Kisah Seorang Yahudi dan Jubah Tambalan Milik Nabi

Kisah Seorang Yahudi dan Jubah Tambalan Milik Nabi
Ilustrasi/Ist
Kisah berikut dinukil dari Idries Shahdalam bukunya yang berjudulThe Way of the Sufidan telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Joko S. Kahhar dan Ita Masyitha dengan judul "Jalan Sufi: Reportase Dunia Ma'rifat". 

SEORANG Yahudi dari Damaskus yang membaca Kitab Suci (al-Qur'an), suatu hari menemukan secara kebetulan nama Nabi Muhammad SAW tertulis di dalamnya. Tidak suka dengan hal itu, dia mengubah nama tersebut. Tetapi hari berikutnya dia menemukannya lagi. Lagi-lagi dia membuangnya, tetapi pada hari berikutnya nama tersebut muncul lagi.

Dia berpikir:

"Barangkali ini merupakan suatu tanda bahwa seorang utusan yang sesungguhnya telah datang. Aku akan bepergian ke arah selatan ke Madinah."

Dan dia dengan segera memulai, tanpa memperlambat lagi hingga mencapai kota Nabi SAW.

Ketika dia tiba di sana, tanpa diketahui seorang pun, dia telah berada di dekat masjid Nabawi, ketika sahabat Anas r.a. tiba. Dia berkata kepada Anas, "Sahabat, bawa aku kepada Nabi." 

Anas r.a. membawanya masuk ke dalam masjid yang telah penuh orang dalam kesedihan yang dalam. Abu Bakar r.a. sang pengganti tengah duduk di sana memimpin sahabat-sahabat. Orang Yahudi tersebut menghampirinya, menyangka dia pasti Muhammad SAW dan berkata, "Wahai utusan pilihan Tuhan, seorang tua yang telah tersesat telah datang untuk memanjatkan kedamaian atasmu."

Mendengar sebutan atas Nabi SAW dipergunakan oleh orang tersebut, semua orang yang hadir tiba-tiba menangis berurai air mata. Orang asing tersebut bingung atas apa yang dilakukan. Dia berkata:

"Aku orang asing dan seorang Yahudi, dan aku tidak menyadari upacara agama mengenai penyerahan kepada Kehendak Allah (Islam). Apakah aku telah berkata sesuatu tak menyenangkan? Haruskah aku tinggal diam? Atau apakah ini perayaan ritual? Mengapa kalian menangis? Jika hal ini merupakan upacara, aku tidak pernah mendengar tentang hal ini."

Sahabat Umar r.a. berkata kepadanya:

"Kami tidak menangis karena sesuatu yang telah Anda lakukan. Tetapi Anda harus mendengar, orang yang malang, bahwa hal ini terjadi tidak lebih dari seminggu sejak Rasul wafat. Ketika kami mendengar namanya, duka cita menguasai hati kami kembali."

Segera setelah mendengar hal ini, orang tua tersebut menyobek pakaiannya dalam kesedihan yang dalam. Ketika sudah sedikit agak pulih, dia berkata:

"Lakukan satu kebaikan hati untukku. Biarkan aku memiliki setidaknya sebuah jubah milik Nabi. Kalau aku tidak dapat bertemu dengan beliau, setidaknya biarkan aku memiliki jubah beliau."

Umar r.a. menjawab, "Hanya Ummi Zahrah yang dapat memberi kita salah satu dari jubah beliau."

Ali r.a. berkata:

"Tetapi dia tidak akan mengizinkan seseorang datang mendekatinya." Tetapi mereka pergi ke rumah Ummi Zahrah dan mengetuk pintunya, serta menjelaskan apa yang mereka inginkan.

Ummi Zahrah menjawab:

"Sesungguhnya Rasulullah saw telah berkata dengan jujur, ketika beliau mengatakan tidak lama sebelum beliau wafat, 'Seorang pelancong yang cinta kepadaku dan seorang yang baik akan datang ke rumah ini. Dia tidak akan melihatku. Oleh karena itu berilah dia jubah tambalan ini seolah dariku. Dan demi aku, perlakukan dia dengan bijak, beri salam'."

Orang Yahudi tersebut mengenakan jubah untuknya sendiri dan memeluk Islam. Meminta diantar ke makam Rasulullah saw. Sesampainya di makam, dia telah menghembuskan nafas terakhir. (Aththar: Ilahi-Nama)
(mhy) Miftah H. Yusufpati

No comments: