Sejarawan: Suku Mante Sudah Punah

Sejarawan: Suku Mante Sudah Punah


SEJARAWAN Aceh, Rusdi Sufi memperkirakan saat ini suku Mante sudah tidak ada lagi di Aceh. Keyakinan ini didasari atas berbagai peristiwa di Aceh yang dapat mengusik suku itu jika masih ada, mulai dari konflik hingga penguasaan lahan yang menjamah hampir semua hutan Aceh.

“Saya meragukan video tentang penemuam suku Mante. Secara ilmiah tidak bisa dipertanggungjawabkan,” katanya saat diwawancarai Serambi di Kantor Majelis Adat Aceh (MAA), Banda Aceh, Jumat (31/3) menanggapi video tentang penemuan sosok yang diduga suku Mante yang sempat viral di media sosial.

Kendati demikian, Rusdi menyebutkan dalam sejarah Aceh memang ada dikenal suku Mante, tetapi hanya berdasarkan cerita-cerita orang tua terdahulu (nenek moyang) dan tidak tercatat dalam sejarah Aceh. Suku ini disebutkan sebagai suku asli Aceh.

Menurut Rusdi, bentuk tubuh suku ini pendek-pendek. Sementara kata Mante, bermakna orang keterbelakangan atau orang tidak tahu apa-apa. Selain Mante, kata Rusdi, di Aceh juga ada suku yang bentuk tubuhnya berbadan dan kepala besar, namun tidak diketahui namanya.

Suku Mante, ungkap Rusdi, sudah ada sejak sebelum dan sesudah masuknya Islam ke Aceh. Namun suku ini tidak pernah berbaur dengan orang lain dan suka tinggal di pengasingan.

Dalam kehidupan masyarakat sekarang, kata Rusdi, nama suku ini sering disebutkan sebagai konotasi negatif. Contohnya, “Kah lagee Bante (Mante). (Kamu seperti Bante).” Penyebutan kata Mante untuk menunjukkan bahwa orang tersebut tidak tahu apa-apa.

Beberapa buku ada menyebut tentang keberadaan suku Mante. Saat zaman penjajahan Belanda, suku ini disebutkan juga masih ada. Dalam buku yang ditulis orang Belanda berjudul Vanlange (1888), dituliskan tentang susunan pemerintahan Aceh, termasuk menceritakan keberadaan suku Mante setelah mewawancarai orang tua zaman dahulu, tanpa bertemu langsung dengan suku itu.

“Jadi, keberadaan suku ini hanya berasal dari cerita-cerita orang tua, tidak pernah dijumpai dan tidak diketahui keberadaannya. Sayangnya, tidak adanya penelitian antropologi tentang suku ini. Tapi hanya ada penyebutan saja (dari mulut ke mulut),” katanya.

Untuk sekarang, kata Rusdi, tidak mungkin lagi dilakukan penelitian atau kajian karena suku ini sudah tidak ada lagi. “Jika kini muncul lagi tidak mungkin. Saya ragu terhadap video yang beredar itu. Yang ditemukan saya kira bukan suku Mante, sebab di Aceh tidak ada lagi suku terasing,” ujarnya.

Menurut dia, Sultan Alkahar pernah membagi orang Aceh ke dalam empat suku yaitu suku 300, suku Tuk Bate, suku Ja Sandang, dan suku Imuem Peut. Keempat suku ini kala itu hidup dalam solidaritas yang kuat. Sedangkan suku Mante tidak masuk dalam penggolongam suku yang ditetapkan Sultan.

Nama Mante pertama kali diperkenalkan oleh Dr Snouck Hurgronje dalam bukunya, De Atjehers. Dia mengartikan Mante adalah istilah untuk tingkah kebodoh-bodohan dan kekanak-kanakan. Snouck sendiri mengaku belum pernah bertemu dengan Suku Mante.

Snouck dalam bukunya juga menyebut Mante adalah orang Mantran yang tinggal di perbukitan Mukim XXII. Dijelaskan, pada abad XVIII, sepasang warga Suku Mante ditangkap lalu dibawa ke Sultan Aceh. Mereka tidak mau berbicara, makan, dan minum. Akhirnya, keduanya mati.(mas)

No comments: