Masjid Wapauwe, Tertua di Indonesia Timur

Masjid Wapauwe di Kabupaten Maluku Tengah ini juga menyimpan pelbagai koleksi manuskrip.

HASANUL RIZQA

Sejarah penyebaran Islam di Indonesia timur bermula dari Maluku. Kepulauan penghasil utama rempah-rempah itu kerap dikunjungi para saudagar dari pelbagai belahan dunia, termasuk Arab. Orang-orang Arab berperan signifikan dalam distribusi komoditas tersebut di jalur maritim global. Rute itu menghubungkan antara Laut Cina Selatan, Nusantara, Samudra Hindia, dan Mediterania.

Kalangan sejarawan umumnya sepakat, Islam sudah berkembang pesat di Maluku ketika Portugis datang pada 1512 M. Salah satu kerajaan terbesar di sana, Ternate, telah diperintah oleh seorang raja Muslim. Kesultanan itu akhirnya mengetahui bahwa Portugis tidak hanya menjalankan perdagangan rempah-rempah secara curang, tetapi juga berkedok menyebarkan agama Kristen. Pemimpin dan rakyat setempat pun bahu-membahu untuk memerangi bangsa Eropa tersebut.

Jejak kejayaan Islam di Maluku tampak dari pelbagai bangunan setempat yang telah berumur ratusan tahun. Salah satunya ialah Masjid Wapauwe di Kaitetu, Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah. Hingga kini, tempat ibadah tersebut masih tegak berdiri walau usianya telah melewati enam abad. Inilah masjid tertua se-Indonesia timur. Untuk sampai ke sana, pengunjung dari pusat Kota Ambon bisa menggunakan transportasi darat dengan menempuh waktu satu jam perjalanan.

photo
Masjid Wapauwe di Maluku Tengah, Provinsi Maluku, tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga destinasi wisata sejarah. - (DOK ISLAMIC CENTER)

Masjid Wapauwe didirikan pada 1414 M. Semula, namanya adalah Masjid Wawane. Disebut begitu karena lokasi pendiriannya ada di lereng Gunung Wawane. Pendirinya merupakan Pernada Jamilu, seorang bangsawan Kesultanan Jailolo dari Moloko Kie Raha (empat gunung Maluku).

Jamilu tidak hanya bertindak sebagai elite kerajaan. Bahkan, perannya besar sebagai mubaligh di tengah masyarakat. Sekitar tahun 1400 M, ia menyambangi Tanah Hitu untuk menyebarkan Islam. Ada lima desa (negeri) di kaki Gunung Wawane yang menerimanya, yakni Assen, Wawane, Atetu, Tehala dan Nukuhaly. Sebelumnya, agama tauhid cenderung dikenal hanya di daerah pesisir, khususnya yang berinteraksi dengan para pedagang Arab.

Perpindahan Masjid Wawane ke lokasi yang ada sekarang tak lepas dari konteks perang melawan kolonialisme. Pada 1580, Belanda di bawah bendera Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) mulai berupaya menguasai Tanah Hitu. Memasuki tahun 1600-an, kongsi dagang yang juga disebut Kompeni itu tidak mengurangi gangguannya terhadap penduduk lokal. Akhirnya, pada 1634 perang pun pecah antara kedua belah pihak.

photo
Prasasti yang memuat pelbagai keterangan tentang Masjid Wapauwe, Maluku. Bangunan itu merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia. - (DOK GERAKAN PEMUDA ANSOR)

Dengan alasan keamanan, Muslimin di kaki Gunung Wawane bersepakat untuk memindahkan Masjid Wawane ke lokasi baru. Tempat ibadah itu pun dipindah pada 1614 ke Kampung Tehala yang berjarak sekira 6 km arah timur Wawane. Nama baru pun dipilih untuk bangunan tersebut.

Antara lereng Gunung Wawane dan Tehala terdapat bentangan daratan yang marak ditumbuhi pepohonan mangga hutan atau mangga berabu. Buah itu dalam bahasa Kaitetu disebut sebagai wapa. Terinspirasi dari itu, masyarakat setempat pun menyebut masjid ini sebagai Masjid Wapauwe. Artinya, masjid yang didirikan di bawah pohon mangga berabu.

Pada tahun 1646 Belanda akhirnya dapat menguasai seluruh Tanah Hitu. Dalam rangka kebijakan politik ekonominya, Belanda kemudian melakukan proses penurunan penduduk dari daerah pegunungan, tidak terkecuali warga kelima negeri tadi. Proses pemindahan itu berlangsung hingga tahun 1664. Pada saat itu pula, Desa Kaitetu dibentuk.

photo
Sejumlah wisatawan lokal mengunjungi Masjid Wapauwe di Desa Kaitetu Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, Ahad (20/6/2021). - (DOK ANTARA FB Anggoro)

Unik bersahaja

Corak arsitektur yang ditampilkan Masjid Wapauwe barangkali tampak sederhana. Akan tetapi, ada keunikan di sana bila diperhatikan dengan saksama. Masjid ini dibangun tanpa paku. Sebagai gantinya, pasak-pasak kayu digunakan untuk menyambung antarsetiap bagian bangunan.

Alhasil, setiap bagian-bagiannya dapat dibongkar pasang. Inilah salah satu keunikannya sehingga memungkinkan masjid tersebut bisa dipindah-pindah dari satu area ke area lain.

Bentuk masjid ini seperti bujur sangkar. Ukuran tidak begitu luas, hanya 10x10 meter persegi. Ketika pertama kali didirikan, masjid ini tidak memiliki serambi. Dalam renovasi dilakukan penambahan beranda berukuran 6,35 x 4,75 m persegi.

Banyak bagian bangunan tersebut yang menerapkan pola tradisional Maluku. Sebagai contoh, dinding masjid tersebut yang terbuat dari gaba-gaba, yaitu pelepah sagu yang dikeringkan. Setengah dinding itu, termasuk yang telah dipugar, didirikan dengan bahan campuran kapur.

Mimbar Masjid Wapauwe berukuran 2x2 m persegi. Bentuknya seperti sebuah kursi yang berbahan dasar kayu. Untuk menambah ketinggian, alasnya ditambahi dengan anak tangga. Pada bagian atasnya, terdapat lengkungan dan ukiran bermotif floris.

photo
Sejumlah warga berada di Masjid Wapauwe di Negeri (Desa) Kaitetu Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, Ahad (20/6/2021). - (DOK ANTARA FB Anggoro)

Seperti umumnya masjid-masjid tua di Jawa, Masjid Wapauwe pun dilengkapi dengan beduk. Benda yang digantung pada sebuah balok itu terbuat dari gelondongan kayu utuh dengan diameter dua meter. Kulit beduk diikat dengan tali rotan yang kencang.

Seni cipta bangunan Jawa terlihat mempengaruhi Masjid Wapauwe. Sisi interiornya memiliki saka guru atau empat pilar yang menyangga bagian atap. Atapnya pun berupa tajug bertingkat, sehingga lagi-lagi menampilkan kekhasan Jawa. Penutup atas bangunan itu terbuat dari daun-daun rumbia kering. Pada puncaknya, terdapat ukiran kayu berbentuk silindris dengan alur-alur dan molding.

Di antara atap di atas dan atap yang di bawah terdapat lubang jendela yang berfungsi sebagai ventilasi udara. Bagian paling bawah atapnya menjorok ke luar dan membentuk sebagian dari elips seperti daun. Di setiap ujungnya terdapat ukiran yang menampilkan lafaz “Allah” dan “Muhammad".

photo
Beduk tradisional di dalam Masjid Wapauwe, Maluku. - (DOK ISLAMIC CENTER)

Keunikan lainnya dari Masjid Wapauwe ialah fungsinya yang juga sebagai tempat penyimpanan benda historis. Diketahui, terdapat lembaran-lembaran Alquran yang diperkirakan sebagai mushaf tertua se-Indonesia di sana. Mushaf itu selesai ditulis tangan oleh Imam Muhammad Arikulapessy pada 1550. Naskah yang ada tanpa hiasan atau iluminasi.

Tidak hanya itu, Masjid Wapauwe juga menyimpan Mushaf Nur Cahya. Teks itu selesai ditulis pada 1590, tanpa iluminasi pula. Mushaf yang tergurat pada kertas Eropa itu ditulis oleh seorang cucu Imam Arikulapessy. Ada pula sebuah kitab Barzanji dan sekumpulan naskah khutbah. Dari tarikh yang ada, manuskrip tersebut berasal dari masa 1661 M.Rol

No comments: