Belajar Menahan Hawa Nafsu Dari Sayyid Quthb

qutubia 

BULAN Ramadhan beberapa bulan kedepan adalah momentum bagi umat manusia melatih dirinya mengendalikan hawa nafsu. Hawa nafsu adalah kecenderungan jiwa kepada sesuatu baik itu berupa kebaikan atau keburukan. Setiap ayat Al Qur’an yang menyebutkan tentang hawa nafsu selalu dalam bentuk pencelaan di samping mengingatkan agar kita tidak mengikuti dan cenderung kepadanya. Di sinilah kita ditempa oleh Allah Shubhanahu Wata’ala di bulan yang suci. Bulan di mana setiap orang beriman dituntut untuk mendahulukan kewajibannya dengan mengendalikan hawa nafsunya.
Salah satu ibrah menahan hawa nafsu itu dapat kita petik dari seorang ulama dan sastrawan kenamaan asal Mesir. Dialah Sayyid Quthb. Kisah menahan hawa nafsu dari penulis tafsir Fi Zhilalil Qur’an ini dimulai saat ia menuju Amerika Serikat. Ia menumpang sebuah kapal laut dari Mesir menuju benua Amerika dalam rangka melakukan tugas penelitian. Kisah ini tertuang dalam buku “Amarieeka Minaddaghili”, karangan Dr. Abdul Sholah Fatah Al Kholidi yang menulis secara khusus pengalaman Sayyid Quthb di negeri Paman Sam.
Al Kholidi menulis bahwa Sayyid Quthb yang baru saja ditolak cinta oleh pujaan hatinya (calon istri), harus mengalami ujian silih berganti. Cobaan untuknya pertama kali terjadi ketika seorang wanita cantik tiba-tiba mengajaknya berhubungan seksual di sebuah kamar kapal. Hal itu terjadi tidak lama setelah Sayyid Quthb memasuki kamarnya untuk istirahat.
Saat itu suara seorang perempuan terdengar mengetuk pintu kamarnya. Sayyid Quthb lalu membukanya. Tak disangka, ternyata di hadapannya telah berdiri seorang wanita setengah telanjang dengan gaya merangsang. Sang wanita itu menyapa Sayyid lewat bahasa Inggris, “Bolehkah saya menjadi tamu tuan malam ini?”
Sayyid terperangah. Ia hampir saja kalap. Ia sadar sedang diuji oleh Allah, karena Sayyid sudah bertekad menyerahkan seluruh jiwa dan raganya hanya untuk Islam. “Saya bermaksud menjadi orang kedua, yakni orang Islam yang loyal dan kukuh, dan Allah berkehendak menguji saya: apakah maksud dan niat saya ini benar, atau hanya sekedar bisikan hati saja?” gumam Sayyid membatin.
Namun bukan Sayyid Quthb namanya jika tidak tahu bahwa inilah ‘jawaban’ yang diberikan oleh Allah ketika ia betul-betul berjanji ingin memperbaiki diri. Ia lekas mengangkat kepalanya, lalu menolak rayuan wanita itu secara halus. Namun, wanita itu bergeming. Melihat kondisi tidak berubah ke arah lebih baik, Sayyid mengatakan, “Di kamar hanya ada satu tempat tidur, maaf.”
Mendengar jawaban Sayyid, wanita itu semakin mendesak untuk masuk. Ia bak singa lapar ingin menerkam mangsanya lewat tampilan sensual penuh godaan. Pada titik itulah, Sayyid bersikap lebih tegas. Lewat iman yang teguh, ia mengusir sang wanita menjauh dari kamar.
Begitu lulus dari ujian yang pertama, Sayyid Quthb segeramengucap: “Alhamdulillah, saya merasa bangga dan bahagia, karena saya telah berhasil memerangi hawa nafsu. Dengan demikian nafsu itu berjalan di atas jalan tekad yang saya tentukan.”
Wanita itulah senjata pertama yang dirancang Amerika untuk menggoda dan meruntuhkan iman Sayyid. Namun, Allah lebih mengetahui ketetapan jalan yang beliau pilih, yakni jalan Allah, jalan keimanan, jalan cahaya Rabbani yang terang menyala-nyala hingga Allah memberinya taufik dan pertolongan dalam memenangkan ujian hawa nafsu itu.
Tarbiyah Sejati
Namun bukan Amerika namanya jika masih belum jera memasukkan tiap muslim ke lubang galiannya. Mereka kembali memperalat seorang gadis guna menaklukan iman Sayyid. Dari satu universitas ke universitas lain, mereka setia menguntit setibanya Sayyid di Amerika dan mulai meneliti berbagai kampus di sana hingga datang seorang wanita yang berdebat dengannya tentang perlunya free sex di Institut Keguruan di Colorado dan Galersi.
Wanita itu menjelasakan tentang indahnya kehidupan seks di Amerika. Ia menawarkan Sayyid untuk tidak ragu mencicipinya. Sayyid sadar, ia kembali diuji. Namun lagi-lagi, cobaan itu kembali berhasil dilaluinya. Ia bergeming dan tidak tergoda sedikitpun atas tawaran sang gadis.
Sudah selesaikah ujian untuk Sayyid? Ternyata tidak. Cobaan ketiga datang dari seorang pegawai hotel yang dengan promosi cabulnya menawarkan wanita-wanita cantik. Kembali, Sayyid Quthb hanya tersenyum dan menolak tawaran hina itu.
Bayangkan itu semua terjadi di tengah kondisi negara bebas seperti Amerika dan dalam kondisi Sayyid sedang rindu akan sosok pendamping. Tak sedikit pemuda Muslim yang hanya dalam waktu satu hingga dua bulan terjebak atas tawaran memikat dari pesona sensual Amerika. Inilah hasil dari tarbiyah sejati dari Sayyid Quthb yang sejak kecil telah dididik oleh ibunya lewat untaian rabbani.
Ujian itu terus silih berganti dayang. Kali ini seorang pemuda Arab yang mencoba mempengaruhi Sayyid dengan ceritanya tentang pergaulan bebas yang dilakukannya dengan wanita-wanita Amerika.
Pemuda itu menceritakan bak setan tengah mempengaruhi manusia untuk menjajal perilaku tercela, walau hanya sedetik berselimut syahwat jelata. Lagi-lagi, Sayyid bersyukur. Ia mengucapkan alhamdulillah, betapa Allah amat sayang kepadanya. Godaan demi godaan mampu ia tepis lewat sebongkah cahaya Iman yang terpatri dalam hati.
Ada pula seorang perawat yang menceritakan kelebihan-kelebihan yang didamba oleh setiap laki-laki. Juga upaya seorang mahasiswi untuk menghapus rasa jijik pada pikiran beliau terhadap hubungan seksual yang kotor. Ia menganggap bahwa hubungan seksual tidak lebih dari praktek hubungan biologis yang tidak ada alasan bagi manusia untuk mencelanya, baik dari segi etika maupun lainnya. Sekali lagi, iman Sayyid sangat tebal. Itulah kunci ia mampu menjadi pria sejati walaupun hingga akhir hayat ia tidak beristri. Kebathilan demi kebathilan tersebut, tak mampu menghanyutkannya kepada dunia. Subhanallah.
Itulah Sayyid Quthb yang kelak sepulangnya dari Amerika, beliau bergabung dengan barisan gerakan Al Ikhwan al Muslim dan disebut-sebut sebagai ideolog kedua Ikhwan sekaligus mujahid yang tercecer darah syuhada dalam hidupnya. Semoga Allah memberikan menempatkannya bersama kafilah Syuhada di jannah Allahuta’ala. Allahuma Aamiin.

No comments: