Peninggalan Kaum Tsamud Yang DIlaknat leh ALLAH SWT,: Madain Salleh
Perjalanan ke sana hanya bisa ditempuh lewat darat, kurang lebih 3,5 jam dari Madinah melalui highway ke arah kota Tabuk. Warga Saudi menyebut lokasi tersebut dengan sebutan Mantheqa Ahjar (wilayah bebatuan). Maklum, seluruh penjuru daerah Al-Ula’ (nama kota wilayah Mada’en Shaleh sekarang) dikelilingi oleh gunung-gunung batu alami nan eksotis.
Sepanjang perjalanan antara Madinah dan Mada’en Shaleh, ada dua kota kecil Al-Lahn dan Khaebar. Perkampungan tersebut dikenal sebagai basis daerah badui (orang primitif) Saudi untuk wilayah utara. Perilaku mereka terkenal sebagai mukhalif, antihukum. Jangan kaget, kalau tiba-tiba dalam perjalanan, kaki pengemudi harus menginjak pedal rem secara tiba-tiba.
Meskipun suku badui Saudi sekarang sudah berkendaran mobil, di jalanan, mereka paling alergi terhadap rambu-rambu lalulintas. Mengenderai mobil tak ubah seperti halnya menunggang unta. Di sepanjang jalan di dua kota tersebut, mobil berseliweran melawan jalur arah highway. Mayoritas, mereka menggunakan mobil jenis pick up double cabin — orang Saudi menyebutnya “unet.” Papan peringatan bergambar unta menghiasi sepanjang perjalanan. Binatang khas gurun tersebut bebas berkeliaran di pinggir jalan raya, cukup untuk memanjakan pandangan mata di tengah gurun yang gersang sepanjang perjalanan.
Saat musim panas, antara April hingga September, wilayah Al-Ula’ dikenal sebagai daerah super panas, bisa mencapai 55 derajat. Namun, ketika musim dingin, suhu mendekati 0 derajat. Umumnya, masyarakat di sana menggunakan AC dwifungsi. Saat musim panas, difungsikan sebagai pendingin ruangan, sebaliknya, ketika suhu musim dingin menggigit, difungsikan sebagai penghangat. Al-Ula’ juga dikenal sebagai daerah paling strategis di Saudi Arabia untuk melihat hilal (bulan), faktor penentu hari yang tepat saat memasuki bulan Ramadhan dan Idul Fitri.
Ketika memasuki wilayah Al-Ula’, aura lingkungan kota terasa kembali ke suasana ribuan tahun lalu. Ratusan gunung bebatuan terlihat seperti dipahat dan diukir mengelilingi kota tersebut. Reruntuhan bangungan rumah dan gedung dari tanah liat tanpa bahan semen dan batu, menambah keyakinan bahwa Al-Ula’ adalah kota sejarah tertua di daratan Saudi Arabia.
Total luas wilayahnya 30.000 km2. penduduknya hanya 70.000 jiwa. Roda kehidupan untuk kelas pekerja didominasi asing. Mayoritas pekerja datang dari Bangladesh dan Pakistan. Tenaga kerja asal Indonesia nyaris tak terlihat. Warga setempat belum banyak yang memanfa’atkan tenaga sopir pribadi.
Sadar memiliki kapasitas air yang melimpah, mayoritas penduduk Al-Ula’ mengandalkan penghasilan hidup dari bertani. Kurma, jeruk, semanggi, gandum, sayuran, semangka dan melon menjadi hasil andalan. Pendapatan selebihnya didapat dari pariwisata sebagai kota sejarah dan penelitian situs purbakala. Hotel Araak, yang berlokasi tepat di balik gunung bebatuan alami yang menakjubkan, menjadi satu-satunya hotel primadona para turis dan peneliti yang datang dari berbagai belahan dunia.
Dahulu, pada abad keenam sebelum Masehi, kota itu dikenal dengan sebutan Didan. Pada zamannya, Didan menjadi rute utama para pedagang kurma dan rempah-rempah. Kota itu juga menjadi fasilitator antara saudagar yang datang dari India dengan saudagar semenanjung Arab bagian selatan. Juga para saudagar dari negeri Syam (Syiria), Mesir, Irak dan semenanjung Arab bagian utara.
Berjalan 22 km ke arah timur laut dari kota Al-Ula’, terhamparlah kota batu Mada’en Shaleh. Kawasan itu luasnya 25 km2, sekelilingnya di pagar kawat. Tidak seorang pun bisa memasuki kawasan bersejarah tersebut, kecuali melewati satu pintu gerbang yang dijaga ketat polisi sebagai penjaga situs purbakala.
Polisi penjaga pantang memberikan izin masuk manakala pengunjung tidak mengantongi surat keterangan diri yang dikeluarkan oleh dinas museum kota Al-Ula’. Setelah memeriksa berkas identitas pengunjung, ia masih bertanya: “Apakah kalian membawa kamera video? Alat yang diperbolehkan cuma kamera foto, dilarang keras mendokumentasikan wilayah ini dengan kamera video,” kata sang penjaga, Abdurrahman al-Anzy, dengan suara setengah berteriak.
Mengingat luasnya, mengelilingi Meda’en Shaleh tidak bisa dengan berjalan kaki. Mobil harus dibawa masuk. Menelusuri satu situs gunung batu ke situs lainnya ditempuh melalui jalan setapak padang pasir yang bisa membuat mobil terperosok dan slip. Maka, baiknya menggunakan kendaraan jenis jip gurun, dijamin aman.
Gunung-gunung batu tersebut dibentuk kaum Tsamud menjadi istana, rumah, dan kuburan para petinggi kaum. Pahatan ukiran dan ornamennya sangat halus dan indah, menakjubkan. Wilayah kekuasaan kaum Tsamud membentang hingga ke wilayah Petra (Yordania). Bedanya, Petra sudah dijadikan komoditi parawisata inti Yordania selain Laut Mati. Sedangkan Mada’en Shaleh masih menjadi perdebatan antara kepentingan dinas pariwisata Saudi yang mulai mengangkat Mada’en Shaleh sebagai komoditi pariwisata, dengan para ulama yang berpendapat bahwa tempat tersebut adalah situs peninggalan “kaum terlaknat,” sehingga umat Islam diharamkan untuk menziarahinya.
Dikisahkan dalam Al-Qur’an, pada zamannya, kaum Tsamud memiliki keahlian arsitektur luar biasa. Nabi Shaleh, nabi kelima dari 25 nabi dan rasul yang tertulis, diutus Allah SWT, mengajak mereka untuk bertauhid. Namun, kaum Tsamud tidak menerima Nabi Shaleh begitu saja. Mereka minta ditunjukkan satu mukjizat sebagai bukti bahwa Shaleh adalah utusan Allah. Tak Cuma itu. Di luar batas kewajaran manusia, mereka minta seekor unta betina keluar dari celah bebatuan. Nabi Shaleh pun berdoa meminta kepada Yang Maha Kuasa. Doanya dikabulkan, dan keluarlah seekor unta betina dari celah bebatuan. Ia lalu berpesan kepada umatnya, jangan sampai menyakiti unta tersebut, apalagi membunuhnya. Azab Allah akan menyapu bersih, kalau sampai unta tersebut dibunuh. Kaum Tsamud akhirnya sepakat menjadi umat Nabi Shaleh.
Seiring perjalanan waktu, salah seorang umatnya kemudian mengingkari dan nekad membunuh unta tersebut. Menurut riwayat, konon sang pembunuh adalah utusan bersama para petinggi kaum yang diiming-imingi hadiah seorang wanita cantik. Nabi Shaleh marah luar biasa. Ia tahu, azab Allah tidak lama lagi akan datang dan membumi hanguskan kaumnya. Karena, “mukjizat unta” hanyalah simbol kepatuhan kaum Tsamud kepada Allah.
Inilah sebahagian tapak-tapak binaan (132 chambers & tombs) tinggalan kaum Tsamud di Madain Salleh (lebih kurang 400km utara Madinah, Arab Saudi). Pada zaman itu, Allah swt utuskan Nabi Salleh a.s untuk dakwah kaum Tsamud kepada Tauhid tetapi mereka engkar dan mendapat balasan seksa (bala) dari Allah swt. (Era 200 BC – AD 200)
73. Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka, Saleh. Ia berkata. “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah ating bukti yang nyata kepadamu dari Tuhanmu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya, dengan gangguan apa pun, (yang karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih.”
74. Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ‘Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan.
75. Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri di antara kaumnya berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah yang telah beriman di antara mereka: "Tahukah kamu bahwa Saleh di utus (menjadi rasul) oleh Tuhannya?". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami beriman kepada wahyu, yang Saleh diutus untuk menyampaikannya".
76. Orang-orang yang menyombongkan diri berkata: "Sesungguhnya kami adalah orang yang tidak percaya kepada apa yang kamu imani itu".
77. Kemudian mereka sembelih unta betina itu, dan mereka berlaku angkuh terhadap perintah Tuhan. Dan mereka berkata: "Hai Saleh, datangkanlah apa yang kamu ancamkan itu kepada kami, jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang diutus (Allah)".
78. Karena itu mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayit-mayit yang bergelimpangan di tempat tinggal mereka.
79. Maka Saleh meninggalkan mereka seraya berkata: "Hai kaumku sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, dan aku telah memberi nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasihat".
Bak kata alim ulama dulu, Rasulullah SAW bersama para sahabat R.A pernah melalui kawasan ini sewaktu menuju ke peperangan Tabuk. Baginda saw arahkan para sahabat (RA) agar segera bergerak meninggalkan Madain Salleh serta beristigfar. Itu a cerita zaman nabi di mana Nabi suruh para sahabat beredar dari tempat itu. Tapi zaman sekarang ni pula, terbalik la pulak. Semenjak Madain Salleh diiktiraf oleh UNESCO pada Julai 2008, ada pakej Umrah & Haji menawarkan lawatan ke sini tanpa menghiraukan larangan Nabi saw. Ish2..
Berikut ialah catatan seorang pengembara zaman (pelancong lah tu hehe) sekarang yang pernah ke situ, dipetik dari sebuah blog (rujukan dibawah sekali).
Sepanjang perjalanan antara Madinah dan Mada’en Shaleh, ada dua kota kecil Al-Lahn dan Khaebar. Perkampungan tersebut dikenal sebagai basis daerah badui (orang primitif) Saudi untuk wilayah utara. Perilaku mereka terkenal sebagai mukhalif, antihukum. Jangan kaget, kalau tiba-tiba dalam perjalanan, kaki pengemudi harus menginjak pedal rem secara tiba-tiba.
Meskipun suku badui Saudi sekarang sudah berkendaran mobil, di jalanan, mereka paling alergi terhadap rambu-rambu lalulintas. Mengenderai mobil tak ubah seperti halnya menunggang unta. Di sepanjang jalan di dua kota tersebut, mobil berseliweran melawan jalur arah highway. Mayoritas, mereka menggunakan mobil jenis pick up double cabin — orang Saudi menyebutnya “unet.” Papan peringatan bergambar unta menghiasi sepanjang perjalanan. Binatang khas gurun tersebut bebas berkeliaran di pinggir jalan raya, cukup untuk memanjakan pandangan mata di tengah gurun yang gersang sepanjang perjalanan.
Saat musim panas, antara April hingga September, wilayah Al-Ula’ dikenal sebagai daerah super panas, bisa mencapai 55 derajat. Namun, ketika musim dingin, suhu mendekati 0 derajat. Umumnya, masyarakat di sana menggunakan AC dwifungsi. Saat musim panas, difungsikan sebagai pendingin ruangan, sebaliknya, ketika suhu musim dingin menggigit, difungsikan sebagai penghangat. Al-Ula’ juga dikenal sebagai daerah paling strategis di Saudi Arabia untuk melihat hilal (bulan), faktor penentu hari yang tepat saat memasuki bulan Ramadhan dan Idul Fitri.
Ketika memasuki wilayah Al-Ula’, aura lingkungan kota terasa kembali ke suasana ribuan tahun lalu. Ratusan gunung bebatuan terlihat seperti dipahat dan diukir mengelilingi kota tersebut. Reruntuhan bangungan rumah dan gedung dari tanah liat tanpa bahan semen dan batu, menambah keyakinan bahwa Al-Ula’ adalah kota sejarah tertua di daratan Saudi Arabia.
Total luas wilayahnya 30.000 km2. penduduknya hanya 70.000 jiwa. Roda kehidupan untuk kelas pekerja didominasi asing. Mayoritas pekerja datang dari Bangladesh dan Pakistan. Tenaga kerja asal Indonesia nyaris tak terlihat. Warga setempat belum banyak yang memanfa’atkan tenaga sopir pribadi.
Sadar memiliki kapasitas air yang melimpah, mayoritas penduduk Al-Ula’ mengandalkan penghasilan hidup dari bertani. Kurma, jeruk, semanggi, gandum, sayuran, semangka dan melon menjadi hasil andalan. Pendapatan selebihnya didapat dari pariwisata sebagai kota sejarah dan penelitian situs purbakala. Hotel Araak, yang berlokasi tepat di balik gunung bebatuan alami yang menakjubkan, menjadi satu-satunya hotel primadona para turis dan peneliti yang datang dari berbagai belahan dunia.
Dahulu, pada abad keenam sebelum Masehi, kota itu dikenal dengan sebutan Didan. Pada zamannya, Didan menjadi rute utama para pedagang kurma dan rempah-rempah. Kota itu juga menjadi fasilitator antara saudagar yang datang dari India dengan saudagar semenanjung Arab bagian selatan. Juga para saudagar dari negeri Syam (Syiria), Mesir, Irak dan semenanjung Arab bagian utara.
Berjalan 22 km ke arah timur laut dari kota Al-Ula’, terhamparlah kota batu Mada’en Shaleh. Kawasan itu luasnya 25 km2, sekelilingnya di pagar kawat. Tidak seorang pun bisa memasuki kawasan bersejarah tersebut, kecuali melewati satu pintu gerbang yang dijaga ketat polisi sebagai penjaga situs purbakala.
Polisi penjaga pantang memberikan izin masuk manakala pengunjung tidak mengantongi surat keterangan diri yang dikeluarkan oleh dinas museum kota Al-Ula’. Setelah memeriksa berkas identitas pengunjung, ia masih bertanya: “Apakah kalian membawa kamera video? Alat yang diperbolehkan cuma kamera foto, dilarang keras mendokumentasikan wilayah ini dengan kamera video,” kata sang penjaga, Abdurrahman al-Anzy, dengan suara setengah berteriak.
Mengingat luasnya, mengelilingi Meda’en Shaleh tidak bisa dengan berjalan kaki. Mobil harus dibawa masuk. Menelusuri satu situs gunung batu ke situs lainnya ditempuh melalui jalan setapak padang pasir yang bisa membuat mobil terperosok dan slip. Maka, baiknya menggunakan kendaraan jenis jip gurun, dijamin aman.
Gunung-gunung batu tersebut dibentuk kaum Tsamud menjadi istana, rumah, dan kuburan para petinggi kaum. Pahatan ukiran dan ornamennya sangat halus dan indah, menakjubkan. Wilayah kekuasaan kaum Tsamud membentang hingga ke wilayah Petra (Yordania). Bedanya, Petra sudah dijadikan komoditi parawisata inti Yordania selain Laut Mati. Sedangkan Mada’en Shaleh masih menjadi perdebatan antara kepentingan dinas pariwisata Saudi yang mulai mengangkat Mada’en Shaleh sebagai komoditi pariwisata, dengan para ulama yang berpendapat bahwa tempat tersebut adalah situs peninggalan “kaum terlaknat,” sehingga umat Islam diharamkan untuk menziarahinya.
Dikisahkan dalam Al-Qur’an, pada zamannya, kaum Tsamud memiliki keahlian arsitektur luar biasa. Nabi Shaleh, nabi kelima dari 25 nabi dan rasul yang tertulis, diutus Allah SWT, mengajak mereka untuk bertauhid. Namun, kaum Tsamud tidak menerima Nabi Shaleh begitu saja. Mereka minta ditunjukkan satu mukjizat sebagai bukti bahwa Shaleh adalah utusan Allah. Tak Cuma itu. Di luar batas kewajaran manusia, mereka minta seekor unta betina keluar dari celah bebatuan. Nabi Shaleh pun berdoa meminta kepada Yang Maha Kuasa. Doanya dikabulkan, dan keluarlah seekor unta betina dari celah bebatuan. Ia lalu berpesan kepada umatnya, jangan sampai menyakiti unta tersebut, apalagi membunuhnya. Azab Allah akan menyapu bersih, kalau sampai unta tersebut dibunuh. Kaum Tsamud akhirnya sepakat menjadi umat Nabi Shaleh.
Seiring perjalanan waktu, salah seorang umatnya kemudian mengingkari dan nekad membunuh unta tersebut. Menurut riwayat, konon sang pembunuh adalah utusan bersama para petinggi kaum yang diiming-imingi hadiah seorang wanita cantik. Nabi Shaleh marah luar biasa. Ia tahu, azab Allah tidak lama lagi akan datang dan membumi hanguskan kaumnya. Karena, “mukjizat unta” hanyalah simbol kepatuhan kaum Tsamud kepada Allah.
Inilah sebahagian tapak-tapak binaan (132 chambers & tombs) tinggalan kaum Tsamud di Madain Salleh (lebih kurang 400km utara Madinah, Arab Saudi). Pada zaman itu, Allah swt utuskan Nabi Salleh a.s untuk dakwah kaum Tsamud kepada Tauhid tetapi mereka engkar dan mendapat balasan seksa (bala) dari Allah swt. (Era 200 BC – AD 200)
73. Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka, Saleh. Ia berkata. “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah ating bukti yang nyata kepadamu dari Tuhanmu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya, dengan gangguan apa pun, (yang karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih.”
74. Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ‘Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan.
75. Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri di antara kaumnya berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah yang telah beriman di antara mereka: "Tahukah kamu bahwa Saleh di utus (menjadi rasul) oleh Tuhannya?". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami beriman kepada wahyu, yang Saleh diutus untuk menyampaikannya".
76. Orang-orang yang menyombongkan diri berkata: "Sesungguhnya kami adalah orang yang tidak percaya kepada apa yang kamu imani itu".
77. Kemudian mereka sembelih unta betina itu, dan mereka berlaku angkuh terhadap perintah Tuhan. Dan mereka berkata: "Hai Saleh, datangkanlah apa yang kamu ancamkan itu kepada kami, jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang diutus (Allah)".
78. Karena itu mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayit-mayit yang bergelimpangan di tempat tinggal mereka.
79. Maka Saleh meninggalkan mereka seraya berkata: "Hai kaumku sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, dan aku telah memberi nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasihat".
Bak kata alim ulama dulu, Rasulullah SAW bersama para sahabat R.A pernah melalui kawasan ini sewaktu menuju ke peperangan Tabuk. Baginda saw arahkan para sahabat (RA) agar segera bergerak meninggalkan Madain Salleh serta beristigfar. Itu a cerita zaman nabi di mana Nabi suruh para sahabat beredar dari tempat itu. Tapi zaman sekarang ni pula, terbalik la pulak. Semenjak Madain Salleh diiktiraf oleh UNESCO pada Julai 2008, ada pakej Umrah & Haji menawarkan lawatan ke sini tanpa menghiraukan larangan Nabi saw. Ish2..
Berikut ialah catatan seorang pengembara zaman (pelancong lah tu hehe) sekarang yang pernah ke situ, dipetik dari sebuah blog (rujukan dibawah sekali).
Gunung-gunung batu tersebut dibentuk kaum Tsamud menjadi istana, rumah, dan kuburan para petinggi kaum. Pahatan ukiran dan ornamennya sangat halus dan indah, menakjubkan. Wilayah kekuasaan kaum Tsamud membentang hingga ke wilayah Petra (Yordania). Bedanya, Petra sudah dijadikan komoditi parawisata inti Yordania selain Laut Mati. Sedangkan Mada’en Shaleh masih menjadi perdebatan antara kepentingan dinas pariwisata Saudi yang mulai mengangkat Mada’en Shaleh sebagai komoditi pariwisata, dengan para ulama yang berpendapat bahwa tempat tersebut adalah situs peninggalan “kaum terlaknat,” sehingga umat Islam diharamkan untuk menziarahinya.
Dikisahkan dalam Al-Qur’an, pada zamannya, kaum Tsamud memiliki keahlian arsitektur luar biasa. Nabi Shaleh, nabi kelima dari 25 nabi dan rasul yang tertulis, diutus Allah SWT, mengajak mereka untuk bertauhid. Namun, kaum Tsamud tidak menerima Nabi Shaleh begitu saja. Mereka minta ditunjukkan satu mukjizat sebagai bukti bahwa Shaleh adalah utusan Allah. Tak Cuma itu. Di luar batas kewajaran manusia, mereka minta seekor unta betina keluar dari celah bebatuan. Nabi Shaleh pun berdoa meminta kepada Yang Maha Kuasa. Doanya dikabulkan, dan keluarlah seekor unta betina dari celah bebatuan. Ia lalu berpesan kepada umatnya, jangan sampai menyakiti unta tersebut, apalagi membunuhnya. Azab Allah akan menyapu bersih, kalau sampai unta tersebut dibunuh. Kaum Tsamud akhirnya sepakat menjadi umat Nabi Shaleh.
Seiring perjalanan waktu, salah seorang umatnya kemudian mengingkari dan nekad membunuh unta tersebut. Menurut riwayat, konon sang pembunuh adalah utusan bersama para petinggi kaum yang diiming-imingi hadiah seorang wanita cantik. Nabi Shaleh marah luar biasa. Ia tahu, azab Allah tidak lama lagi akan datang dan membumi hanguskan kaumnya. Karena, “mukjizat unta” hanyalah simbol kepatuhan kaum Tsamud kepada Allah.
Setelah kejadian tersebut, kaum Tsamud masih menantang Nabi Shaleh, karena ternyata azab tidak kunjung datang melanda mereka. Maka, tidak lama berselang, murka Allah pun datang. Angin puting beliung dengan suhu udara yang sangat dingin menyelimuti hari-hari kaum Tsamud, diiringi gempa dahsyat. Akhirnya, kaum Tsamud tenggelam ditelan bumi. Yang tertinggal hanya beberapa rumah dan istana gunung batu sebagai hasil karya besar mereka.
Berjalan 2 km ke arah timur, terdapat peninggalan stasiun kereta api kuno tatkala kawasan Arab Hijaz berada di bawah kekuasaan Dinasti Ustmaniah Ottoman). Bangunanannya nampak masih terawat apik dan megah. Lokomotif tanpa mesin dan dua buah rangka gerbong, teronggok rapi di jalur rel dalam stasiun. Tidak salah pemerintahan Ustmaniah membangun stasiun di lokasi tersebut. Selain sebagai tempat transit, penumpang kereta dimanjakan dengan pemandangan hamparan Mada’en Shaleh yang terlihat jelas dari stasiun.
Kini, situs ribuan tahun itu masih bisa dinikmati peziarah yang datang untuk sekadar berwisata atau para arkeolog dengan tujuan penelitian. Departemen Pariwisata Saudi gencar memromosikan Mada’en Shaleh sebagai objek wisata sejarah selain Dir’iyah, situs kota tua Raja Abdul Aziz, pendiri kerajaan Saudi Arabia.
No comments:
Post a Comment