'Ain, Penyakit yang Bisa Mendahului Takdir

Mewaspadai Ain, Penyakit yang Bisa Mendahului Takdir
Para ulama terus mendakwahkan penyakit ain mengingat sangat berbahayanya penyakit ini. Foto ilustrasi/istimewa
Para ulama terus mendakwahkan penyakit 'ain mengingat sangat berbahayanya penyakit ini. Penyakit non medis ini sangat bahaya buat badan maupun jiwa.

Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

العين حق، ولو كان شيء سابق القدر سبقته العين

“Ain itu benar-benar ada! Andaikan ada sesuatu yang bisa mendahului takdir, sungguh ‘ain itu yang bisa” (HR. Muslim).

Begitu bahaya penyakit 'ain ini sampai Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam mengatakan bisa mendahului takdir. Bahaya ini disebabkan oleh pandangan mata orang yang dengki ataupun takjub/kagum, sehingga dimanfaatkan oleh setan dan bisa menimbulkan bahaya bagi orang yang terkena.Jadi, Setan bisa masuk melalui 'ain.

Allah Ta'ala berfirman :

لَيُزْلِقُونَكَ بِأَبْصَٰرِهِمْ لَمَّا سَمِعُوا۟ ٱلذِّكْرَ وَيَقُولُونَ إِنَّهُۥ لَمَجْنُونٌ

Wa iy yakādullażīna kafarụ layuzliqụnaka bi`abṣārihim lammā sami'uż-żikra wa yaqụlụna innahụ lamajnụn

"Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar Al Quran dan mereka berkata: "Sesungguhnya ia (Muhammad) benar-benar orang yang gila". (QS. al-Qalam : 51).

Menurut Syaikh Dr. Sulaiman Ar Ruhaili hafizhahullah dalam salah satu ceramah beliau di youtube seperti dinukil Ustadz Yulian Purnama, tentang penyakit ‘ain beliau mengatakan bahwa meski 'ain bahaya, tapi tidak boleh seseorang mengaitkan segala keburukan dengan ‘ain. Maksudnya, tidak boleh sedikit-sedikit menyangka terkena ‘ain.

Misalnya, ketika ia bersin ia menyangka kena ‘ain. Ketika mobilnya mogok, ia menyangka kena ‘ain, ketika keuntungan usahanya turun ia menyangka kena ‘ain, dan semisalnya. Seorang Mukmin harus pertengahan antara ifrath (berlebihan) dan tafrith (meremehkan).

Syaikh Dr. Sulaiman Ar Ruhaili hafizhahullah, mengatakan, ‘ain ada dua:

[1] ‘ain hasidah, yang terjadi karena pandangan hasad (iri; dengki).

[2] ‘ain mu’jabah, yang terjadi karena pandangan kagum. Bahkan seseorang bisa terkena ‘ain karena pandangan kagumnya pada diri sendiri.

Kiat agar kita tidak menjadi penyebab ‘ain bagi orang lain adalah dengan mendoakan keberkahan jika melihat perkara yang mengagumkan pada orang lain.

Dengan mengucapkan “baarakallahu fiik” (semoga Allah memberkahimu), atau “masyaallah tabaarakallah” (segala sesuatu atas kehendak Allah, semoga Allah memberi keberkahan), atau “masyaallah laa haula wa laa quwwata illabillah tabaarakallah” (segala sesuatu atas kehendak Allah, tidak ada daya dan upaya kecuali dengan izin Allah, semoga Allah memberi keberkahan).

Adapun “masyaallah laa haula wa laa quwwata illabillah” ini masih belum cukup. Karena yang Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam adalah dengan mendoakan keberkahan. Boleh saja diucapkan sebagaimana disebutkan dalam surat Al Kahfi ayat 39, namun ini belum cukup untuk mencegah ‘ain.

Cara paling utama mencegah terjadi ‘ain pada diri sendiri adalah dengan banyak tawakal (menggantungkan hati) kepada Allah dan banyak berdzikir. Walaupun terkadang Allah takdirkan sebab-sebab pencegah ‘ain tidak berfungsi sehingga seseorang terkena ‘ain ketika ia sudah banyak berdzikir, namun bukan berarti dzikir itu tidak bermanfaat.
Oleh karena itu Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam pun pernah terkena sihir, padahal beliau adalah orang yang paling banyak berdzikir kepada Allah. Karena ketika itu Allah takdirkan sebab-sebab pencegah keburukan tidak berfungsi karena suatu hikmah.

Maka hendaknya memperbanyak dzikir , di antaranya dzikir pagi dan sore, membaca Al Qur’an terkhusus membaca ayat kursi di pagi dan sore hari, ini semua akan menjadi tameng dari ‘ain atas izin Allah.

Tidak benar jika seseorang berlebihan menyembunyikan barang-barangnya yang bagus dengan alasan karena takut terkena ‘ain. Seperti orang yang tidak menggunakan pakaian yang bagus karena takut terkena ‘ain. Ini sikap yang tidak benar.

Tidak boleh mencegah ‘ain dengan tamimah (jimat). Demikian juga tidak boleh menjadikan Al Qur’an sebagai jimat untuk mencegah ‘ain. Pendapat yang shahih dari para ulama, bahwa tidak boleh menggunakan jimat walaupun dari Al Qur’an.

Karena Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

من تعلَّق شيئًا وُكِلَ إليه

“Barangsiapa memakai jimat, ia akan menggantungkan hati pada jimat tersebut” (HR. At Tirmidzi).

Termasuk mencegah ‘ain dengan jimat adalah dengan menempelkan tulisan ayat di rumah atau menempelkan tulisan “masyaallah tabarakallah“.

Ini perkara yang dilarang. Dan lebih parah lagi jika tulisan yang ditempatkan tidak ada unsur dzikrullah sama sekali. Seperti menempelkan simbol-simbol dengan huruf Arab. Ini juga perkara yang dilarang.

“Orang yang memandang dengan pandangan kagum khawatir bisa menyebabkan ain pada benda yang ia lihat, maka cegahlah keburukan tersebut dengan mengucapkan: Allahumma baarik ‘alaih” (Kitab Ath Thibbun Nabawi).

Wallahu a’lam.Widaningsih
(wid)

No comments: