Abu Hurairah r.a., Sahabat yang Sering dalam Kondisi Lapar

Abu Hurairah selalu bersandar karena tak kuat menahan lapar. Ia juga sering mengikatkan batu ke perut untuk sekedar menahan lapar.



Abu Hurairah r.a., Sahabat yang Sering dalam Kondisi Lapar
Ilustrasi.
ABDURRAHMAN bin Auf meriwayatkan bahwa Abu Hurairah r.a berkata, “Jika aku diperintahkan untuk mengikuti seseorang, lalu aku bertanya kepadanya tentang satu ayat di dalam Al-Qur’an niscaya aku lebih tahu tentang ayat tersebut daripada dirinya dan keluarganya. Namun, aku tidak mau mengikutinya, kecuali dia mau menyuguhkan segenggam kurma dan satu mangkuk tepung yang enak untuk mengganjal perutku yang lapar.”

Pada suatu malam, Abu Hurairah r.a berjalan bersama Umar r.a. Dalam perjalanan tersebut ia menceritakan sesuatu kepadanya hingga tanpa terasa mereka sudah sampai di depan pintu rumah Umar. Umar lalu menyandarkan punggungnya di pintu tersebut. Dia menghadapkan wajahnya kepada Abu Hurairah r.a.

Abu Hurairah r.a terus bercerita kepadanya. Ketika selesai menceritakan sebuah kisah, ia menceritakan kisah yang lain. Akan tetapi, tetap saja ia tidak disungguhi makanan. Karena itu, Abu Hurairah memilih pergi.

Beberapa saat setelah itu Umar menemui Abu Hurairah dan berkata, “Wahai Abu Hurairah, seandainya saat itu di rumahku ada makanan, pasti aku berikan kepadamu.”

Abu Rafi meriwayatkan bahwa Abu Hurairah r.a. berkata, ”Jika seseorang memberi hadiah kepadaku, aku pasti menerimanya. Akan tetapi, aku sama sekali tidak pernah meminta-minta.”

Suatu saat Abu Hurairah jatuh pingsan di antara rumah Aisyah dan mimbar Rasulullah karena tak kuat menahan lapar. Setelah itu, ada seorang laki-laki lewat. Dia pun mendekat ke Abu Hurairah dan duduk di atas dadanya. Abu Hurairah pun mengangkat kepala dan berkata padanya, “Aku pingsan bukan karena sakit ayan, tetapi lantaran tak kuat menahan lapar.” (HR. Bukhari dan Tirmidzi; hadits sahih)

Menurut Dzahabi, laki-laki itu mengira Abu Hurairah terserang penyakit ayan. Karena itu, dia duduk di atas dadanya untuk membantu menyadarkannya.

Abu Hurairah r.a. pernah berkata, “Demi Allah, aku selalu bersandar karena tak kuat menahan lapar. Aku juga sering mengikatkan batu ke perutku untuk sekedar menahan lapar. Pernah ketika aku duduk di satu jalan, Abu Bakar lewat di depanku. Aku pun bertanya kepadanya tentang satu ayat Al-Qur’an. Aku bertanya tentang ayat itu bukan karena aku tidak tahu, melainkan karena ingin dia mengajakku ke rumahnya. Tetapi, dia tidak paham akan maksudku. Karena itu, dia terus saja berjalan tanpa mempedulikan aku.

Setelah itu, Umar lewat. Aku pun melakukan hal yang sama seperti aku lakukan kepada Abu Bakar. Namun, Umar terus saja berjalan. Beberapa saat kemudian, Rasulullah lewat di depanku. Ternyata beliau tahu kalau aku sedang lapar. Hal itu beliau ketahui dari raut wajahku. Beliau memanggilku, ‘Abu Hurairah!’ Aku menjawab, ’Aku, wahai Rasulullah.’

Setelah itu, aku diajak ke rumah beliau. Ketika tiba, di rumah beliau, beliau melihat susu di sebuah bejana. Rasulullah bertanya, ‘Dari mana susu ini?’ Seseorang menjawab, ‘Tadi si fulan mengirim susu itu untukmu.’

Rasulullah lalu bersabda, ‘Wahai Abu Hurairah, temuilah Ahlush-Shuffah, lalu ajaklah mereka (kemari).’

Ahlush-shuffah adalah para tamu Islam. Mereka tidak memiliki harta dan istri. Karena itu, ketika Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam menerima sedekah, beliau langsung memberikan semuanya kepada mereka. Beliau tidak mengambil sedekah itu sedikit pun. Demikian juga apabila beliau menerima hadiah, beliau mengambil sebagian hadiah itu, kemudian selebihnya beliau bagikan kepada mereka.

Namun, tatkala Rasulullah menyuruhku untuk memanggil Ahlush-Shuffah agar mereka menikmati susu itu, aku sedikit merasa kecewa. Aku bergumam, ‘Sebenarnya, aku berharap bisa kuat. Kalau susu ini dibagikan ke Ahlush-Shuffah, manfaat apa yang mereka dapatkan?’ Namun, taat kepada Allah dan Rasul-Nya adalah sebuah kewajiban. Karena itu, aku tidak mungkin menolak permintaan Rasulullah. Dengan senang hati, aku pun melangkah mendatangi Ahlush-Shuffah untuk mengundang mereka.

Ketika aku sampai di sana, mereka menyambutku dengan penuh rasa cinta. Mereka pun memenuhi undangan Rasulullah. Ketika mereka berkumpul dan duduk dengan rapi, Rasulullah berkata, ‘Wahai Abu Hurairah, ambillah (susu tadi) lalu berikan kepada mereka.’

Aku memberikan susu itu kepada seorang laki-laki di antara mereka, lalu dia meminumnya sampai kenyang. Ketika aku selesai membagikannya kepada mereka semua, aku pun memberikannya kepada Rasulullah. Beliau lalu memandangku dengan tersenyum sembari bersabda, ‘Sekarang, tinggal aku dan kamu (yang belum minum).’

‘Benar, wahai Rasulullah,’ tandasku. Beliau lalu bersabda, ’Minumlah, wahai Abu Hurairah.’

Aku pun meminumnya. Beliau menyuruhku minum susu itu hingga berkali-kali. Hingga pada akhirnya aku katakan kepada beliau, ’Demi Zat yang telah mengutus engkau dengan kebenaran, perutku sudah tidak bisa menampung susu itu lagi, wahai Rasulullah.’

Setelah itu, beliau menambil sisa susu itu, lalu meminumnya.” (HR. Bukhari dan Tirmidzi; hadits sahih).*/Sudirman (Dikutip dari buku Ensiklopedia Akhlak Muhammad Saw, penulis Mahmud al-Mishri)

No comments: