5 Bukti Pernikahan Sedarah di Kerajaan Galuh abad ke-7 Masehi, adalah Kisah Fiksi ?

Dalam beberapa literatur dikatakan, Sena (Raja Galuh, 709-716), menikah dengan saudara tiri-nya bernama Sannaha.
Dari Pernikahan Manu (Sedarah) ini menghasilkan seorang putera bernama Sanjaya, yang merupakan Pendiri Wangsa Sanjaya dan menjadi Raja Sunda Galuh, pada masa 723-732 (sumber : Kerajaan Galuh).
Kisah Pernikahan Manu Kerajaan Galuh
Kisah Pernikahan Manu ini bermula dari Perselingkuhan puteri Pohati Rababu, dengan saudara iparnya Mandiminyak, yang membuahkan seorang putera bernama Sena (Sanna). Dimana Mandiminyak adalah adik dari suami puteri Pohati Rababu, yang bernama Sempakwaja.
Akibat peristiwa memalukan ini, Mandiminyak kemudian disingkirkan dari tahta Galuh, dengan cara mengawinkannya dengan puteri Parwati anak dari Ratu Sima Kerajaan Kalingga. (sumber : wong wedoknusantara blog dan kebuyutan blog).
Dari perkawinan dengan Parwati ini, Mandiminyak memiliki puteri bernama Sannaha. Dan dengan tujuan untuk mempersatukan kekuatan Kalingga dan Galuh, setelah dewasa Sannaha dinikahkan dengan saudara tirinya Sena (Sanna) (sumber : wacana.co).
Keanehan Kisah Kerajaan Galuh
Dari cerita ini, nampak sekali merupakan kisah yang direkayasa dan tidak selaras dengan kronologis sejarah. Setidaknya ada 5 keanehan dalam kisah tersebut :
(1). Dikatakan Mandiminyak disingkirkan dari istana, pada kenyataannya berdasarkan sejarah Kerajaan Galuh, Mandiminyak menjadi Penguasa Galuh selama 7 tahun yaitu dalam periode 702-709.
(2). Jika Mandiminyak disingkirkan dengan cara mengawinkannya dengan puteri Parwati, artinya pernikahan tersebut terjadi setelah tahun 709, artinya tahun kelahiran puterinya Sannaha otomatis setelah tahun 709.
Sementara catatan sejarah mengungkapkan di tahun 723, putera Sannaha yang bernama Sanjaya sudah menjadi Raja Sunda Galuh. Bagaimana mungkin seseorang yang belum berusia 14 tahun, bisa punya anak yang telah jadi Raja ?
(3). Ibunda puteri Parwati, Ratu Sima adalah penguasa Kalingga yang terkenal sangat ketat dan taat kepada hukum. Sangat ganjil jika kemudian ia mengizinkan cucunya Sannaha menikah diluar kewajaran, dengan melanggar aturan kesusilaan.
(4). Keanehan lainnya setelah Mandiminyak disingkirkan dari Istana, justru anaknya Sena yang katanya hasil perselingkuhan, diangkat menjadi penguasa berikutnya.
(5). Alasan pernikahan Sena (Sanna) dan Sannaha yang katanya bisa mempersatukan kekuatan Galuh dan Kalingga, ternyata tidak terbukti. Dimana Sena disingkirkan oleh saudaranya bernama Purbasora, padahal Purbasora sendiri lebih banyak mengurusi padepokan ayahnya, yang menjadi resiguru di Galunggung.
Ke-5 keanehan ini, memberi kita keyakinan, bahwa kisah Perkawinan Manu di Kerajaan Galuh hanyalah cerita fiksi yang bersifat politis, dalam situasi perebutan pengaruh di Kraton Sunda Galuh.
Catatan Penambahan :
1. Peristiwa Pernikahan Manu, kemungkinan besar tidak pernah terjadi. Dikarenakan Sena dan Sannaha bukan saudara satu ayah, melainkan saudara sepupu. Dimana Mandiminyak (ayahanda puteri Sannaha), merupakan saudara dari Sempakwaja (ayahanda Sena).

Sena lebih diprioritaskan menjadi penguasa Galuh, menggantikan pamannya Mandiminyak dikarenakan :
(a). Sena adalah putera dari Sempakwaja, yang harus kehilangan hak atas tahta Galuh akibat cacat badan yang dideritanya.
(b). Sena lebih banyak berinteraksi dengan ketatanegaraan, dan berbeda dengan saudaranya Purbasora yang lebih fokus mengurus Padepokan.
2. Menurut Sejarawan Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya Api Sejarah, Sena (Bratasenawa) dan Sannaha (Sanaha), adalah saudara sepupu dari sebelah keluarga Kalingga. Dimana Sena adalah putera Mandiminyak dan Parwati, sementara Sannaha adalah puteri dari saudara laki-laki Parwati (sumber : siwisang blog).
3. Diperkirakan Pernikahan antara Sena dengan Sannaha terjadi pada sekitar tahun 682 Masehi, dan setahun kemudian yakni tahun 683 Masehi Sanjaya dilahirkan. Informasi ini semakin menunjukkan kisah disingkirkannya Mandiminyak di tahun 709 M, dengan cara mengawinkannya dengan puteri Parwati adalah cerita dongeng semata.

WaLlahu a’lamu bishshawab

No comments: