Mengapa Mereka Mengklaim Ibnu Arabi Orang Kristen Rahasia?

Mengapa Mereka Mengklaim Ibnu Arabi Orang Kristen Rahasia?
Ilustrasi/Ist
IBNU Arabi yang belajar di bawah bimbingan perempuan sufi Spanyol, Fatimah binti Waliyya, tidak diragukan bahwa ia cenderung pada keadaan-keadaan fisik tertentu; yang hal ini juga digunakan oleh para Sufi. 

Idries Shah dalam bukunya The Sufis menyebutkan ia merujuk hal ini di berbagai kesempatan. Sebagian karyanya ditulis dalam keadaan "mabuk" (trance), dan maknanya tidak jelas baginya sampai setelah beberapa saat penulisannya.

Ketika berumur tiga puluh tujuh tahun, ia mengunjungi Ceuta, di mana ia memperbaharui madzhab Ibnu Sabain (penasehat Kaisar Roma, Frederick). 

Di sana ia mengalami mimpi aneh yang ditakwilkan oleh seorang ulama masyhur. Orang alim itu mengatakan, "Tidak bisa diukur ... jika orang itu ada di Ceuta, ia tidak lain adalah anak muda Spanyol yang baru datang."

Sumber inspirasinya adalah mimpi dimana kesadarannya masih aktif. Dengan melatih fakultas Sufi ini, ia mampu menghasilkan suatu hubungan dengan realitas terakhir (supermatif) dari akal batinnya -- realitas yang dijelaskannya mendasari penampakan dunia biasa.

Ajarannya menekankan arti penting pelatihan fakultas-fakultas ini yang tidak diketahui oleh semua orang dan oleh banyak orang telah diserahkan pada okultisme yang konyol. "Seseorang," tuturnya, "harus mengendalikan pikiran-pikirannya dalam mimpi. Dengan melatih kesigapan ini, ia akan menghasilkan kesadaran tentang dimensi perantara. Kesadaran ini akan mendatangkan manfaat besar bagi individu itu. Setiap orang seharusnya melatih diri untuk mencapai kemampuan yang sangat besar nilainya itu." 
Tidak akan ada gunanya untuk mencoba menafsirkan Ibnu Arabi dari satu pandangan yang pasti. 

Ajaran-ajarannya diambil dari pengalaman-pengalaman batin, kemudian disajikan dalam suatu bentuk yang mempunyai suatu fungsi. Jika puisinya mempunyai makna ganda dan sering demikian, ia bukan saja bertujuan menyampaikan kedua makna itu, tetapi juga menegaskan bahwa keduanya adalah valid. 

Jika puisi ini dinyatakan dalam istilah-istilah yang digunakan oleh orang-orang sebelumnya, hal ini tidak dimaksudkan harus dipahami sebagai bukti pengaruh luar. Apa yang diperbuatnya dalam hal ini adalah ditujukan kepada dirinya sendiri untuk orang-orang dalam istilah yang membentuk sebagian latar belakang budaya mereka sendiri. 

Ada puisi-puisi Ibnu Arabi yang bisa dibaca dalam pengertian yang berubah-ubah -- maknanya bermula dalam suatu tema dan kemudian berubah ke tema lainnya. Ia melakukan hal ini secara sengaja, dengan tujuan untuk mencegah proses asosiasi otomatis yang akan membawa pembaca ke dalam kenikmatan biasa, sebab Ibnu Arabi adalah seorang guru, bukan seorang penghibur.



Menurut Idries Shah, bagi Ibnu Arabi, sebagaimana bagi semua Sufi, Muhammad mewakili Insan Kamil. Pada saat yang sama, kita perlu mengetahui apa yang dimaksud "Muhammad" dalam konteks ini. 

Dalam persoalan ini Ibnu Arabi lebih tegas dibandingkan persoalan lainnya. Ada dua versi maksud kata Muhammad -- sosok manusia yang hidup di Makkah dan Madinah serta Muhammad yang hidup abadi. 

Idries Shah mengatakan Muhammad yang terakhir inilah yang dibicarakannya. Muhammad dalam pengertian kedua ini diidentifikasikan dengan semua Nabi, termasuk Yesus. "Gagasan ini menyebabkan klaim di kalangan Kristen bahwa Ibnu Arabi atau para Sufi atau keduanya adalah orang-orang Kristen rahasia." tutur Idries Shah. 

Klaim Sufi adalah bahwa individu-individu yang telah melaksanakan fungsi-fungsi tertentu pada dasarnya adalah satu. Kesatuan ini mereka sebut dengan asal-usulnya sebagai Haqiqatul-Muhammadiyyah.

Dalam karyanya yang menjadi rujukan utama sufi, Insan Kamil, al-Jili menjelaskan inkarnasi Hakikat (Muhammadiyah) ini kepada semua orang. 

Ia berusaha menggambarkan faktor esensial ini dengan memperlihatkan keberagaman dari apa yang kita sebut seorang individu. Sebagai contoh, Muhammad artinya "Yang Terpuji". 

ama lainnya, sebagai suatu pemaparan dari suatu fungsi, adalah Ayah al-Qasim. Dan namanya, yaitu Abdullah, ia berfungsi sesuai dengan makna literalnya -- Hamba Allah. Nama-nama adalah kualitas-kualitas atau fungsi-fungsi. Inkarnasi adalah satu faktor sekunder: "Ia diberi nama-nama dan di setiap masa memiliki satu nama yang sesuai dengan wujud yang ada pada masa itu. Ketika ia dilihat sebagai Muhammad, ia adalah Muhammad, namun ketika dilihat dalam bentuk lain, maka ia disebut dengan nama bentuk itu sendiri." 

Idries Shah mengatakan ini bukan suatu teori reinkarnasi, meskipun teori ini sangat mirip. Realitas esensial yang menghidupkan manusia dengan sosok Muhammad atau lainnya ini harus diberi nama sesuai dengan lingkungannya.

Mereka yang menggunakan sikap ini dengan doktrin Logos dari Plotinus, menurut para Sufi, berarti menisbatkan suatu hubungan historis pada suatu situasi yang mempunyai realitas obyektif para Sufi tidak meniru doktrin Logos, meskipun ide tentang Logos dan Hakikat Muhammadiyah mempunyai sumber yang sama. 


Pada akhirnya, Idries Shah menjelaskan, sumber informasi sufi dalam persoalan ini adalah pengalaman pribadi sufi, bukan formulasi kepustakaan sebagai salah satu manifestasi historisnya. 

Perangkap pemikiran historis, yang beranggapan bahwa tidak ada sumber batiniah pengetahuan yang mendasar dan harus mencari inspirasi kepustakaan dan superfisial, tetap dihindari oleh para sufi. Beberapa mahasiswa Barat yang mengkaji Sufisme, hal ini harus diakui, telah menekankan kemiripan lahiriah, sementara terminologi atau waktu tidak membuktikan penyampaian gagasan esensial itu. (Bersambung)
(mhy)

No comments: