Apa Yang Dikerjakan Mahmoud Abbas untuk Al-Quds?

Kegagalan dalam memprioritaskan pembebasan rakyat Palestina dari kolonialisme juga merupakan kegagalan OP mengamankan Al-Quds.
Apa Yang Dikerjakan Mahmoud Abbas untuk Al-Quds?
Mahmoud Abbas bersalaman dengan PM Israel, Banyamin Netanyahu



DALAM sebuah pidato terakhirnya pada Sabtu malam, Presiden Otoritas Palestina (OP) pilihan Barat dan Israel, Mahmoud Abbas memunculkan cerita-cerita mengenai Al-Quds yang terjajah (Jerusalem), berawal dari mobilisasi kolektif rakyat Palestina melawan kedzaliman Israel terhadap Masjid Al-Aqsha.
Kata-kata palsunya, berpura-pura merayakan perlawanan rakyat Palestina, menggambarkan faksi politik yang memimpin di antara dua faksi yang berbeda. Seiring dengan semakin luas retorikanya dalam nostalgia, kekuatan politik OP semakin berkurang.
Belakangan ini, Abbas menyuarakan perlawanan Palestina terkait Al-Aqsha, dalam upayanya memproyeksikan OP sebagai sebuah kesatuan yang “mendengarkan rakyat”.
Hanya melalui simbolisme saja Abbas dapat membuat klaim itu. Setelah berbulan-bulan agresi Israel atas Al-Quds sejak awal masa kepresidenan Trump, pemimpin OP itu hanya menyatakan satu kemenangan dan langsung muncul untuk mengklaim telah berpartisipasi.
“Kita harus mempertahankan kemenangan yang diraih di Jerusalem untuk meraih kemenangan lain atau untuk mengambil langkah ke depan lainnya,” kata Abbas dalam laporan oleh kantor berita Ma’an. Dia juga mengelu-elukan Jerusalem sebagai “Ibu Kota abadi negara Palestina dan tidak ada yang lain.”
Kedua pernyataan itu menyiratkan sebuah kesatuan politik (yang tidak ada) antara kepemimpinan dan rakyat. Perlawanan yang diwujudkan oleh rakyat Palestina di Al-Aqsha merupakan sebuah babak dalam sejarah Palestina yang memiliki cukup jasa untuk berdiri sendiri, khususnya setelah kesulitan-kesulitan dalam mengorganisir perjuangan ketika Intifada Jerusalem.
Klaim Abbas yang telah mengambil peran dalam kemenangan ini dianggap melebihi definisi dari oportunisme. Itu hanya melalui penangguhan koordinasi keamanan dengan Israel, yang masih menghasilkan laporan-laporan berbeda mengenai tingkat penangguhan koordinasi itu, sehingga Abbas dapat mengklaim partisipasi OP dan berupaya memanfaatkan retorika mengenai faksi politik Palestina lain.
Kenyataannya ialah bahwa kewajiban kerja sama keamanan merupakan satu-satunya yang OP tanggung dan keputusan untuk menghentikan kesepakatan secara sementara tidak mencerminkan klaim Abbas bahwa kepemimpinannya “mendengarkan permintaan rakyat Al-Quds dan akan terus melakukan itu”.
Mendengarkan tidaklah bertentangan dengan politik OP; sebaliknya, hal ini diilhami dengan banyaknya masukan yang menghasilkan sikap pasif.
Dari Sa’eb Erekat yang memberikan Israel “Jerusalem terhebat” dalam sejarah, hingga pujian Abbas pada Trump setelah sejumlah pernyataan mengenai kemungkinan relokasi kedutaan besar AS dari Tel Aviv ke Al-Quds, narasi-narasi yang dapat OP munculkan hanyalah simbolis, mudah dan kosongnya kepemilikan, meskipun terdapat upaya-upaya untuk memproyeksikan sebaliknya.
Menghentikan kerja sama keamanan terkait Al-Aqsha harus mengingatkan pada masa-masa ketika kerja sama keamanan seharusnya telah dihentikan, namun OP lebih memilih implementasinya untuk menghapus perlawanan rakyat Palestina terhadap penjajahan militer Israel.
Melanjutkan nada yang sama, terdapat perbedaan antara menyatakan Jerusalem sebagai ibukota abadi negara Palestina dan bekerja untuk merealisasikan hal itu.
Kegagalan dalam memprioritaskan pembebasan rakyat Palestina dari kolonialisme juga merupakan kegagalan mengamankan Al-Quds.
OP didirikan berdasarkan pengakuan dan kolaborasi. Memang, negara Palestina yang independen dan layak yang didiktekan oleh masyarakat internasional dan didukung oleh Abbas merupakan manifestasi keberadaan OP; yang bertahan hanya sebagai bagian dari proyek kolonial.
OP tidak melakukan apapun untuk melindungi Al-Quds, tidak peduli bagaimanapun upaya Abbas mencoba menyalahpahamkan; rakyat Palestinalah yang seharusnya mendapat penghargaan dan layak dihargai.*
Ramona Wadi

Kolumnis di Middle East Monitor (MeMO)

No comments: