“Amma Ba’du” dalam Khutbah, Siapa Pencetusnya?

Republika/Agung Supriyanto  Suasana saat khutbah pada shalat Jumat.  (ilustrasi)
Suasana saat khutbah pada shalat Jumat. (ilustrasi)
Anda tentu pernah dan bahkan sering mendengarkan kata “Amma Ba’du”di berbagai sambutan, ceramah, atau pidato apapun. Siapakah orang yang pertama kali mencetuskan kata yang berfungsi sebagai penjeda antara kalimat pujian berupa alhamdulillah dan seterusnya itu? 
Kata ‘Amma  Ba’du’ secara linguistik berarti dan segala sesuatu yang ada setelah itu (perkataan alhamdulillah). Dan, ternyata orang yang pertama kali mencetuskan dan memulai penggunaan kata ini adalah Nabi Dawud AS. 
Fakta ini ditegaskan Abu Hilal al-‘Askary dalam kitabnya yang berjudul al-Awa’il. Kesimpulan tersebut merujuk pada penafsiran ayat ke-20 Surah Shaad. 
“Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan kepadanya hikmah dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan.” 
Kata fahsl al-khithab dalam ayat tersebut oleh sebagian kalangan ditafsirkan dengan pemaknaan kata “Amma Ba’du”, seperti pendapat Abu Musa al-Asy’ari dan as-Sya’bi.
Meski ada pula yang memaknai kata fashl al-khithab dengan persaksian dan keimanan dalam menyelesaikan sebuah persoalan.  
Sedangkan makna kalimat “Amma Ba’du”, al-‘Askary menjelaskan yaitu kalimat yang memberi jeda antara untaian pujian terhadap Allah SWT, sebelum memulai pembicaraan lain yang lebih mendalam ke inti persoalan. 
Kalimat ini pun akhirnya secara turun menurun diwariskan dalam tradisi ceramah, pidato, khutbah, dan sambutan-sambutan lain di kalangan bangsa Arab dan bertahan hingga sekarang. 
Bahkan tidak hanya dilakukan bangsa Arab, tetapi juga umat Islam seantero dunia yang mengawali mukadimah ceramah mereka dengan redaksi pujian dan shalawat berbahasa Arab. 
  

No comments: