Kaum yang Lebih Baik dari Sahabat Nabi

 

Betapa bahagia dan mulianya generasi awal umat Islam yang hidup bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Mereka langsung menikmati samudera hikmah dari orang yang paling mulia dalam catatan sejarah umat manusia. Mereka membersamai beliau dalam setiap kondisi, hampir dua puluh empat jam di sepanjang usia mereka. Bahagianya.

Saat ada ayat al-Qur’an yang diturunkan, mereka langsung menerimanya sesuai bagaimana diturunkannya. Kemudian menghapal dan menanyakan tafsirnya langsung kepada Rasulullah yang menerima al-Qur’an melalui perantaraan malaikat Jibril ‘Alaihis salam.

Karenanya pula, saat ada suatu persoalan pelik yang belum pernah terjadi, dan mereka tidak mengetahui solusinya, maka mereka bisa langsung bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Selain memang, mereka bisa menikmati pesona akhlak Rasulullah yang disebut oleh ‘Aisyah binti Abu Bakar, bahwa akhlak Nabi adalah al-Qur’an. Pesona akhlak beliau juga mendapat pujian langsung dari Allah Ta’ala melalui firman-Nya dalam al-Qur’an al-Karim.

Maka bergembiralah mereka. Apalagi di zaman itu, berislam tidaklah mudah. Taruhannya adalah harta, bahkan nyawa. Banyak sahabat yang mengalami siksaan fisik, boikot kebutuhan sehari-hari, hingga pembunuhan dengan cara yang sadis. Hingga karenanya, ada di antara mereka yang mendatangi Nabi, kemudian menyampaikan pertanyaan seakan menggugat, “Kapankah datangnya Pertolongan Allah?”

Sebab tidak mudah itu, banyak pula orang yang sezaman dengan Nabi, namun tidak beriman. Di antara mereka memilih tetap berada dalam kekafiran sebab kebodohan, lainnya lagi menyukai kesesatan sebab menolak kebenaran yang diketahui, dan sebagian lainnya berada di pertengahan, munafiq; kadang beriman, sering kali kafir.

Ibnu Muhairiz bertanya kepada Abu Jam’ah, “Beritahukan kepada kami sebuah hadits yang engkau dengar dari Rasulullah.” Ia pun menjawab, “Baiklah.” Ia menuturkan, pernah suatu siang, mereka makan siang bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Di antara mereka ada Abu ‘Ubaidah bin al-Jarrah yang bertanya, “Ya Rasulullah, adakah seseorang yang lebih baik dari kami? Padahal kami telah masuk Islam dan berjihad bersamamu?”

Tak lama kemudian, Nabi menjawab, “Ya, ada.” Lanjut beliau sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan dikutip oleh Imam Ibnu Katsir dalam tafsir al-Qur’anul ‘Adhim, “Yaitu suatu kaum setelah kalian. Mereka beriman kepadaku, padahal mereka tidak melihatku.”

Hadits ini adalah motivasi bagi kita yang jauh dari zaman Nabi. Bahwa beriman kepada Allah Ta’ala dan Rasulullah di zaman ini lebih berat; sebab kita tak menyaksikan beliau secara langsung sehingga banyaknya perbedaan di antara kaum muslimin. Semoga Allah Ta’ala kuatkan kita untuk menempuh jalan Ahlus sunnah wal Jama’ah. Aamiin. [Pirman]

No comments: