Mempertahankan Karakter Ramadhan


Di luar Ramadhan, justru target taqwa semakin harus dikejar, karena situasinya kian sulit. Termasuk di dalamnya menjaga lisan dan pandangan.

RAMADHAN adalah bulan penuh berkah dan kemenangan, setiap jiwa yang beriman terasa begitu ringan menjalankan ketaatan demi ketaatan. Ada rasa senang mengisi waktu yang tersedia dengan beragam ibadah dan amal sholeh. Membaca Al-Qur’an pun bisa beberapa kali dalam sehari, indah dan nikmat.

Namun, kala kumandang takbir tiba, sholat Id dilaksanakan, perlahan namun pasti sebagian orang mulai masuk dalam suasana dan kondisi berbeda. Makan bisa kapan saja, bicara mulai lebih banyak, dan akhirnya mata mulai melihat beragam promo beragam tawaran, yang menjadikan akal dan hati yang tadinya tenang dengan ibadah kini mulai tertarik pada benda-benda, tawaran barang murah dan beragam diskon-diskon.

Jika tak waspada, bukan semata ibadah yang menurun derajat kualitas dan kuantitasnya, orientasi hidup pun perlahan akan bergeser. Jika dibiarkan maka akan menjadikan jiwa benar-benar merana berpisah dengan Ramadhan. Lantas apa yang harus dilakukan agar diri tetap dalam semangat dan karakter Ramadhan?

Tetap Jadi Pencinta Kebaikan

Hal utama yang harus disadari oleh setiap jiwa ialah Ramadhan bulan dimana orang berlomba-lomba melakukan kebaikan. Banyak orang kesulitan secara ekonomi, tapi kala Ramadhan tiba, mereka tetap bisa makan, bisa tersenyum, dan bisa terbantu.

Tidak lain karena orang banyak yang berlomba mengamalkan perintah sedekah. Mereka yang berada tetap bersedekah walau jumlahnya menurun dari sisi nominal, namun semangat itu tak pernah padam.

Indikatornya cukup sederhana, sebuah website lembaga amil zakat nasional dalam sehari bisa menurunkan laporan dalam bentuk rilis 6 hingga 10 kegiatan kebaikan setiap harinya di seluruh Indonesia.

Sisi lain, kita bisa sama-sama sakiskan bagaimana orang berlomba-lomba menjalankan sholat tarawih, sholat Tahajjud sepanjang Ramadhan. Luar biasa, kekuatan riil ini masih ada dan merata hampir setiap sudut NKRI.

Maka, hal yang penting disadari, kalau di Ramadhan kita bisa lari kencang, maka jangan sampai di luar Ramadhan semangat berlomba dalam kebaikan itu jalan di tempat apalagi mundur dan menyerah.

فَاسْتَبِقُواْ الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونُواْ يَأْتِ بِكُمُ اللّهُ جَمِيعاً إِنَّ اللّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan..” (QS: Al-Baqarah [2]: 148).

Tetap Bermesraan dengan Alquran

Betapa bahagia hati saat Ramadhan bisa Khatam sekali bahkan hingga 3 dan 4 kali. Tetapi apakah setelah Ramadhan berlalu, interaksi dengan Al-Qur’an harus dihentikan, dibiarkan tergerus oleh kesibukan, dan tidak ada lagi orang lain yang semangat membaca Al-Qur’an?

Bahkan, mereka yang tak sanggup menghatamkan Al-Qur’an dalam Ramadhan sekalipun, bukan berarti harus rendah diri lantas berpikir tidak mau menyentuh kalamullah itu. Justru harus dibangkitkan semangat itu. Sebab, bagaimana kita akan menjadi pribadi bertaqwa jika Al-Qur’an jauh dalam keseharian kita?

Dan, sungguh Al-Qur’an itu pada hakikatnya adalah kitab yang selain harus dibaca, sejatinya ditekankan untuk bagaimana dipahami kemudian diamalkan. Sebagian ulama menegaskan mengenai hal ini.

نزل القرآن ليعمل به فاتخذوا تلاوته عملا

“Al-Qur’an itu diturunkan untuk diamalkan. Oleh karenanya, bacalah Al Qur’an untuk diamalkan.”

Kemudian Abdurrahman As-Sulami menggambarkan bagaimana sahabat Nabi ﷺ bermesraan dengan Al-Qur’an.

حدثنا الذين كانوا يقرئوننا القرآن، كعثمان بن عفان وعبد الله بن مسعود وغيرهما أنهم كانوا إذا تعلَّموا من النبي -صلى الله عليه وسلم- عشر آيات لم يجاوزوها حتى يتعلموا ما فيها من العلم والعمل، قالوا: فتعلمنا القرآن والعلم والعمل جميعًا

“Telah menceritakan kepada kami orang-orang yang mengajarkan kepada kami Al-Qur`an, seperti Utsman bin Affan, Abdullah bin Mas’ud dan selain keduanya bahwa ketika mereka belajar 10 ayat (Al-Qur`an) dari Nabi, mereka tidak menambah atau melewatinya hingga belajar ilmu dan amal di dalamnya. Mereka (para guru kami) bertutur, ‘Kami (dulu) belajar Al-Qur`an beserta ilmu dan amal sekaligus.”

Jadi, tinggal dipilih, bagi yang sudah biasa dengan membaca secara kuantitas ada target sebulan hatam sekali, pertahankanlah. Bagi yang memburu kualitas, satu ayat dipahami, dibaca tafsirnya, digali pandangan saintifiknya dan kemudian diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, maka teruskanlah. Prinsipnya, jangan ada hari berlalu tanpa memahami dan mengamalkan ayat Al-Qur’an.

Tetap Mengejar Taqwa

Sebagian orang kadang salah kaprah, terutama kaum hawa. Saat Ramadhan senang dan nyaman menggunakan hijab, lepas Ramadhan tanggal pula hijabnya. Seolah-olah target taqwa yang salah satu manivestasinya menutup aurat hanya berlaku saat Ramadhan.

Tidaklah demikian, di luar Ramadhan, justru target taqwa semakin harus dikejar, karena situasinya kian sulit. Termasuk di dalamnya menjaga lisan dan pandangan. Kala Ramadhan youtube yang dibuka kajian Islam, lepas Ramadhan jangan sampai kembali ke gosip dan beragam tontonan yang tidak mendidik.

Allah SWT berpesan kepada kita bahwa taqwa itu harus diraih dan diupayakan dengan sebenar-benarnya, hingga ajal tiba. Dalam kata yang lain, di luar Ramadhan, taqwa harus semakin dikejar, dipertahankan dan diupayakan sebaik-baiknya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepadaNya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS Ali Imran [3]: 102).

Semoga Allah berikan kemampuan kita tetap menjadi manusia yang bermental, berkarakter, dan bergaya hidup seperti dalam Ramadhan. Aamiin. Allahu a’lam.* Imam Nawawi

No comments: