnya Raja putus asa membujuk Abdullah. Ia menyuruh pasukannya membuat tungku api dan memanaskan minyak hingga mendidih. Kemudian Abdullah bin Khudafah diberdirikan menghadap minyak yang telah mendidih itu.

Sejurus, didatangkanlah seorang Muslim yang juga menjadi tawanan. Dengan kondisi badan terikat, ia diceburkan ke minyak yang mendidih tersebut hingga jasadnya lenyap ditelan didihan minyak. Tulang belulangnya berserakan menyembul ke atas permukaan minyak. Abdullah r.a menyaksikan sendiri pemandangan itu.

Di saat-saat seperti itu, kembali Raja menyarankan Abdullah agar murtad. Namun ia tetap menolaknya.
Raja naik pitam dan segera memerintah agar Abdullah diceburkan ke tungku. Ketika ia digiring mendekati tungku dan merasakan panasnya api, air matanya meleleh. Abdullah menangis.

Raja yang mengetahui hal tersebut bergembira (mengira Abdullah takut, pent.). “Masuklah ke agama Nasrani, kau akan kubebaskan.” “Tidak,” jawab Abdullah.

“Lalu mengapa kamu menangis?” tanya Raja. “Aku menangis karena hanya memiliki satu nyawa, sehingga aku langsung mati ketika diceburkan ke tungku ini. Demi Allah, aku ingin memiliki seratus nyawa, yang semuanya kugunakan untuk mati di jalan Allah, seperti kematian yang akan aku hadapi ini.”

Raja berkata, “Ciumlah kepalaku, kau akan kubebaskan.” “Dan kau bebaskan pula seluruh kaum Muslimin yang kau tawan,” tawar Abdullah.

“Ya,” jawab raja. Abdullah mencium kepala Raja. Setelah itu, Raja memutuskan membebaskan seluruh kaum Muslimin yang ditawan.

Subhanallah! Bagaimana keadaan kita hari ini jika dibandingkan dengan keteguhan Abdullah seperti di atas? “Janganlah sekali-kali kamu mati, kecuali dalam keadaan Muslim.”

Sungguh naïf. Sebagai kaum Muslimin hari ini rela menggadaikan diennya untuk mendapatkan harta atau memenuhi syahwatnya, dan tenggelam dalam kenikmatan duniawi. Selanjutnya mati secara su’ul khatimah. Na ‘udzubill.*/Sudirman (Dari buku: Malam Pertama di Alam Kubur, penulis buku: Dr. A’idh Al-Qarni, M.A.)

Rep: Admin Hidcom

Editor: Syaiful Irwan

No comments: