Ketika Tuhan Melempar Uang Seratus Keping kepada Abu Nawas

Ketika Tuhan Melempar Uang Seratus Keping kepada Abu Nawas
Ilustrasi/Ist
JAUH sebelum Abu Nawas menjadi Staf Khusus Khalifah Harun Ar-Rasyid kehidupan ekonominya boleh dibilang masuk kategori keluarga prasejahtera. Si Cerdik ini bisa makan sedikit enak bila ada rezeki nomplok, macam dapat bantuan langsung tunai, eh, hadiah langsung dari Baginda. Itu pun biasanya sebagian ia bagi-bagikan kepada orang miskin

Lantaran sudah biasa hidup pas-pasan, Abu Nawas tidak pernah mengeluh. Hanya saja, hal yang demikian tentu saja berbeda dengan sang istri. Belahan hati Abu Nawas ini sering mengeluh. "Apakah hidup kita akan terus begini? Miskin," keluhnya. 

"Tapi aku mengabdi kepada Allah saja," jawab Abu Nawas santai.

"Kalau begitu, mintalah upah kepada Allah," spontan istrinya menyahut. 

Dasar Abu Nawas. Merespon omongan istrinya ia pun langsung ke pekarangan, bersujud, dan berteriak keras-keras, "Ya Allah, berilah hamba upah seratus keping perak!" Ucapan itu dilakukan berulang-ulang.

Sudah pasti sang tetangga pun mendengar teriakan itu. Ia ingin mempermainkan Abu Nawas. Ia melemparkan seratus keping perak ke kepala Abu Nawas. Sang tetangga menjadi terkejut karena begitu uang itu mengenai kelapanya, Abu Nawas langsung membawa lari uang itu ke dalam rumah dengan gembira, sambil berteriak "Hai, aku ternyata memang wali Allah. Ini upahku dari Allah."

Sang istri tak kalah senangnya begitu suaminya menyerahkan uang itu. 

Tak lama muncul sang tetangga yang menyerbu rumah Abu Nawas. Ia meminta kembali uang yang baru dilemparkannya. Abu Nawas menjawab "Aku memohon kepada Allah, dan uang yang jatuh itu pasti jawaban dari Allah."

Tetangganya marah. Ia mengajak Abu Nawas menghadap hakim. Abu Nawas berkelit, "Aku tidak pantas ke pengadilan dalam keadaan begini. Aku tidak punya kuda dan pakaian bagus. Pasti hakim berprasangka buruk pada orang miskin."

"Maksudmu?" tanya sang tetangga tak mengerti.

"Pinjamkan aku jubah dan kuda," jawab Abu Nawas.

Demi uangnya kembali, sang tetangga meminjamkan jubah dan kuda.

Tidak lama kemudian, mereka menghadap hakim. Tetangga Abu Nawas segera mengadukan kasusnya itu kepada hakim. Ia bercerita secara detail kejadiannya. 

"Bagaimana pembelaanmu?" tanya hakim kepada Abu Nawas.

"Tetangga saya ini gila, Tuan," jawab Abu Nawas.

"Apa buktinya?" tanya hakim.

"Tuan Hakim bisa memeriksanya langsung. Ia pikir segala yang ada di dunia ini miliknya. Coba tanyakan misalnya tentang jubah saya dan kuda saya, tentu semua diakui sebagai miliknya. Apalagi pula uang saya."

Dengan kaget, sang tetangga berteriak, "Tetapi itu semua memang milikku!"

Bagi sang hakim, bukti-bukti sudah cukup. Perkara putus. Abu Nawas menang. 
(mhy) Miftah H. Yusufpati

No comments: