Menelusuri Asal Mula Islam di India-1

Muslim India berbuka puasa di pelataran Masjid Jama, New Delhi, India (Ilustrasi)
Muslim India berbuka puasa di pelataran Masjid Jama, New Delhi, India (Ilustrasi)
Foto: AP PHOTO/Manish Swarup
Sejak abad kedelapan, banyak sufi berpindah ke India.
Hubungan antara India dan Arab telah terjalin ratusan tahun lamanya sebelum Rasulullah SAW lahir. Di masa kehidupan beliau, Islam mulai menyebar di India berkat peran para saudagar Arab yang melalui jalur maritim di Samudra Hindia. Mereka mendirikan permukiman dan masjid pertama di India, Syiraman Jumah, yang berlokasi Kodungalloor, Kerala. Bangunan ini dekat berdiri sejak 629 atau hanya beberapa tahun menjelang wafatnya Rasulullah SAW.
Sekitar seratus tahun setelah itu, wilayah kekuasaan kaum Muslim meluas. Dari Afrika utara di barat hingga lembah sungai Indus di timur. Kontak antara penguasa Muslim dan Hindu berjalan seiring dengan interaksi para pedagang Arab di pesisir India. Oleh karena itu, dapat dikatakan, sejak abad kedelapan, Islam telah menyebar secara berangsur-angsur di seluruh Anak Benua India.
Irfan A Omar dalam 'Encyclopedia of India' (2006) memaparkan, kalangan sufi dan sarjana memegang peran paling penting dalam memperkenalkan Islam di India. Melalui mereka, kata dia, Islam disebarluaskan secara relatif damai.
Memang, India bukan nama baru bagi peradaban dunia. Sejak 2.300 tahun sebelum Masehi (SM), lembah sungai Indus--yang darinya nama India berasal--telah memunculkan salah satu peradaban paling tua di dunia, sezaman dengan Mesir Kuno dan Mesopotamia (Irak). Keunggulannya terletak antara lain pada bidang keilmuan, seperti matematika, medis, sastra, dan filsafat.
Sejak abad kedelapan, banyak sufi berpindah ke India. Kekayaan budaya India tampaknya menarik minat mereka untuk mempelajarinya secara langsung. Sebaliknya, kehadiran mereka cukup berterima. Sebab, praktek hidup zuhud yang dijalankan para sufi Muslim bukanlah hal baru bagi masyarakat India.
Di antara para salik yang terkenal adalah Ali bin Utsman al-Hujfiri (1009-1073). Penulis kitab 'Kashf al-Mahjub (Menguak yang Tersembunyi)' itu adalah sufi pengelana. Akhirnya, dia menetap di Lahore (kini Pakistan) sambil mengajarkan tasawuf. Beberapa sejarawan menyebut, al-Hujfiri termasuk merintis dakwah Islam di Anak Benua India.
Dalam wujud yang lebih terlembaga, ada Tarekat Chistiyah. Khwaja Muin al-Din (1142-1236) memperkenalkan gerakan tersebut ke Ajmer, salah satu pusat agama Hindu di India, pada abad ke-13. Sufi-sufi Chistiyah cenderung dihormati bukan hanya oleh kaum Muslim, melainkan juga Hindu setempat. Sampai kini, makam para saliknya kerap menjadi persinggahan dua umat agama tersebut di India.
Tarekat Chistiyah kerap mengajarkan tema universal, semisal cinta dan toleransi. Selain itu, musik juga dipakai untuk menarik hati pendengarnya dari lintas kalangan. Kelompok tasawuf ini terbentuk pada awal abad ke-10 oleh Abu Ishaq al-Syami di kota kecil Chist (kini Afghanistan).
Selain Chistiyah, ada pula tarekat Suhrawardiyyah. Pendirinya, Abu al-Najib Suhrawardi (wafat 1168) merupakan kelahiran Persia yang kemudian mengajar di Baghdad. Ajarannya dilanjutkan keponakannya, Syahabuddin Abu Hafs, yang mengarahkan dua orang muridnya, Bahauddin Zakariya dan Syed Jalaluddin Surkfash Bukhari, ke daerah yang kini bernama Punjab (Pakistan).
Kedudukan mereka begitu terhormat. Penguasa Dinasti Mamluk(1206-1290), Syamsuddin Iltutmish, menggelari Bukhari dengan Syaikh al-Islam. Bukhari pernah menengahi konflik antara penguasa Mongol yang hendak menyerbu India utara dan pasukan Muslim. Seiring waktu, tarekat Suhrawardiyyah populer bukan di Kashmir, Delhi, dan khususnya Maner Syarif. Sampai saat ini, kota yang termasuk negara-bagian Bihar, India, itu menjadi pusat pengajaran tarekat Suhrawardiyyah.
Demikianlah bagaimana Islam tersebar secara "horizontal" atau interaksi sosial yang relatif setara. Dari dakwah Islam, masyarakat India mulai mengenal teks-teks Arab dan Persia. Namun, persebaran Islam di Anak Benua India tidak lantas identik dengan dominasi budaya Arab atau Persia. Ini lebih sebagai perpaduan dengan unsur-unsur setempat. Misalnya, tidak sedikit kalangan sufi menulis dalam bahasa-bahasa lokal, seperti Punjabi, Sindi, Bengal, dan Urdu. Pada akhirnya, rezim kekuasaan Islam di India pada zaman klasik menjadikan Urdu sebagai bahasa utama.
Bagaimana Islam tersebar melalui hubungan politik? Uraian ini akan dijelaskan dalam tulisan berikutnya.

No comments: