Perhatian Imam Al Ghazali terhadap Talaqqi Hadits

Perhatian Imam Al Ghazali terhadap Talaqqi Hadits
DALAM bidang fiqih, ushul fiqih, aqidah serta ilmu tashawuf kapasitas Imam Al Ghazali tentu tidak ada yang meragukan lagi, disebabkan masyhurnya karya-karya Imam Al Ghazali terhadap bidang ilmu tersebut. Dalam fiqih, Imam Al Ghazali memiliki, Al Basith, Al Wasith, Al Wajiz serta Al Khulashah. Dalam ushul fiqih, Imam Al Ghazali memiliki Al Mustashfa. Dalam bidang aqidah, Imam Al Ghazali memiliki Al Iqtishad fi Al I’tiqad dan beberapa kitab lainnya serta dalam tashawwuf, Al Ghazali memiliki Ihya Ulumiddin dan tentu masih banyak karya-karya Al Ghazali dalam berbagai bidang yang telah disebutkan selain kitab-kitab tersebut.

Dalam bidang fiqih sendiri, sanad keilmuan Imam Al Ghazali sampai kepada Imam Asy Syafi’i melalui delapan ulama. Sedangkan sanad Imam Al Ghazali yang bersambung kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam melalui perantara 12 ulama besar (lihat, Kifayah Al Mustafid, hal. 23).

Sejauh Mana Pengetahuan Imam Al Ghazali terhadap Hadits?

Jika dalam ilmu-ilmu di atas Imam Al Ghazali merupakan imam di bidangnya, namun bagaimana dengan ilmu hadits? Imam Al Hafidz Tajuddin As Subki menyatakan dalam hal ini,”Adapun Imam Al Ghazali dikenal bahwa ia dalam hadits tidak memiliki “yad al basithah” (kelebihan besar) dalam hadits.” (Thabaqat Asy Syafi’iyyah Al Kubra, 6/249)

Imam As Subki memilih ungkapan “yad al basithah” yang merupakan kinayah yang menunjukkan kelebihan yang cukup besar,  untuk mensifati pengetahuan Imam Al Ghazali mengenai hadits. Tentu hal itu tidak menafikan sama sekali pengetahuan dan perhatian Imam Al Ghazali dalam bidang ilmu ini, hanya saja pengetahuan itu dinilai belum sampai tingkatan yang sangat tinggi dalam standar As Subki sebagai seorang hafidz hadits, yakni orang yang telah sampai derajat tertinggi dalam penguasaan terhadap hadits.

Sehingga dengan demikian, pengetahuan Imam Al Ghazali tentang hadits tidak meskipun belum sampai tingkatan puncak, namun tidak bermakna bahwa Imam Al Ghazali sama sekali tidak memiliki perhatian dalam bidang ini. Dalam ilmu hadits riwayah, Imam Al Ghazali telah menempuhnya, dengan mengambil hadits dari para huffadz hadits yang masyhur di masanya.

Talaqqi Shahih Al Bukhari Sebelum Rihlah Bait Al Maqdis

Al Ghazali menempuh cara muhadditsin yakni dengan sama’ hadits dari para huffadz hadits. Imam As Subki sendiri menulis menjelaskan dalam Thabaqat Al Kubra-nya bahwa Imam Al Ghazali berguru  hadits dari para huffadz.

Di awal menunutut ilmu Imam Al Ghazali telah menempuh cara ini, sebagaimana dikatakan Al Hafidz Ibnu Asakir, ”Beliau telah menyimak Shahih Al Bukhari dari Abu Sahl Muhammad bin Abdillah Al Hafshi dan menjadi guru di Madrasah Nidhamiyah di Baghdad. Kemudian keluar ke Syam mengunjungi Bait Al Maqdis. Kemudian menuju Damaskus tahun 489 H dan bermukim beberapa waktu di sana. Telah sampai kepadaku bahwa di sana beliau menulis beberapa karya beliau. Kemudian kembali ke Baghdad lalu ke Khurasan. Kemudian mengajar beberapa saat di Thus, setelah itu meninggalkan pengajaran dan perdebatan untuk menyibukkan diri dengan ibadah.” (Lihat, Thabaqat As Syafi’iyah Al Kubra, 6/210).

Apa yang disampaikan oleh Al Hafidz Ibnu Asakir di atas menunjukkan bahwa Imam Al Ghazali telah menyimak Al Bukhari jauh sebelum melakukan rihlah ke Bait Al Maqdis dan jauh sebelum menyimaknya di akhir hayatnya di Thus. Hal ini merupakan sanggahan bagi mereka yang menyangka bahwa Imam Al Ghazali hanya belajar hadits di akhir hayat saja, yang mana hal itu dijadikan pondasi terhadap klaim bahwa Imam Al Ghazali telah meninggalkan pendapat-pendapatnya sebelumnya. Jika pondasi telah runtuh, maka apa yang telah dibangun di atasnya pun runtuh pula.

Talaqqi As Shahihain Setelah Rihlah

Kemudian Hafidz Ibnu Asakir menyebutkan,”Disebutkan bahwa beliau mengundang Abu Al Fityan Umar bin Abi Hasan Ar Rawasi, seorang hafidz di Thus, dan memulyakan beliau. Beliau (Al Ghazali) menyimak dari beliau (Ar Rawasi) Shahih Bukhari dan Muslim” (Lihat, Thabaqat As Syafi’iyah Al Kubra, 6/210).

Al Hafidz Abdul Ghafir Al Farisi, “Di akhir hayat, beliau menyambut hadits Al Musthafa Shalallahu Alaihi Wasallam, dan duduk bersama para ahlinya, serta menelaah As Shahihain, Bukhari dan Muslim, yang mana keduanya (As Shahihain) merupakan hujjah Islam. Seandainya beliau masih hidup maka benar-benar melampaui semuanya dari disiplin ilmu tersebut (hadits), dengan waktu yang cukup singkat, beliau meluangkan waktu untuk memperolehnya.”

Tidak Jadi Masalah Bagi Karya Imam Al Ghazali

Kemudian, Abdul Ghafir Al Farisi melanjutkan,”Tidak diragukan lagi bahwa beliau telah menyimak hadits di waktu-waktu sebelumnya dan beliau menyibukkan diri dengan menyimaknya di akhir hayat walau tidak sebagai perawi, namun hal itu tidak membahayakan terhadap apa yang beliau tinggalkan dari buku-buku yang ditulis dalam masalah ushul, furu’ dan seluruh varian (karya) yang tiada henti-hentinya disebut. Dan ditetapkan oleh mereka yang telah menelaah bahwa tidak ada yang meninggalkan karya yang sebanding dengannya” (Lihat, Thabaqat As Syafi’iyah Al Kubra,6/210).

Ar Rawasi Hafidz Hadits yang Miliki 3600 Guru

Ar Rawasi sendiri seorang hafidz hadits yang memperoleh periwayatan di Mesir, Syam, Marwa dan Al Jazirah. Para ulama menyebutkan bahwa ulama hadits ini memperoleh periwayatan hadits-hadits dengan berkeliling dunia, hingga dijuluki sebagai hafidz al jawwal. Ibnu Nuqthah menyampaikan bahwa sejumlah ulama yang mengatakan,  Ar Rawasi mengambil periwayatan dari 3600 ulama. Imam Adz Dzahabi menyebutkan bahwa Al Ghazali menyimak darinya Ash Shahihain (lihat, Tadzkirah Al Huffadz, 4/1237,1238).

Hal ini menegaskan bahwa dalam menuntut hadits, Imam Al Ghazali menempuh metoda yang ideal bagi para penuntut hadits, dimana ia menuntut hadits hadits dari para huffadz besar di masanya.

Talaqqi Sunan Abu Dawud

Tidak hanya As Shahihain, Imam Al Ghazali juga menyimak Sunan Abu Dawud dari Al Hakim Abu Al Fath  Al Hakimi Ath Thusi (lihat, Thabaqat Asy Syafi’iyyah Al Kubra, 6/ 212-215).

Imam Al Ghazali sendiri menyatakan mengenai Sunan Abu Dawud, bahwasannya kitab ini merupakan bekal bagi para mujtahid untuk melakukan ijtihad (lihat, Al Mustashfa, 2/ 351).

Tentu, Imam Al Ghazali tidak akan berkata demikian, jika tidak memiliki penguasaan terhadap kitab hadits ini.

Talaqqi Kitab Hadits Lain

Disamping menyimak sejumlah kitab hadits di atas, Imam Al Ghazali juga telah menyimak dua juz kitab Maulid Ar Rasul yang ditulis oleh Abu Bakar As Syaibani dari Syeikh Abu Abdullah Muhammad bin Muhammad Al Khuwari (lihat, Thabaqat As Syafi’iyah Al Kubra, 6/213).

Dengan demikian, tidak bisa diterima bahwa Imam Al Ghazali mendalami hadits hanya di masa akhir hayatnya. Demikian juga tidak bisa diterima bahwa Imam Al Ghazali tidak memiliki perhatian terhadap hadits. Wallahu Ta’ala A’la wa A’lam.

No comments: