Selain Bijak Harun Al Rasyid Juga Ahli Ibadah, Ini Gurunya

Harun Al Rasyid merupakan sosok yang berhasil memimpin Abbasiyah. Ilustrasi Kota Baghdad pada masa Abbasiyah berbentuk bundar.

Harun Al Rasyid merupakan sosok yang berhasil memimpin Abbasiyah. Ilustrasi Kota Baghdad pada masa Abbasiyah berbentuk bundar.

Foto: bbc.co.uk

Harun Al Rasyid merupakan sosok yang berhasil memimpin Abbasiyah
 Sesungguhnya, 100 tahun pertama Dinasti Abbasiyah dipimpin para sultan yang mewujudkan kemajuan negeri. Khususnya, sejak zaman khalifah Al Mahdi hingga Al Mutawakkil (847-861). Bagaimanapun, era pemerintahan Khalifah Harun Al Rasyid merupakan tonggak penting dalam membuka progres itu lebih lanjut lagi. 

Puncak kejayaan Islam pada Abad Pertengahan dapat dikatakan bermula sejak masa kekuasaan dirinya serta kemudian anaknya, Abu al-'Abbas Abdullah alias al-Ma'mun (786-833). Itu terjadi di belahan dunia timur. Pada saat yang bersamaan, di belahan dunia barat, tepatnya Andalusia, peradaban Islam pun bersemi, terutama sejak kepemimpinan amir Kordoba, Abdurrahman II (792-852). 

Harun Al Rasyid memegang tampuk pemerintahan sejak 14 September 786. Ia menggantikan saudaranya, khalifah Al Hadi (764-786), yang hanya berkuasa selama satu tahun. Tepat di hari pelantikannya, putranya lahir, yakni Al Mamun. Sultan Harun mengangkat seorang ulama yang karismatik untuk menjadi perdana menterinya.

Namanya, Yahya Al Barmaki. Kalangan sejarawan mencatat, Yahya juga berperan sebagai guru sang khalifah. Dalam usia semuda itu serta dengan kekuasaan di genggaman, amatlah mudah bagi Harun untuk tergelincir, mabuk kekuasaan. Maka dari itu, dia memerlukan bimbingan dan nasihat, baik secara kognitif, politik, maupun spiritual.

Gelar Al Rasyid di belakang namanya menandakan watak yang penuh kebijaksanaan. Sebagai seorang Muslim, dia pun gemar mengamalkan ibadah-ibadah sunah. Dengan begitu, jiwanya terlatih untuk selalu tawadu dan peka terhadap persoalan rakyat.

Sebagai contoh, Sultan Harun biasa merutinkan sholat sunat 100 rakaat tiap hari, bahkan hingga akhir hayatnya. Dia pun bersedekah 10 ribu dirham dari harta pribadinya kepada rakyat jelata. Dia kerap berkonsultasi kepada para alim ulama, baik dalam menemukan solusi persoalan keumatan maupun fikih ibadah-ibadah mahdhah. 

Di hadapan mereka, sang penguasa bersikap hormat dan rendah diri. Reputasi Khalifah Harun al-Rasyid juga cemerlang sebagai pencinta sastra. Dia memandang syair sebagai ungkapan kebudayaan yang sarat makna. Kisah persahabatannya dengan Abu Nuwas (sering disebut pula: Abu Nawas) melegenda bahkan sampai hari ini. 

Sultan Harun Al Rasyid (766-809) masih berumur muda saat menjadi pengua sa Dinasti Abbasiyah: 20 tahun. Namun, karismanya sudah terbangun bahkan sebelum dirinya naik takhta. Sebagai putra khalifah Muhammad Al Mahdi (745-785), dia tampil memukau dalam memimpin pasukan Muslimin untuk menggempur basis pertahanan Romawi Timur (Bizantium). Dia meraih kemenangan demi kemenangan sehingga musuh menyingkir jauh dari wilayah kekhalifahan.

Bahkan, Harun Al Rasyid dapat menguasai Ankara. Sedikit lagi mencapai jantung Bizantium, Konstantinopel. Meskipun urung menaklukkan ibu kota lawan, dia tetap mendapatkan pengakuan sebagai pemenang. Ratu Irene Sarantapechaina (752-803) bersedia mengirimkan upeti berupa puluhan ribu keping emas per tahun kepada Baghdad.

Bagaimanapun, Harun melihat ada lagi harta yang terpendam selain kemilau logam mulia. Seperti diceritakan Roger Garaudy dalam Promes ses de l'Islam, sang pemimpin Muslim itu tak menuntut ganti kerugian perang kepada Bizantium. Dia hanya mendesak musuh untuk menyerah kan manuskrip-manuskrip kuno kepadanya.

Ratu Irene pun mematuhi persyaratan itu. Memang, berbeda kondisinya dengan negeri-negeri Islam kala itu. Barat masih terpuruk dalam stagnansi. Geliat intelektualnya kalah jauh dengan wilayah-wilayah Muslim, semisal Baghdad, Basrah, Damaskus, ataupun Andalusia. Peradaban Islam pada masa itu sangat condong pada literasi.  

Menurut Roger Garaudy, para sultan menyokong perkembangan ilmu pengetahuan dengan sepenuh hati. Umat Islam terbuka terhadap warisan yang kaya dari kebudayaan-kebudayaan dunia yang berusia lebih tuasemisal Yunani, Persia, atau Cina. Muslim menghidupkannya dan memperbaruinya dengan worldview yang sejalan Alquran dan sunnah. Rol

No comments: