Usaha Pembongkaran dan Pencurian Jasad Nabi Shallallahu’alaihi Wassalam

Usaha Pembongkaran dan Pencurian Jasad Nabi Shallallahu’alaihi Wassalam Usaha Pembongkaran dan Pencurian Jasad Nabi Shallallahu’alaihi Wassalam
Usaha pencurian jasad Rasulullah Muhammad telah lama dilakukan


AWAL September lalu bangsa Indonesia diguncang isu tidak produktif, berupa kabar pembongkaran makam Rasulullah Muhammad Shallallahu’alaihi Wassallam.
Tak urung isu ini akhirnya merembet kemana-mana, hingga melahirkan kecaman, fitnah hingga stigma. Misalnya stigma “wahabi” dan kejinya pemerintahan Saudi.
Untungnya, tak lama setelah itu, pemerintahan Saudi di Indonesia langsung membantah [Baca: Temui Dubes Saudi, Menag Sampaikan Isu Pemindahan Makam Nabi Tidak Benar]. Bantahan juga disampaikan Organisasi Islam untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (ISESCO), di mana menganggap berita itu hanya hoax buatan wartawan asing, Andrew Jhonson yang dimuat di harian Independent, Inggris [Baca: ISESCO Sebut Berita Pembongkaran Makam Nabi hanyalah Kebohongan].
***
Seperti diketahui, buku-buku sejarah telah menceritakan kepada kita berbagai fenomena kedengkian musuh-musuh Islam sejak kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassalam. Demikian itu adalah setelah kegagalan mereka dalam menghadapi beliau dengan dalil dan bukti-bukti kebenaran. Di antara fenomena terburuk ini adalah upaya mereka dalam membunuh Nabi
Muhammad dan berakhir dengan kegagalan. Sebab Allah telah menjanjikan hal ini sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran: “Dan Allah akan melindungimu dari (gangguan) manusia.” (QS: Al-Maa’idah: 67)
Setelah mereka gagal membunuh Nabi ketika masa hidupnya, maka mereka senantiasa melakukan rekayasa dan permusuhan setelah wafatnya. Demikian itu tercermin dalam upaya-upaya mereka untuk mencuri jasad Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassalam dari makamnya.
Tulisan ini akan menjelaskan upaya-upaya mencuri jasad orang yang dimuliakan umat Islam sedunia ini.
Pertama, upaya pencurian jasad Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam dari makamnya di Madinah untuk dipindahkan ke Mesir. Upaya keji ini diperintahkan oleh khalifah ke-6 dari Dinasti Ubaidiyin –yang memerintah di Mesir pada tahun 386 H dan meninggal pada tahun 411 H dengan gelarAl Hakim Biamrillah– kepada Abul Futuh Hasan bin Ja’far yang menjadi gubernurnya untuk wilayah Makkah dan Madinah.
Kisah ini disebutkan dalam KitabTarikh Bagdhad karya Ibnu An Najjar dengan sanadnya. Ia mengatakan, “Telah menceritakan kepada kami Abu Muhammad Abdullah bin Mubarak Al Muqri’, dari Abul Ma’ali Shalih bin Syafi’ AlJili, dari Abul Qasim Abdullah bin Muhammad bin Muhammad Al Mu’allim, dari AbulQasim Abdul Halim bin Muhammad Al Maghribi, bahwa sebagian orang zindiq mengisyaratkan kepada Al Hakim Al Ubaidi pemimpin Mesir, agar memindahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam dan kedua sahabatnya, Abu Bakar dan Umar, dari Madinah ke Mesir, dengan mengatakan kepadanya, “Jika demikian itu bisa engkau lakukan, maka manusia akan melakukan perjalanan dari segala penjuru bumi ke Mesir, dan akan menjadi kemakmuran bagi penduduknya.”
Maka Al Hakim dalam waktu tidak lama berupaya keras membangun gedung di Mesir dengan dana yang sangat besar. Lalu Al Hakim memerintahkan Abul Futuh untuk melakukan penggalian makam Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam. Ketika Abul Futuh sampai ke Madinah dan duduk di masjid, maka datanglah kaum Muslimin karena mereka telah mengetahui apa yang menjadi rencana kedatangannya ke Madinah ini.
Saat itu kaum muslimin disertai seorang qari’ (Hafizh Al-Qur’an) yang dikenal dengan nama Az Zalbani, dan dalam majelis pertemuan itu dia membaca firman Allah, “Jika mereka melanggar sumpah mereka setelah ditetapkan dalam janji mereka…” sampai firman Allah, “… jika kamu benar-benar orang yang beriman.”
Maka bergemuruhlah suara manusia, dan hampir saja mereka membunuh Abul Futuh beserta pasukan yang menyertainya. Dan tidaklah menghalangi mereka dari segera melakukan hal tersebut, melainkan karena negeri menjadi wilayah kekuasaan mereka.
Melihat hal tersebut, Abul Futuh mengatakan kepada mereka, “Allah lebih berhak untuk ditakuti. Demi Allah, seandainya Al Hakim Al Ubaidi tidak membunuhku, maka aku tidak akan mengusik tempat ini!” Dan terjadilah padanya sempit dada serta ketakutan karena melakukan perbuatan yang hina ini. Maka tidaklah siang bergeser pada hari itu, melainkan Allah mengirimkan angin yang mengguncangkan bumi karena sangat kuatnya. Hingga unta-unta dengan sekedupnya dan kuda-kuda dengan pelananya bergelimpangan, sebagaimana menggelindingnya bola di atas muka bumi, dan binasalah mayoritasnya dan juga sebagian dari manusia.” (Dalam As Samhudi, Al Wafa Bima Yajibu Lihadhrati Al Mushthafa, hlm. 129)
Kedua, Al Hakim Biamrillah Al Ubaidi berupaya lagi untuk membongkar makam Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam. Namun upaya ini pun mengalami kegagalan serta kenistaan, dan Allah melindungi Nabi-Nya.
Rincian kisah ini disebutkan para sejarawan dengan mengutip dari Kitab Ta’assi Ahlil Imam Fima Jara ‘Ala Madinati Al Qairuwan karya Ibnu Sa’dun Al Qairuwan, sebagai berikut:
“Kemudian Al Hakim Biamrillah mengutus ke Madinah orang yang diperintahkan untuk membongkar makam Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam. Ketika orang ini sampai di Madinah bertempat di rumah dekat masjid Nabawi, dan membuat galian terowogan agar sampai ke makam Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam. Lalu masyarakat melihat cahaya dan mendengar suara yang mengatakan, “Wahai manusia, sesungguhnya makam Nabi kalian dibongkar!”
Maka manusia mencari, dan mereka mendapati orang yang melakukan penggalian itu, lalu mereka pun membunuhnya.”
Ketiga, rencana pembongkaran makam Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam diperintahkan oleh sebagian raja Kristen dan dilaksanakan oleh dua orang Kristiani dari Maghribi pada tahun 557 H. Di mana rencana upaya ini dan pelaksanaannya dilakukan dengan penuh kecermatan dan kemahiran. Lagi-lagi kekuasaan Allah di atas segala sesuatu, dan Dia telah menjanjikan untuk menjaga dan melindungi Nabi-Nya, sehingga beliau selamat dan terlindungi dari upaya keji yang dilakukan oleh umat Kristiani ini.*/ 
Benteng Bawah Tanah Sekitar Makam Nabi  
KISAH sejarah di atas, nampak bahwa upaya pertama dan kedua untuk memindahkan jasad Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam terjadi antara tahun 386-411 H.
Pada masa Al Hakim Al Ubaidi Al Ismaili yang bergelar Al Hakim Bimarillah. Sedangkan upaya ketiga dilakukan oleh orang-orang Kristiani Maghribi (Maroko) pada tahun 557 H. Di mana dalam setiap kali ada percobaan ini, Allah selalu menjaga Nabi-Nya. Dan kerena memperhatikan apa yang dilihat oleh Sultan Nuruddin Zanki dalam mimpinya yang berkaitan dengan upaya ketiga ini, maka Sultan Nururuddin Mahmud Zanki berkeinginan menjaga makam Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam  yang mulia dengan membuat benteng timah yang kokoh. Demikian itu agar tidak terdapat orang zindiq manapun yang bisa menggunakan cara pembuatan terowongan di bawah tanah secara rahasia dalam upaya pencurian jasad Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam. Di mana demikian itulah yang terjadi. Sebab sejak Sultan membangun benteng ini, maka tiada lagi seorang pun yang berani mengulangi upaya keji ini secara rahasia.
Berikut ini sedikit kisah pembangunan benteng di sekitar makam Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam.
Sultan Nuruddin Zanki memerintahkan pembuatan benteng yang kokoh di bawah tanah di sekitar makam Nabi Shallallhu ‘alaihi Wassallam. Benteng ini dibuat tiga lapis dan sangat dalam, yaitu sampai ke  air. Di mana dua lapis diantaranya dibuat dari batu yang diikat dengan beranjang kawat besi. Lalu diantara keduanya diberikan cor dari timah,sehingga bentuk timah ini menjadi benteng ketiga di sekitar makam Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam. (Al Khiyari, Dalam Tarikh Ma’alim Al Madinah Al Munawwarah, hlm. 84)
Perlu disebutkan di sini, bahwa tempat pengumpulan timah danpeleburannyaini berada beberapa langkah dari Babussalam, yang dikenal dengan Saqifah Ar Rashshash (Balai Timah) sampai dihancurkan ketika terjadinya kebakaran di Suq al Qumasyah (pasar kain) pada hari Senin, 18 Rajab 1397 H.Sedangkan rumah yang menjadi tempat Sultan Nuruddin Mahmud Zanki dalam pembagian pemberian kepada penduduk Madinah dikenal dengan nama Darud Dhiyafah (Rumah Tamu).
Di mana letak rumah ini di utara masjid di luar pintu Umar bin Khaththab, yang baru dirobohkan dan digabungkan ke dalam masjid ketika perluasan masjid Nabawi yang kedua oleh pemerintah Saudi Arabia pada tahun 1984-1994 M. (Muhammad Ilyas Abdul Ghani, Tarikh Al Masjid An Nabawi, hlm.180, 1418 H/1977)
Keempat, niat busuk yang dilakukan oleh sejumlah orang Kristen dari Roma untuk mengambil jasad Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam dengan membongkar langsung dari makamnya. Hal ini adalah sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Jubair dalam perjalanannyaselama di Iskandariyah, Mesir,  mulai hari Sabtu, 29 Dzulqa’dah tahun 578 H dan bertolak darinya pada hari Ahad, 6 Dzulhijjah dalam tahun yang sama. Di mana Ibnu Jubair menyebutkan apa yang disaksikannya di Iskadariyah sebagai berikut:
“Ketika tinggal di Iskandariyah, kami menyaksikan sekelompok besar orang yang berkumpul untuk menyaksikan para tawanan dari Romawi yang dimasukkan ke kota dengan menaiki unta, dimana muka mereka berada pada bagian ekor unta, dan di sekitar mereka terdapat genderang dan terompet. Lalu kami menanyakan kisah mereka, maka kami diberitahukan tentang peristiwa yang menjadikan hati terkoyak-koyak karena kesedihan.
Demikian itu, karena sekelompok orang Nasrani dari Syam sepakat dan menyiapkan banyak kapal di tempat terdekat dari wilayah mereka, yaitu di laut Qalzum (laut Merah). Kemudian mereka membawa barang-barangnya di atas untabangsa Arab yang menjadi jiran mereka dengan sewa yang disepakati. Lalu ketika barangnya sampai di pantai laut, mereka segera menggerakkan kapal ke laut dengan maksud merompak orang-orang yang akan melakukan perjalanan ibadah haji.
Ketika sampai di laut El Ni’am, mereka membakar kurang lebih enam belas kapal. Lalu ketika sampai di Edzab, mereka merampas kapal yang datang membawa jamaah haji dari Jeddah, dan di daratan mereka menangkap banyak kafilah yang datang dari Qaush ke Edzab dengan membunuh semuanya tanpa menyisakan satu orang pun yang masih hidup.
Mereka juga mengambil dua kapal yang menyambut para pedagang dari Yaman, dan di pantai tersebut, mereka banyak membakar makanan yang disiapkan untuk perjalanan ke Makkah dan Madinah. Bahkan mereka melakukan banyak peristiwa sangat keji yang tidak pernah terdengar yang sepertinya di dalam Islam, dan tidak seorang Romawi yang sampai melakukan demikian itu sama sekali.*

H. Asmuni Solihan, Lc
Penulis tinggal di Jakarta.
Rep: Administrator
Editor: Cholis Akbar

No comments: