Pemimpin dan Pemenuhan Janji


Orang yang mengaku beriman –apalagi sekelas pemimpin-- di antara indikator fundamental adalah konsistensinya dalam memenuhi janji
Pemimpin dan Pemenuhan Janji
JANJI bagi pemimpin muslim bukan sekadar urusan kontrak politik atau hanya masalah fundamental dalam menggapai kekuasaan. Keberadaannya sebagai “furqan” (pembeda) antara pemimpin mukmin sejati dengan pemimpin berciri khas munafik.

Dalam surah al-Ma`idah ayat 1 misalnya, perintah Allah yang ditujukan kepada orang-orang beriman adalah memenuhi ‘uqud’ (akad-akad/janji-janji):

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَوۡفُواْ بِٱلۡعُقُودِۚ …….١

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.” (QS. Al-Ma`idah [5]: 1)

Syeikh A. Hassan –ulama kenamaan Persis– dalam tafsir al-Furqan (1999: 207)  memaknai kata ‘uqud’ sebagai perjanjian yang ditujukan orang kepada Allah, sesama manusia bahkan untuk diri sendiri (seperti nazar).

Pemanggilan identitas mukmin sebelum perintah pemenuhan janji tentu bukan masalah biasa. Penulis mentadabburinya sebagai sebuah ciri dan komitmen keimanan. Orang yang mengaku beriman –apalagi sekelas pemimpin– di antara indikator fundamental adalah konsistensinya dalam memenuhi janji.

Tidak mengherankan, jika perbuatan sebaliknya justru menjauhkan mukmin dari  keimanannya dan menjerumuskannya pada jurang kemunafikan. Nabi sendiri pernah mewanti:

آيَةُ المُنَافِقِ ثَلَاثٌ، إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ

“Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga : ketika berbica, dia dusta; ketika berjanji dia menyalahi dan ketika diberi amanah, dia khianat.” (HR. Bukhari, Muslim)

Pada hadits ini, secara tegas dan jelas dikatakan bahwa  indikator orang munafik adalah ketika berjani, ia gemar menyalahinya. Itu artinya dia gampang obral janji; hal-hal manis yang disampaikan kepada publik sekadar menjadi polesan untuk mengangkat citra dirinya. Ketika citra dan kuasa didapat, maka janjinya menjadi basi.

Janji itu berat, sebagaimana hadits tersebut, mukmin sejati tak akan mengobral janji hanya untuk menggapai kekuasaan. Ketika dia berjanji, tentu dengan pertimbangan dan pemikiran yang matang. Ketika janji sudah disebutkan, maka pantang baginya menyalahi janji itu, kecuali ada uzur syar’i yang menghalanginya untuk menunaikannya.

Lebih dari itu, bagi muslim –apalagi pemimpin–, masalah pemenuhan janji bukan sekadar urusan duniawi yang ketika dia meninggal maka sudah selesai. Janji yang sudah terucap dari lisan seseorang, akan dipertanggung jawabkan hingga akhirat.

“Penuhilah janji kalian,” kata Allah dalam surah al-Isra ayat 34, “karena janji itu –kelak di akhirat– akan dipertanggung jawabkan.” Dari ayat ini juga bisa disarikan, pemimpin yang memenuhi janji adalah pemimpin yang bertanggung jawab dunia-akhirat.

Dari lembaran hayat sahabat Nabi, ada kisah menarik mengenai pemenuhan janji. Alkisah, Abdullah bin Amru bin Ash –sahabat yang dikenal ahli ibadah, banyak riwayat hadits– pernah berjanji pada seseorang yang bernama Harun bin Ri`ab untuk menikahkannya dengan perempuan putri orang Quraiys.

Menjelang wafatnya pun, janji itu dilaksanakannya, walau sebenarnya kondisinya tidak begitu memungkinkan. Bagi beliau janji adalah janji. Kalapun memiliki kesempatan mungkir, dengan berbagai alasan, tapi apa bisa mungkir kepada Allah kelak di akhirat? Maka dalam waktu sekritis apapun janji tetap harus dipenuhi.

Bersamaan dengan itu, ada statemen menarik dari beliau:

فَوَ اللهِ لَا أَلْقَى اللهَ –عزَّ وَجَلَّ—بِثُلُثِ النِّفَاقِ، اِشْهَدُوا أَنِّي قَدْ زَوَّجْتُهَا إِيَّاهُ

“Maka demi Allah! Aku tidak mau bertemu Allah –azza wajalla—dengan sepertiga kemunafikan, saksikanlah, bahwa aku telah menikahkan perempuan (Qurays itu) dengannya.”  (Riwayat Ibnu Sa’ad dan Ibnu Asakir)

Sebuah teladan luar biasa dari sahabat besar sekaliber Abdullah bin Amru bin Ash. Menjelang kematian pun yang namanya janji harus ditunaikan. Dirinya tidak mau bertemu Allah dengan indikator kemunafikan. Lalu bagaimana dengan pemimpin yang pandai mengobral janji dan gemar menyalahinya? Na’udzu billah min dzalik.*/Mahmud Budi Setiawan

No comments: