Enam Indikator Akhir Zaman

Enam Indikator Akhir Zaman [1]
Banyak sekali penyokong penguasa, termasuk aparat. Meski penguasa tersebut salah
PADA suatu kesempatan Nabi Muhammad Shalalallahu ‘Alaihi Wassallam mewanti  enam indikator akhir zaman kepada  ‘Auf bin Malik RA:

إِمَارَةُ السُّفَهَاءِ، وَكَثْرَةُ الشُّرَطِ، وَبَيْعُ الْحُكْمِ، واسْتِخْفَافٌ بِالدَّمِ، وَقَطِيعَةُ الرَّحِمِ، وَنَشْوٌ يَتَّخِذُونَ الْقُرْآنَ مَزَامِيرَ، يُقَدِّمُونَ أَحَدُهُمْ لِيُغَنِّيَهُمْ وَإِنْ كَانَ أَقَلُّهُمْ فِقْهًا”.

“”1 Kepemimpinan orang-orang bodoh, 2. Banyaknya syuroth (penolong, pembela penguasa dalam kelaliman), 3. Jual-beli hukum, 4. Meremehkan (urusan) darah, 5. Memutuskan shilatur rahim, 6. Jama`ah (sekumpulan orang) yang menjadikan al-Qur`an seperti seruling, mereka mendahulukan (orang yang enak suaranya untuk membaca al-Qur`an) meskipun pemahamannya sangat kurang.” (HR. Imam Ahmad, Thabrani).

Hadits ini akan diurai satu persatu dengan maksud supaya umat Islam bisa mawas diri dan berhati-hati ketika  mengalaminya.

Pertama,  إِمَارَةُ السُّفَهَاءِ (Kepemimpinan orang-orang bodoh).

Kalau kita benar-benar cermat dan mengikuti perkembangan berita baik di tanah air maupun luar negeri, maka kita dapati bahwa apa yang dikatakan nabi ini benar-benar terjadi. Banyak sekali orang-orang yang sejatinya bodoh, tak ahli dalam bidangnya malah dijadikan pemimpin. Hal ini bukan saja mengenai pemimpin negara, namun bisa meluas pada segenap lapisan dan segmen masyarakat.

Pada tataran politik kita jumpai banyak sekali yang sebenarnya bukan pakarnya masuk dalam bidang politik hanya karena ingin meraih keuntungan materi. Pada tataran pendidikan, banyak sekali orang yang sebenarnya tak layak jadi guru, membeli ijazah supaya bisa menjadi guru padahal dia tidak ahli di bidangnya. Pada tataran kepemimpinan, baik dalam tingkat negara maupun yang paling rendah, banyak sekali praktik-praktik yang salah dalam meraih kekuasaan dengan membayar, menyogok dan lain sebagainya meskipun sejatinya dirinya bukanlah pakar dan ahli dalam bidangnya. Hal ini bisa kita qiyaskan pada aspek-aspek yang lain yang lebih luas.

Kepemimpinan orang bodoh ini berakibat banyak terjadi kerusakan di sana-sini, kezaliman merajalela, sistem menjadi rusak, dan terjadi huru-hara di mana-mana. Mengapa sampai terjadi demikian? Sebab sesuatu urusan yang tidak diserahkan kepada ahlinya pasti akan menciptakan kehancuran. Sebagaimana sabda nabi Muhammad Shalallahu ‘Aaihi Wassallam:

إِذَا وُسِّدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ( أخرجه البخاري).

“Bila suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya maka tunggulah kehancuran(datangnya kiamat).” (HR. Bukhari). Pelajaran penting dari hadits ini ialah jangan sampai merasa tahu kalau memang tidak tahu, ketika diangkat menjadi pemimpin dalam suatu bidang apapun maka jangan sekali-kali menerimanya supaya kita terhindar dari fitnah tersebut. Yang harus kita lakukan ialah beramal dalam bidang yang diketahui dan ahli disertai dengan amal saleh yang berkesinambungan.

    Baca:  Akhir Zaman: Manusia akan Berzina di Jalan-Jalan

Kedua, كَثْرَةُ الشُّرَطِ (Banyak penyokong, penolong penguasa dalam kelaliman dan kezaliman).

Hal kedua ini juga sangat relevan dan aktual dengan kenyataan yang sedang kita alami sekarang ini. Banyak sekali penyokong penguasa, yang dalam hal ini seperti polisi dan lain sebagainya yang saling bahu-membahu membela dan melindungi penguasa meskipun penguasa tersebut dalam kondisi salah. Akibatnya, hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah.

Hukum yang seharusnya ditegakkan menjadi melunak, masyarakat semakin menderita sebab hukum hanya ditegakkan hanya untuk rakyat kecil sedangkan orang-orang terpandang dan penguasa seakan kebal hukum. Kalau sudah demikian yang terjadi maka siap-siaplah menuju kehancuran. Sebab salah satu yang menyebabkan kehancuran ialah bila hukum hanya ditegakkan dan dijalankan hanya untuk orang-orang lemah saja dalam hal ini ialah rakyat jelata. Sebagaimana sabda nabi:

فَإِنَّمَا أَهْلَكَ النَّاسَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمِ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ ، وَإِذَاسَرَقَ فِيهِمِ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا(رواه البخاري و مسلم وغيرهما).

“Sesungguhnya yang menyebabkan kehancuran orang-orang sebelum kalian hanyalah jika salah seororang yang mulia diantara mereka mencuri maka dibiarkan, sedangkan jika yang melakukanya adalah orang lemah maka mereka tegakkan hukum pencurian atasnya, demi yang jiwa Muhammad berada pada tangan-Nya, sekiranya Fathimah binti Muhammad mencuri maka sungguh aku potong tangannya.” (HR. Bukhari, Muslim dan lainya).

Ketiga,  بَيْعُ الْحُكْمِ (Jual beli hukum).

Ya Allah! Fenomena yang semacam ini sudah tidak asing lagi bagi kita. Hampir setiap hari di media masa baik itu koran, berita di TV dan lain sebagainya menyuguhkan tentang jual beli hukum. Orang-orang kaya dengan seenaknya bisa membeli hukum yang sudah tetap. Hakim yang seharusnya membela keadilan malah bisa disuap sedemikian rupa sehingga keadilan tak terwujud malah kezaliman yang menjadi marak.

Sogok-menyogok dan suap-menyuap kian menggejala di segenap lapisan masyarakat. Akibatnya muncul krisis kepercayaan di kalangan masyarakat. Mereka acapkali menjadi hakim sendiri, karena sudah tidak percaya lagi dengan hakim-hakim yang ada. Maka sangat tidak mengherankan jika disana-sini terjadi kekacauan dan kerusakan akibat tidak ditegakkanya hukum sebagaimana mestinya.*/Mahmud Budi Setiawan

No comments: