Haramkah Warisan Dibagi Rata?

sigit

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
MAAF PAK USTADZ KARENA SAYA BELUM MENDAPATKAN JAWABANNYA (DIARSIP TIDAK ADA) TERPAKSA SAYA ULANG. SEMOGA SAYA MENDAPAT JAWABAN SECEPATNYA. AMIN…….
Pak Ustadz, menurut informasi dari adik saya, bahwa ayah saya (meninggal tahun 1989) pernah berpesan AGAR HARTA WARISANNYA KELAK DIBAGI RATA SAJA kemudian oleh Ibu saya yang juga guru ngaji alumni IAIN, kemudian dibagi rata kepada 3 anak laki-laki dan 5 perempuan setelah dikeluarkan terlebih dahulu sebahagian untuk peruntukan tanah wakaf mesjid dan bagian yang cukup untuk kelak bekal Ibu saya dalam kebutuhannya sehari-hari.
Bagian ibu saya dijual sebagian dan uangnya diberikan kepada para anak perempuannya, karena kami suku Minangkabau sudah tentu wanitalah yang kebagian. Atas pembagian yang sama besar tadi sudah kami sepakati hanya dengan lisan saja. Itupun hanya ditanyakan kepada Saya sebagai anak tertua, Saya tidak tahu apakah kedua adik laki-2 saya juga sudah dimintakan persetujuannya dan sebahagian besar harta / benda peninggalan ayah kami itu sudah dimanfaatkan dan dinikmati oleh kami ahli warisnya.
Untuk diketahui, bahwa ayah kandung kami tidak lagi memiliki orang tua kandung (sudah meninggal lebih dahulu), dan punya kakak seibu tapi sudah meninggal tahun 2003.
Dan ibu kandung kami tidak punya harta benda kecuali peninggalan suaminya dan juga kedua orang tua beliau telah meninggal sebelum ayah kami meninggal dunia, serta masih punya 2 saudara kandung yang masih hidup sampai sekarang dan 1 orang meninggal setelah ibu kami meninggal dunia (th. 2004)
Ibu Saya meninggal tahun 2005 dan sesudah Ibu meninggal tidak ada lagi pembagian waris. Hanya sebidang tanah bagian dari Ibu, kami jual dan uangnya telah dibagi rata untuk 8 anaknya.
Kemudian setelah Saya baca Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 14 yang artinya : BARANG SIAPA MENDURHAKAI ALAH DAN RASULNYA DAN MELANGGAR KETENTUANNYA, NISCAYA ALLAH MEMASUKKANNYA KEDALAM API NERAKA SEDANG IA KEKAL DIDALAMNYA DAN BAGINYA SIKSA YANG MENGHINAKAN.
Untuk hal tersebut di atas kami mintakan solusinya kepada pak Ustadz, karena toh kami akan sia-sia beramal dan ber-Ibadah serta berusaha menghindarkan diri dari berbuat haram dan maksiyat serta bid’ah kalau ujung-2nya tetap ditenggelamkan ke Neraka, karena telah menetapkan hukum tanpa dengan hukum Allah.
Kalau kita melihat acara talk shaw, baik di Televisi, Radio, Tabligh-2 Akbar dan Majlis Ta’lim, maka mereka hanya memberi jawaban warisan dibagi rata itu sah-2 saja. Dan ada yang dibumbui dengan kalimat asal ikhlas. Apalagi sekarang kelompok Islam Liberal dan sejenisnya begitu menguasai media, sehingga hukum Waris Islam dan kandungan Al-Qur’an dan Hadist Rasullullah Saw dibilang diskriminatif dan sebangsanya begitu kencang diutarakan. Karena mereka memang dibentuk dan dididik oleh para Orientalis Barat untuk menyimpangkan hukum Islam yang benar dengan pemutarbalikkan isi dan kandungan Al-Qur’an dan Hadist Rasullullah SAW. Sehingga yang ada timbul pertikaian antara kita sesama Islam. Hal ini karena para kaum kafir telah kewalahan dalam memerangi Islam dengan biaya besar toh Islam tetap eksis, kemudian mereka menggunakan politik adu domba. Jadi biarlah orang Islam menjalankan ritual keagamaannya tapi yang sesuai dengan maunya mereka. Sebagai contoh lihat saja acara-2 di Televisi kita, dan berbagai acara lain dengan terlihat kental pengaruh kafir dan zionisnya.
Kemudian ada juga yang menyatakan agar dibuatkan kembali Surat Pembagian Waris yang sesuai dengan Hukum Islam (Al-Qur’an dan Hadist), lalu kemudian para anak laki-2 membuat surat pernyataan ikhlas / Hibah bahwa para anak laki-2 bersedia membagi harta warisan dengan jumlah yang sama dengan saudara perempuannya. Sehingga melalui media ini kami mohon bantuan pak Ustadz diberikan jawaban yang sesuai dengan aturan yang benar.
Demikian atas bantuan dan uraian pak Ustadz kami ucapkan sangat banyak terima kasih. Wabillahi Taufiq WalHidayah Wassalamu’alaikum Warahamatullahi Wabarakatuh
Ari Klender
Waalaikumussalam Wr Wb
Saudara Ari yang dimuliakan Allah, jazakillah atas kepercayaan anda memberikan pertanyaan ini kepada saya yang mengasuh rubrik ini dan semoga Allah senantiasa melimpahkan ilmunya kepada kita semua. Sebelumnya saya mohon maaf kalau memang anda harus mengulang pertanyaan, seingat saya, pertanyaan anda belum pernah diajukan sejak saya mengasuh rubrik ini, atau mungkin pernah diajukan kepada ustadz sebelumnya di rubrik ini. Wallahu A’lam.
Ada beberapa hal yang belum dijelaskan secara lengkap namun ada satu yang berkaitan langsung dengan permasalahan yaitu tentang kapan waktu penjualan sebagian harta ibu yang kemudian hasilnya hanya dibagikan kepada anak-anak perempuannya saja? Setelah atau sesudah ibu meninggal?
Namun demikian saya mencoba untuk menjawabnya sesuai dengan pemahaman yang saya tangkap dari paparan anda diatas.
Allah swt telah menjelaskan aturan didalam pembagian warisan sesuai dengan ilmu dan hikmah-Nya dan tidak diperbolehkan bagi manusia untuk merubahnya baik dengan menambah atau menguranginya, sebagai suatu bentuk keredhoannya kepada Allah swt.
Allah pun menuntut setiap orang yang beriman untuk menerima semua aturan Allah dan Rasul-Nya dan mengedepankannya dari yang lainnya sebagai bentuk ketaatan kepada-Nya. Dan barangsiapa yang membantah atau tidak menerimanya sesungguhnya orang itu telah berbuat maksiat terhadap Allah dan Rasul-Nya, sebagaiman firman-Nya
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُّبِينًا
Artinya : “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al Ahzab : 36)
Tentang hukum waris ini, Allah swt banyak membicarakannya didalam Al Qur’an, diantaranya :
يُوصِيكُمُ اللّهُ فِي أَوْلاَدِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأُنثَيَيْنِ
Artinya : “Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan.” (QS. An Nisaa : 11)
Dengan demikian tidak diperbolehkan bagi orang yang mewarisi atau para ahli waris atau siapa pun untuk membagi harta warisan dengan cara membagi rata kepada para ahli waris si mayat.
Adapun apabila harta seseorang yang belum meninggal dibagi rata kepada anak-anaknya maka dilihat dari niat si orang tersebut :
1. Jika pembagian itu diniatkan sebagai pemberian (hibah) kepada anak-anaknya maka ini hukumnya boleh dan jumhur ulama menganjurkan (tidak wajib) untuk membagi secara rata tanpa membedakan antara anak laki-laki dan anak perempuan.
2. Jika pembagian itu diniatkan sebagai warisan sehingga dibagi rata diantara anak-anaknya maka ini tidak boleh baik pesanan dari pewaris atau dengan kesepakatan ahli waris, karena hal itu melanggar aturan yang ada didalam hukum waris.
Terhadap penjualan sebagian harta ibu anda, jika hal itu terjadi sebelum ibu anda meninggal dunia dan dia meniatkannya sebagai pemberian (hibah) maka seharusnya pembagiannya mengikuti aturan diatas yaitu tidak hanya dibagikan kepada anak-anak perempuannya dan mengabaikan anak-anak laki-lakinya, sebagaimana hadits Rasulullah saw,”Samakanlah diantara anak-anakmu (baik laki-laki maupun perempuan) dalam pemberian.” (HR. ath Thabrani)
Dari permasalahan yang ada maka seluruh harta waris, baik peninggalan ayah maupun ibu habis dibagi untuk seluruh anak-anak mereka, yaitu 3 orang anak laki-laki dan 5 orang anak perempuannya dengan ketentuan bagian setiap anak perempuannya setengah dari bagian setiap anak laki-lakinya.
Masukan saya untuk anda dalam permasalahan ini, sebagai berikut :
1. Hendaklah para ahli warisnya menghitung ulang seluruh harta waris si mayat, baik harta dari ayah maupun ibu—diluar pemberian (hibah)—dengan ketentuan yang sesuai dengan hukum waris.
2. Menentukan bagian setiap ahli waris yang sesuai dengan hukum waris dalam islam.
3. Adapun apabila harta waris tersebut telah terpakai atau habis oleh sebagian ahli warisnya sebelum pembagian warisan yang sesuai dengan hukum waris dilakukan maka hal itu dianggap sebagai utang mereka kepada ahli waris yang lainnya.
4. Karena ia dianggap sebagai utang sebagian ahli waris terhadap ahli waris yang lainnya maka dalam hal ini berlaku hukum utang-piutang. Seorang yang berutang yang belum memiliki kesanggupan atau tidak mampu membayarnya boleh meminta keringanan dari orang yang mempunyai piutang, mungkin berupa penundaan pembayarannya atau penghapusan utang yang merupakan sedekah mereka kepada orang yang berutang selama mereka redho dengan hal itu.
5. Adapun terkait dengan hibah maka hendaklah dibagi secara rata kepada seluruh anak-anaknya, sebagaimana pendapat jumhur ulama. Namun dibolehkan melebihkan bagian seorang anak tertentu dari anak-anak yang lainnya manakala memang hal itu diperlukan, seperti : untuk biaya pengobatannya, melunasi utang-utangnya, karena anaknya banyak, bekal pendidikannya atau yang lainnya, sebagaimana riwayat dari Ahmad. (al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz V hal 4014). Namun jika pembagian hibah kepada anak-anak tertentu tidak memiliki alasan yang dibenarkan maka harta hibah itu harus kembali diperhitungkan.
6. Selesaikanlah seluruh permasalahan diatas dengan asas kekeluargaan terlebih antara saudara-saudara kandung.

Wallahu A’lam.

Ustadz Sigit Pranowo

No comments: