Antara ‘Akal Sehat’ dan al-Aqlu ash-Shohih

Jangan karena dia belum bersyahadat, kita tidak berlapang dada mengakui sisi positif dia berupa kecerdasannya dan akal sehatnya Antara ‘Akal Sehat’ dan al-Aqlu ash-Shohih Muhammad Faishal Fadhli

SEBAGAI seorang akademisi yang aktif mengamati perkembangan politik di negeri ini, Rokcy Gerung telah berhasil menyedot perhatian publik dengan brand yang diusung, “Akal Sehat.”
Meskipun dia bukan seorang muslim, tapi partai Islam seperti PKS, dan universitas-universitas Islam mengundangnya sebagai narasumber. Bahkan, bukan hanya dikagumi oleh kaum intelektual, Rocky Gerung juga disukai oleh ‘emak-emak’. Dari berbagai kalangan, banyak sekali yang minta selfi bersama Rocky. Tidak berlebihan kiranya jika dikatakan bahwa popularitas Rocky menyamai ustadz kondang atau selebritis.
Menghadapi fenomena Rocky ini, beberapa tokoh, menghimbau agar tidak berlebih-lebihan mengagumi dia. Benar. Sikap ghuluw atau bahasa milenialnya ‘lebay’, memang tidak diperkenankan dalam Islam. Ada rambu-rambu dalam masalah ta’dzhim atau menghormati publik figur seperti Kiai, Ustadz, Habaib, Profesor dan sebagaianya. Jangan sampai karena kelewat ta’dzhim, akhirnya jatuh pada salah satu benih-benih kesyirikan yaitu taqdisul asykhosh atau pengkultusan individu.
Secara implisit, kesan itulah yang saya tangkap dari mereka yang mengkritisi fenomena masyarakat kepada Rocky Gerung. Seakan-akan, ingin dikatakan seperti ini, “Awas loh. Hati-hati, dia (Rocky).” Padahal, kita bisa banyak belajar dari mana saja, boleh jadi dari dia. Terutama tentang nalar kritis, logika, silogisme dan sebagainya. Bahkan, jika pun ada seorang musuh, bukankah kita sering mendengar bahwa, “Musuh yang cerdas jauh lebih baik daripada kawan yang bodoh.”
Seperti yang saya singgung di atas, ‘Akal Sehat’ adalah brand yang dibawa oleh Rocky Gerung. Tentunya brand di sini bukan sekedar merk atau logo sebuah produk. Tapi, brand yang saya maksud adalah, semacam kalimat pemersatu yang dibawa oleh seorang tokoh. Dan mestinya, para da’i harus mempunyai brand yang diminati oleh umat, dan brand itu adalah sesuatu yang tidak bisa ditolak. Tanpa harus diberi embel-embel di belakangnya kalimat “harga mati”, semua sepakat dan tidak menggugat kalimat itu.
Bukankah itu yang dilakukan Rasulullah ﷺ? Dia berdakwah dengan membawa brand, “Rahmatan lil ‘Alamin.” Begitu juga, dakwah ‘Abasiyah, membawa brand, “Ridho bi ahlil bait.” Dan ilmu fiqih dakwah ini sudah diterapkan oleh beberapa dai atau gerakan dakwah di negeri ini. Mereka membawa brand dakwah dan cukup berhasil memenangkan hati dan pikiran ummat.
Sebagaimana kita tahu, dulu HTI (sebelum dibubarkan) membawa brand “Khilafah”. Salafi membawa brand, “Dakwah Tauhid”. Selain itu, ada juga beberapa dai yang dikenal atau identik dengan brand tertentu; Ustadz Abdul Somad (UAS) dikenal dengan tema “Ukhuwah” karena sering mengingatkan ummat tentang pentingnya persaudaraan umat Islam. Hanan Attaki dikenal dengan “Shift, Pemuda Hijrah.” Felix Shiaw, selain sering mengangkat brand “Yuk Ngaji” yang berhasil merangkul kalangan pemuda.
Semua brand dakwah yang disebutkan di atas adalah baik dan masing-masing mempunyai daya tarik yang cukup besar. Lantas, bagaiamana dengan brand Rocky Gerung di atas, dan adanya tokoh Islam yang menyayangkan brand tersebut? Apakah brand “Akal Sehat” berlawanan dengan prinsip-prinsip dasar dalam ajaran Islam? Sehingga harus diwaspadai?
Boleh jadi, ada semacam kekhawatiran jika terlalu menghormati Rocky dengan brand yang dibawanya, umat Islam akan kebablasan sampai kemudian meninggikan akal seperti kelompok Mu’tazilah.
Ketahuilah, tidak ada wahyu, nash, atau naql yang bertentangan dengan ‘aql. Artinya, logika, pikiran atau akal yang bertentangan dengan nash, pasti itu bukan akal sehat. Kenapa, karena dalam Islam sendiri, akal sehat mempunyai kedudukan yang tinggi.
Jangan salah, perlu ana perjelas “al-Aqlu ash-Shohih” adalah salah satu mashdar dalam ilmu aqidah Islamiyah. Dan mashdar di sini bukan sekedar sumber. Tapi lebih dari itu.. Krn maksu dari kata mashodirul aqidah adalah.. “metode yang dengannya dapat diambil faidah dan kesimpulan tentang hakikat-hakikat dalam al-Aqidah al-Islamiyah.” Posisi akal sehat berada di urutan ketiga setelah al-Qur’an dan Sunnah sebagai mashdar atau sumber dalam ilmu aqidah islamiyyah. Bahkan, di dalam buku Madkhol Lid Dirosah Aqidah Islamiyah karya Syaikh al-Buraikan, menggunakan kalimat yang sama persis yang sering disampaikan Rocky Gerung. Syaikh Dr. Ibrahim bin Muhammad al-Buraikan menggunakan istilah al-‘Aqlu ash-Shohih dalam pembahasan, “Mashodir al-Aqiidah.” Lihat di buku dia dari halaman 49-62.
Jadi, saya kira, tidak perlu khawatir bahwa ‘Akal Sehat’ akan menggerogoti aqidah islamiyyah. Justru, kita butuh menghadirkan al-Aqlu ash-Shohih atau sesuatu yang rasional untuk mendukung dan menguatkan keyakinan dalam agama kita.
Contoh sederhana tentang al-Aqlu ash-Shohih atau akal sehat dalam hal aqidah yang sangat mashyur, yaitu tentang mahasiswa yang mendebat dosennya. Sang dosen tidak percaya adanya tuhan karena tidak terlihat. Sang mahasiswa membalas, “Berarti bapak tidak punya otak dong.” Dosennya marah, “Kurang ajar. Bagaimana bisa kamu bicara seperti itu?” “Ya, karena otak bapak tidak terlihat.” Artinya, secara tidak langsung, sang mahasiswa ingin berkata, “Meskipun tidak terlihat bukan berarti tidak ada. Karena kita bisa merasakan kehadiranNya dalam kehidupan kita.
Al-Qur’an dan Sunnah tentunya menetapkan adanya Allah sebagai Rabb semesta alam. Sementara, akal yang rancu tidak menerima itu. Maka dibutuhkan dalil ‘aqli seperti logika di atas untuk membungkam mereka yang memang tidak percaya terhadap validitas wahyu.
Ada juga kisah lain yang tidak kalah masyhur tentang al-‘Aqlu ash-Shohih. Seorang santri yang pikirannya rancu dan berani mendebat Kiainya. Santri itu menyoal siksa api neraka untuk iblis. Menurutnya, ini tidak masuk akal. Karena iblis diciptakan dari api, pasti tidak akan sakit jika disiksa dengan api. Selain itu, dia juga tidak mempercayai takdir. Sang Kiai menjawabnya dengan satu tamparan.
Lho, Kiai kok menampar saya, apa Kiai marah?” kemudian sang Kiai pun menjawab, “Tidak. Saya tidak marah. Coba saya tanya, kamu merasa sakit tidak?” tanya Kiai. Santri itu menjawab, “Ya sakitlah…” maka Kiai pun menjelaskan, “Kita semua terbuat dari tanah. Kulit kita sama. Nyatanya, kamu merasa sakit juga kan?” santri itu mengangguk. Persoalan pertama selesai. Kemudian, persoalan kedua, kata Kiai, “Apakah kamu tau kamu akan saya tampar hari ini?” dan santri itu menggeleng. “Nah, itulah takdir.”
Sungguh, masih banyak sekali contoh-contoh seperti ini. Di zaman salaf dahulu ada al-Qadhi Abu Bakr al-Baqillaani. Zaman now ada Ahmad Deedat. Ada Zakir Naik. Mereka sering menggunakan al-Aqlu ash-Shohih atau akal sehat untuk membela aqidah islamiyyah.
Ini baru dari segi aqidah. Belum lagi dari segi fiqih dan ushul fiqih. Dalam dua disiplin ilmu ini, akal shahih juga mendapat porsi pembahasan yang cukup banyak. Intinya, akal sehat adalah “Manaathu at-Taklif” yaitu sebab atau alasan seseorang dianggap terkena taklif (pembebanan syariat). Bayi sampa baligh, orang tidur sampai terjaga, orang gila sampai waras. Itu dalilnya.
Kemudian, yang disebut dengan an-Nushush asy-Syar’iyah atau teks-teks syar’i dalam al-Qur’an dan Sunnah, tidak bisa dipahami secara utuh, tidak mungkin diamalkan dengan baik dan benar, kecuali dengan mengaktifkan akal sehat.
Jadi ini intinya. RG pun tidak mengajak kita untuk mendewakan atau meninggikan akal sehat. Tapi, yang dia mau adalah “mengaktifkan akal sehat.” Maka kekhawatiran bahwa umat akan kebablasan, menurut saya justru hal berlebihan.
Nah, inilah alasan saya kenapa kita tidak perlu takut dengan ‘Akal Sehat’ yang dibawa Rocky Gerung. Jangan karena dia belum bersyahadat, kita tidak berlapang dada mengakui sisi positif dia berupa kecerdasannya dan akal sehatnya.
Paling tidak, di setiap selesai melihat videonya, kita harus selalu mendoakan Rocky Gerung agar mendapat hidayah sehingga sempurnalah akal sehatnya. Tapi hidayah hanya Allah yang punya. Kita hanya bisa berdoa. Jika pun dia tidak sempat mengucap kalimat syahadat, kita pun masih boleh kok mendayagunakan potensinya.
Demikian tulisan saya, mudah-mudahan bermanfaat. Saran dan kritik dari pembacam saya tunggu di laman komentar. Jazakumullah Khairan ala Husni Ihtimamikum.*
Penulis adalah pengajar di Ma’had Aly Darusy Syahadah

No comments: