Jejak Islam di Lampung

Museum Lampung
Museum Lampung
 
Belum ada kesepakatan yang berdalil sohih kapan Agama Islam mulai masuk di wilayah Lampung.
Banyak temuan dan aksara yang menyebutkan Islam datang masuk ke Lampung pada abad 15 M, ada juga abad 16-17 M. Selain itu, penyebaran agama ini juga ada yang menyebutkan berasal dari tiga pintu.
Tiga pintu tersebut, yakni arah barat (Minangkabau, Sumatera Barat), dari utara (Palembang, Sumatera Selatan), dan dari arah selatan (Banten). Bahkan, ada juga yang menyebutkan dari pelayaran orang Bugis, Sulawesi ke pesisir Lampung. Semua arah masuknya Islam tersebut masih belum jelas, karena minimnya temuan dan manuskrip yang menyebutkan angka dan tahun.
"Periode Islam berlangsung pada kisaran abad 13 hingga 18 Masehi," kata Kepala Seksi Pelayanan Museum Ruwa Jurai, Budi Supriyanto, Senin (29/9).
Pada tahun anggaran 2005, Museum Lampung mengadakan penelitian koleksi-koleksi arkeologi Islam dan peninggalan-peninggalan budaya Islam di Lampung.
Bukti-bukti peninggalan pada masa itu, menjadi bahan koleksi dan penelitian pihak museum. Seperti prasasti, pintu (lawang), bangunan masjid, nisan atau makam raja, alat rumah tangga, pernak-pernik pernikahan, serta naskah kuno atau manuskrip.
Penggalian sejarah masuknya Islam pun diteliti dari sumber berita, sumber tertulis, dan koleksi yang ada di museum.
Menurut silsilah masyarakat Lampung, masuknya Islam di Lampung sekitar 1.500 M - 1.800 M. Zaman baru setelah Hindu-Budha, ini ditandai dengan masuknya Islam Skala Brak (di Lampung Barat).
Hilman Hadikusuma dalam tulisannya "Persekutuan Hukum Adat Abung", menyebutkan ada empat umpu yang membawa Islam abad ke 14-15 M, dari Sumatera Barat, karena keempat umpu tersebut berasal dari Pagaruyung.
Lalu, ada lagi yang berpendapat masuknya Islam dari pengaruh Aceh, dengan ditemukannya nisan di Kampung Muara Batang, Kecamatan Palas, Kabupaten Lampung Selatan tahun 1971. Nisan ini motifnya sama dengan nisan Malik Al Saleh di Pasai.
Ruangan di Museum LAmpung
Ruangan di Museum LAmpung
 
Masuknya ajaran Islam ke Lampung juga dimulai dari Banten. Saat itu, Fatahillah (Sunan Gunung Jati) pada tahun1525, pernah tinggal di Lampung Selatan beberapa lama dan disambut warga setempat, meski agama Hindu masih menyebar.
Situs Bojong 1 dan 2 yang pernah diteliti Balai Arkeologi Bandung dipimpin Dr Tony Djubiantono menjadi salah satu buktinya. Situs tersebut setelah dieskavasi merupakan komplek pekuburan Islam di wilayah Kabupaten Lampung Timur. Situs ini berpola tekstur dan ornamen kuburan kuno Islam bercorak megalitik.
“Situs Bojong ini merupakan periode budaya pada masa akhir prasejarah hingga masa Islamisasi,” papar Kepala Seksi Pelayanan Museum Ruwa Jurai, Budi Supriyanto, Senin (29/9).
Selain Bojong, juga terdapat situs Dadak, di Labuhan Maringgai, Lampung Timur. Ini menunjukkan tradisi pemujaan dan budaya kepercayaan ritual megalitik telah ditinggalkan pemeluknya dan beralih ke Islam yang berasal dari Banten sekitar abad 16-17 M. "Ada tiga masa prasejarah, klasik, dan Islam," jelasnya.
Ia menerangkan sumber tertulis berupa prasasti yang merupakan pengaruh mubaligh Banten, dan perkawinan politis penguasa Banten (Fatahillah) dengan Puteri Sinar Alam (putri dari Keratuan Pugung, Lampung). Dari peristiwa ini, ditemukan prasasti Kuripan di Kecamatan Penengahan, Lampung Selatan.
Kemudian, Piagam Bojong atau Prasasti Bohdalung. Budi menuturkan, prasasti Bohdalung beraksara Arab dan Jawa Banten dengan ukuran 37 cm, lebar 22,5 cm dan tebal 5mm, terdiri dari 32 baris (12 alinea).
"Isinya tentang kesultanan Banten dan hubungan dagang komoditi lada Banten-Lampung," ungkapnya.
Prasasti Bojong (Bohdalung) ditemukan Abu Bakar Hasihan di Desa Bojong. Saat itu, prasasti itu dimiliki Dalom Rusdi, dan museum Lampung sudah membuat replikanya tahun 2005 dan di kawasan purbakala Pugung Raharjo.
Salah Satu Koleksi Museum Lampung
Salah Satu Koleksi Museum Lampung
 
Museum Lampung juga memiliki koleksi naskah kuno, seperti naskah yang ditulis di kulit kayu dengan aksara Lampung dan Arab.
Selain itu, ditemukan Mushaf Alquran tulisan tangan serta kitab Nahwu dan Fiqih, yang ditulis di kertas dan kulit kayu dengan aksara Lampung dan Arab.
"Namun, sayang dari tulisan atau aksara tersebut tidak menampilkan angka tahunnya," ujar Kepala Seksi Pelayanan Museum Ruwa Jurai, Budi Supriyanto, Senin (29/9).
Koleksi Museum Lampung yang bercorak Islam juga dapat dilihat dari seni hias kaligrafi dan peralatan sehari-hari rumah tangga, serta alat pernikahan, seperti mangkok, talam, piring, teko, dan lehar. Belum lagi, numismatika dan heraldik seperti stempel, medali, dan uang logam.
Namun, tulisan atau aksara dalam benda-benda tersebut justru tidak menampilkan angka dan tahunnya.
Kejayaan agama Islam, kembali tersebar sejak dibangunnya sebuah masjid (dulu Surau) pada tahun 1888, sekarang bernama Masjid Jami' Al Anwar.
Surau ini pernah runtuh dan hanyut setelah Gunung Krakatau meletus tahun Agustus 1883. Beberapa tahun kemudian, masjid ini dibangun kembali, dan sudah beberapa kali mengalami pemugaran.
Kini, masjid bersejarah tersebut masih berdiri kokoh, dan juga masih menjadi tempat ibadah umat Islam di kota Bandar Lampung.

Reporter : Mursalin Yasland Redaktur : Indah Wulandari

No comments: