5 Sosok Arya Damar, dalam Sejarah Melayu Palembang ?

Pelabuhan Kukang (Palembang), telah ber abad-abad menjadi salah satu pusat pedagangan di Nusantara. Dan tidaklah berlebihan, apabila Maha Patih Gajah Mada dalam Sumpah Palapa-nya, menempatkan Palembang sebagai wilayah yang wajib dikuasai.
Dalam naskah-naskah kuno, Perwakilan Majapahit di Palembang menggunakan istilah “Adipati Arya Damar”, yang apabila kita selusuri, terdiri dari beberapa tokoh. Hal inilah yang sering kali membuat bingung Sejarawan, sebab terkadang kisah dari sosok “Adipati Arya Damar”, saling tertukar dan tumpang tindih.

Arya Damar, dalam Sejarah Melayu
Ada hal menarik, meskipun nama “Adipati Arya Damar” banyak beredar dalam naskah-naskah kuno di Pulau Jawa, justru nama tersebut tidak sama sekali disinggung dalam Naskah Sejarah Melayu.
Dalam Sejarah Melayu tertulis kedatangan Sang Suparba di Bukit Siguntang (pada sekitar tahun 1285 M), disambut Demang Lebar Daun. Peristiwa kedatangan Sang Suparba ini, hanya berjarak sekitar 23 tahun dari pelantikan Arya Damar sebagai Adipati Palembang pada tahun 1308 M.
Setelah Kepemimpinan Sang Suparba, Sejarah Melayu mengisahkan Pemerintahan Palembang dipegang oleh anak keturunan, puteri angkatnya Puteri Tunjung Buih.
Di sisi lain, dalam naskah-naskah kuno dikatakan, dimasa awal abad ke-14 M, yang memerintah Palembang adalah anak keturunan Adipati Arya Damar dengan istrinya bernama Puteri Ciu Chen.
Apakah Puteri Tunjung Buih itu adalah nama lain dari Puteri Ciu Chen ?
Dengan berpedoman kepada Sejarah Melayu, sangat besar kemungkinan yang menjadi suami dari Puteri Tunjung Buih (Ciu Chen) adalah Adipati Arya Damar. Dan dari pernikahan keduanya, melahirkan 3 putera, yaitu :
1. Arya Barak (Ratu Bhatãra di Wayan/Puyang Semidang Aji/Panglima Timur)
2. Arya Gading (Ratu Bhatãra di Made/Puyang Gading/Panglima Barat)
3. Arya Yasa (Ratu Layang Petak atau Puyang Melayang)
Misteri 5 Sosok Arya Damar
Dari berbagai kisah yang ada di masyarakat, setidaknya ada 5 tokoh, yang di-identifikasikan sebagai Arya Damar, yaitu :
a. Adityawarman

Tokoh Adipati Arya Damar, yang paling awal bisa dideteksi adalah Adityawarman. Adityawarman adalah putera pejabat kerajaan Majapahit bernama Adwaya Brahman, sementara ibunya Dara Jingga, seorang putri Kerajaan Darmasraya. Sosok Adityawarman nampaknya juga identik dengan tokoh Diwe Gumay yang terdapat dalam naskah-naskah di Sumatera Selatan.
Di kisahkan Adityawarman berjasa dalam menumpas para pepatih di wilayah situlembang, kemudian diangkat menjadi Adipati Palembang pada tahun 1308 M. Roda pemerintahan di Palembang, lebih banyak dijalankan oleh istrinya Ciu Chen, dikarenakan Adityawarman sering berpergian dalam menjalankan tugasnya sebagai Pejabat Tinggi Kerajaan Majapahit.
Pada tahun 1347 M, bersama istrinya yang lain Puti Jamilan, Adityawarman merintis pendirian Kerajaan Pagaruyung. Pemerintahan di Palembang, ia serahkan kepada anak-anaknya dari Puteri Ciu Chen, dibantu Patih Palembang bernama Arya Sampang.
Dalam Naskah Gumay, Penguasa Bukit Siguntang (Palembang) setelah Diwe Gumay (Adityawarman) adalah puteranya bernama Ratu Iskandar Alam (mungkin nama lain dari Puyang Semidang Aji), sedangkan di daerah Pagaruyung dilanjutkan puteranya bernama Ratu Selimbar Alam (Ananggawarman, memerintah Pagaruyung 1357-1405).
b. Arya Dillah
Diperkirakan Arya Dillah (Jaka Dillah) lahir tahun 1415, dan merupakan anak Prabu Wikramawardhana (memerintah Majapahit, 1389-1429). Ketika menjabat menjadi Adipati Palembang, ia kedatangan mubaligh Muslim bernama Ali Rahmatullah (Sunan Ampel), yang membimbingnya menjadi seorang mualaf.
Dalam buku Suluk Abdul Jalil: perjalanan ruhani Syaikh Siti Jenar, tulisan Agus Sunyoto, tercatat Aria Dillah memiliki istri, bernama Nyimas Sahilan binti Syarif Husein Hidayatullah (Menak Usang Sekampung), dari istrinya ini Aria Dillah memiliki putera bernama Raden Sahun. Dalam naskah Mertasinga, Ario Dillah memiliki seorang puteri yang kemudian menikah dengan Arya Palembang.
c. Arya Palembang (Abdullah Azmatkhan)
Sebelum Arya Palembang diangkat menantu oleh Arya Dillah. Arya Palembang telah menikah dengan Nyai Ratna Subanci, yang kemudian memperoleh putera bernama Raden Husein (Kusen), Adipati Terung.
Di dalam Naskah Mertasinga Arya Palembang menikahi Nyai Ratna Subanci, selir Kerajaan Majapahit yang hijrah ke Palembang. Kedatangan Nyai Ratna Subanci ke Palembang, dalam upaya meyelamatkan bayi putera dari Putri Champa, yang bernama Raden Hasan (Raden Fattah). Sejarah mencatat, kelak di kemudian hari, sekitar tahun 1478 M, Raden Fattah diangkat menjadi Sultan Demak oleh Walisongo.
Kemungkinan Arya Palembang adalah orang yang dimaksud sebagai Arya Damar dalam catatan Sayyid Bahruddin Azmatkhan. Dalam catatan itu, Arya Damar dikatakan sebagai anak keturunan dari Sayyid Abdul Malik Azmatkhan.
d. Pangeran Sukemilung (Si Pahit Lidah)
Pangeran Sukemilung adalah anak dari Ratu Raja Muda (Ratu Kebuyutan). Di dalam naskah Sumatera Selatan, Pangeran Sukemilung (Arya Damar) dikisahkan memiliki istri bernama Maharatu Putri Semidang Biduk Putri Sultan Moeghni.
Masa kepemimpinannya diperkirakan sebelum era Syahbandar Pai Lian Bang (sekitar tahun 1485 M). Pangeran Sukemilung (Si Pahit Lidah/Serunting Sakti) berputera tujuh orang, yaitu :
1. Serampu Sakti, yang menetap di Rantau Panjang Bengkulu Selatan
2. Gumatan, yang menetap di Pasemah Padang Langgar, Lahat
3. Serampu Raye, yang menetap di Tanjung Karang Enim
4. Sati Betimpang, yang menetap di Ulak Mengkudu, Ogan
5. Si Betulah, yang menetap di Saleman Lintang, Lahat
6. Si Betulai, yang menetap di Niur Lintang, Lahat
7. Bujang Gunung, yang menetap di Ulak Mengkudu Lintang, Lahat
e. Pangeran Guru
Pangeran Guru adalah seorang tokoh perantauan dari tanah Jawa. Pangeran Guru dikenal memiliki kesaktiana dan membuka padepokan di Palembang.
Tokoh yang hidup di era akhir Kerajaan Majapahit ini dalam Babad Dermayu di-identifikasi sebagai Arya Damar, meskipun Pangeran Guru sendiri belum pernah menjabat sebagai Adipati.
Pangeran Guru diceritakan pada tahun 1527, tewas terbunuh setelah adu kesaktian dengan Endang Darma.

WaLlahu a’lamu bishshawab

No comments: