Mengunjungi Kota Bawah Tanah di Turki

Kota Bawah Tanah dengan 100.000 Penghuni. Di sinilah Romawi, Kristen dan Islam pernah menorehkan sejarahnya
Mengunjungi Kota Bawah Tanah di Turki [1]
Foto: Luthfi Subagyo
Hidayallah.com–Bila ingin belajar tentang peradaban, datanglah ke Turki. Di sini, mencatat dengan baik semua peradaban, mulai sebelum Romawi, saat Romawi berkuasa, digantikan oleh Kristen lalu Islam berjaya.
Usianya memang lebih muda dibanding semua peninggalan yang ada di Cordoba, Spanyol, Portugal dan Maroko yang sudah ada 2000 tahun lalu.
Saya akan memulai dari dari hotel dan gua bawah tanah yang sudah lama menjadi tren di Cappadocia.
Inilah pertama kali saya bermalam di hotel gua. Namun bukan gua yang benar-benar gua. Hotelnya memang merupakan pahatan bukit kapur yang lunak, seperti batu apung vulkanik tak berongga dan padat. Karena itu ruang-ruang yang digunakan sebagai hotelpun sebagian adalah hasil kerokan dari gunung yang utuh. Untuk menambah keindahan biasanya mereka membangun bagian luar seperti flat atau rumah. Namun sebagian lainnya terkubur dalam perut perbukitan itu. Lalu berapa tarifnya semalam? Rata-rata mulai Rp 800 ribu sampai Rp 10 juta permalam, tergantung letak hotel yang menentukan view dan keindahannya. Semakin indah, semakin nyaman, semakin mahal.
Apakah tidak ada yang lebih murah? Tentu saja ada. Hanya, kita harus keluar sedikit dari gugusan keajaiban alam ini dan mencari penginapan di daerah Gorome, sedikit di luar Cappadocia. Disini kita bisa mendapatkan hotel dengan harga Rp 350 ribu per malamnya. Dan untuk mendapatkan tour ke Cappadocia, cukup ambil tour seharian yang harganya 100 Lira Turki per orang, atau sekitar Rp 350 ribu. Mereka akan membawa kita keliling ke Cappadocia dan menyaksikan banyak keindahan alam.

Bukit-bukit kecil atau yang banyak disebut sebagai ‘gunung peri’ kini menjadi hotel mewah dan wah [Foto: Luthfi S]
Cappadocia memang dianugerahi keindahan dan cuaca yang berganti, selain panas, mereka juga punya musim dingin. Di sinilah Romawi, Kristen dan Islam pernah menorehkan sejarahnya. Dan disinilah terdapat lukisan gua yang menunjukkan bahwa Kristen pernah berada dalam ancaman Romawi, ya di Snake Chappel (Kapel Ular), di perbukitan yang menjulang itu ada gambar dua rahib naik kuda dan di bawahnya ada ular yang melingkar sebagai simbol tentara Romawi. Karena itu, salah satu kapel itu dinamakan Kapel ular. Di sini banyak pengikut Kristen pilih sembunyi di gunung dan di dalam tanah. Dan di sini juga menjadi tempat bersembunyi bagi pemeluk Kristen saat Ottoman berdiri, setelah Mohammad Al Fatih menaklukkan Konstanstinopel.
Di akhir musim dingin seperti sekarang (bulan Januari-Februari), dinding batunya juga terasa dingin. Yang diperlukan justru adalah kehadiran heater (pemanas ruangan) sehingga dingin ini tidak menyiksa. Awalnya saya kira sumuk, tapi ternyata malah dingin sekali. Karena cuaca di Cappadocia tidak cukup lembab dan basah, maka jamur atau lumut tidak banyak tumbuh. Sehingga meskipun beberapa sudut ada rembesan air, namun tak juga berlumut.
Bukit-bukit kecil atau yang banyak disebut sebagai ‘gunung peri’ kini menjadi hotel mewah dan wah, pemiliknya banyak penduduk lokal. Sepi saat low session begini, bahkan harganya bisa discount sampai 30 persen. Karena itu, masih saja banyak wisatawan yang berkunjung kesini. Namun jika sudah high session, jalanan batu itu penuh oleh wisatawan. Bar dan cafe juga buka sampai malam.
Pendapatan Cappadocia memang pariwisata, sehingga mempunyai hotel adalah sebuah kemewahan. Misalnya Hotel kecil dengan 14 kamar, Ask-I Derun Boutique Hotel yang dimiliki turun temurun, entah mengapa kini mulai ditawarkan. Hotel yang dapat rating 9,6 di situs perjalanan ini ditawarkan dengan harga harga Rp 6 miliar. Ini bukan hotel terbaik di Cappadocia, termasuk kelas menengah saja.

Dari permukaan, kota ini tidak tampak. Seperti hamparan padang biasa, namun untuk masukknya, biasanya ada pintu yang tersembunyi [Foto: Luthfi S]
Saya sendiri sebenarnya nggak begitu pas menginap di hotel gua seperti ini. Saya cukup beruntung jika kasur yang baru dirapikan tetap rapi dan tidak kejatuhan remah pasir dari atas. Biasanya saya sering sebel, karena baju dan sprei terasa ngeres karena kejatuhan pasir dari atap kamar. Tapi ya kalaupun kejatuhan masih untung, tinggal dikibaskan. Kalau kena tetesan air, agak sumpek juga. Tapi ya namanya zaman batu, itulah asyiknya… back to nature.
Meskipun begitu, kamar mandinya tergolong wah. Ada bejana batu setinggi 40 cm yang tengahnya berlubang. Meskipun ada shower, anda akan dapat fasilitas gayung seperti piring dengan lengkung yang lebih dalam ala zaman romawi. Di kamar mandi juga ada tempat duduk seperti pilar pendek. Anda tinggal buka kran, maka air panas dan dingin keluar. Bejana itu tadi bisa berfungsi untuk merendam kaki atau untuk menampung air, terserah Anda.
Bagi yang suka bertualang, beberapa provider menyiapkan petualangan dengan jeep 4×4 atau ATV untuk menyusuri lembah dan mengambil view terbaik untuk sekadar berfoto. Namun petualangan yang sebenarnya justru ada di kota bawah tanah. Kota bawah tanah? Ya benar. Dalamnya bisa sampai sampai 50 meter terdiri dari 18 tingkat.
Dari permukaan, kota ini tidak tampak. Seperti hamparan padang biasa, namun untuk masukknya, biasanya ada pintu yang tersembunyi. Pintu itu biasanya tersembunyi di bebatuan ada semak-semak. Rapi sekali. Jangan pernah masuk sendiri, jika tidak ingin tersesat. Di lubang yang besarnya hanya 1,50 meter itu ada batu berbentuk bulat seperti roda. Rupanya itulah pintunya, beratnya hampir satu ton. Jika ada ancaman, pintu itu tinggal geser saja.
Tidak hanya manusia, ternak juga tinggal di bawah tanah. Ternak biasanya menempati lantai satu, toko, atau gudang ada di lantai yang dekat dengan permukaan. Sementara penduduk tinggal di tingkat yang lebih dalam.
Untuk masuk ke kota ini, jalannya sempit, hanya muat seorang, tak bisa berpapasan. Saya sempat masuk sampai lantai empat, namun kemudian memutuskan untuk kembali ke permukaan. Jalan sekecil itu bukan tanpa skenario, kalau ada musuh yang menyerbu masuk, mereka pasti akan masuk satu persatu. Maka mudah bagi penghuni untuk membantainya.
Meskipun sekarang dialiri listrik agar tidak gelap, masih nampak bekas ada cerobong tempat masuknya udara dari ruang ke ruang. Sehingga dari lantai empat pun kita bisa melihat cahaya yang masuk dari lubang kecil itu.
Benar-benar labirin! Anda yang phobia pada ruang kecil, jangan sekali-kali nekad turun terus ke bawah. Bisa megap-megap karena panik.
Struktur bangunan ini mampu bertahan ribuan tahun tanpa ditopang tiang. Bentuknya ya seperti ruangan di setiap lantai, lalu ada beberapa jalan kecil, yang entah kemana. Sekarang jalan itu diberi petunjuk tanda panah. Kalau merah ke tingkat terbawah, kalau biru berarti akan mengarah ke atas alias keluar.
Lalu seberapa besar ‘kota’ ini? */diceritakan Luthfi Subagyo

No comments: