Asal Melayu Betawi dari Bukit Siguntang Palembang ?

Pada tahun 1308 M, Penguasa Bukit Siguntang Sang Suparba membagi kerajaannya menjadi dua bagian. Di bagian Hilir ia serahkan kepada paman istrinya, sementara disebelah Hulu ia amanatkan kepada anak angkatnya Putri Junjung Buih.
Tidak lama selepas serah terima pemerintahan, Sang Sapurba beserta ribuan tentaranya berlayar meninggal Bukit Siguntang. Kepergiannya adalah untuk memenuhi undangan sahabatnya Raja Tanjung Pura, yang sedang mendapat ancaman dari gerombolan perompak.

Pemukiman Melayu di Tanah Jawa
Sesampai rombongan di kuala Palembang, mereka berbelok ke arah selatan menuju pulau Jawa. Setelah berhari-hari berlayar, sampailah mereka di Kerajaan Tanjung Pura yang berada di pinggir sungai Citarum.
Kedatangan sahabat beserta ribuan tentaranya ini, disambut suka cita oleh Raja Tanjung Pura. Setidaknya beban menjaga keamanan Pelabuhan Kalapa, akan berkurang berkat bantuan rombongan pasukan dari Bukit Siguntang.
Untuk mempererat tali silaturahim, Raja Tanjung Pura menikahkan putranya bernama Cakradhara dengan putri Sang Suparba yang bernama Putri Cendera Dewi. Sementara adik perempuan Cakradhara, menikah dengan anak laki-laki Sang Suparba yang bernama Sang Maniaka.
Di kemudian hari, Sang Maniaka akan menggantikan mertuanya sebagai Raja Tanjung Pura, sementara Cakradhara akan diangkat menjadi Batara Majapahit, mendampingi istrinya yang lain, yang bernama Ratu Tribhuwana Tunggadewi, puteri Raden Wijaya (Sumber : Fakta Sejarah Tanjung Pura (Majapahit) bukan di Kalimantan, Misteri Prabu Hayam Wuruk, menurut Sejarah Melayu).

Awal Mula Melayu Betawi
Rombongan dari Bukit Siguntang, sebagian ada yang melanjutkan perjalanan bersama Sang Suparba, sebagian lagi tetap berdiam di Tanjung Pura. Pasukan Melayu Palembang yang tinggal di Tanjung Pura inilah yang menjadi Cikal Bakal Suku Melayu Betawi.
Daerah Tanjung Pura pada saat ini termasuk di dalam Kabupaten Karawang. Di wilayah ini terdapat kelenteng tertua, serta merupakan lokasi Pesantren yang didirikan oleh Syekh Quro (Syekh Hasanuddin bin Syekh Yusuf Siddiq).
Menurut Sejarawan Betawi Ridwan Saidi, Karawang dulunya terdapat daerah yang suci dan tertutup, dibuktikan dengan ditemukannya Kompleks Bangunan di Candi Batu Jaya. Dari sinilah muncul istilah Pitawi yang dalam bahasa melayu kuno berarti larangan, dan lama kelamaan menjadi Betawi, yang ditujukan kepada Kaum Melayu yang tinggal di Karawang dan sekitarnya.
Masyarakat Betawi kemudian menyebar di sekitar aliran sungai Ciliwung, Cisadane, Kali Bekasi dan Citarum. Dan saat ini mereka banyak bertempat tinggal di wilayah DKI Jakarta, Bekasi, Karawang, Depok, Bogor dan Tanggerang.

WaLlahu a’lamu bishshawab

No comments: