Hubungan Antara Kekuasaan Ottoman dan Kota Makkah
Pada 1517, Sultan Utsmani Selim I mengalihkan perhatiannya ke Kesultanan Mamluk yang wilayah kekuasaannya membentang dari Suriah utara sampai semenanjung Arab dengan beribu kota di Kairo. Sultan Selim dengan tegas akan mengalahkan Syah di Persia, Ia pun memang sudah merasa jengkel mendapati kenyataan bahwa Mamluk telah mendukung Persia untuk melawannya.
Sultan Selim membenarkan rencananya itu dengan alasan Mamluk terlalu lemah untuk menangkal Portugis yang agresif yang mengancam Semenanjung Arab dengan kota-kota sucinya sebagai hasil dari kegiatan mereka di Samudera Hindia dan Laut Merah.
Maka, Sultan Selim memasuki Kairo pada Januari 1517. Ini dilakukan setelah melakukan pertempuran sengit di mana Ottoman menang. Pada saat itu ia juga mengambil gelar khalifah yang merupakan hak prerogatif sultan Mamluk.
Beberapa bulan kemudian, Sultan Selim dan pasukannya melanjutkan invasi untuk menaklukkan Makkah dan Madinah. Meski begitu ia tidak pernah berperang karena sharif (gubernur) Mekah telah memberinya kunci-kunci kota itu.
Maka pada 29 Agustus 1517, Sultan Selim secara resmi dinyatakan sebagai khalifah oleh Sharif Makkah. Dengan maksud kata ‘khalifah’ yang pada awalnya berarti pengganti, yaitu, pengganti Nabi Muhammad. Selain itu menjadi gelar khalifah akan menunjuk jabatan tertinggi dalam Islam. Selama berabad-abad Khalifah itu itu dipegang oleh penguasa politik terkuat.
Makkah pusat perdagangan penting
Terletak sekitar 45 mil dari pantai, kota Makkah adalah pusat perdagangan penting bagi Semenanjung Arab. Di bawah Ottoman, kota Makkah terus diperintah oleh berbagai sharif. Orang inilah yang memegang jabatan terftinggi di Makkah. Dia bertanggung jawab atas hukum dan ketertiban di kota-kota suci dan untuk keselamatan para peziarah.
Namun, sumber daya dan tenaga para Sharif tak dapat memenuhi semua kebutuhan kota Makkah. Maka di situlah khalifah masuk. Akibatnya, para Sultan Utsmani mengambil posisi khalifah dan sangat serius dan mempertahankannya . Bahkan menguasai tanah suci itu seperti layaknya 'Sharif' menjadi kebanggaan dan prestisenya.
Pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman (memerintah 1520-1566) ditemukan pula fakta bahwa fondasi posisi pendanaan yang dikelola para Sharif tidak cukup untuk memenuhi semua pengeluaran Makkah. Akibatmya di sana kemudian lebih banyak timbul organisasi yang bertujuan untuk memberikan bantuan.
Pada awalnya, Ottoman hanya peduli bahwa Makkah dan daerah di sekitarnya sebagai wilayah yang sepi dan terpencil. Selain itu pendapatan melalui pajak yang dikumpulkan selain kurang dan banyak yang digunakan tak sebagaimana mestinya. Maka, perhatian khusus Sultan Ottoman terhadap roda pemerintahan Sharif Makkag se,pat goyah. Ini makin terjadi pada abad ke-17 ketika Ottoman lebih asyik berseteru dengan Eropa. Alih-alih militer yang ditunjuk untuk bertanggung jawab terhadap keamanan Kota Makkah, diganti oleh Sultan Ottoman dengan menunjuk birokrat sipil untuk mengambil alih keadaan.
Namun, di atas segalanya, Sultan Ottoman tetap merasa bertanggung jawab atas segala perbaikan yang mungkin diperlukan di Makkah. Ini misalnya Sultan begitu perhatian pada keberaadaan Ka'bah dan tempat suci l lainnya. Dan bahkan makin penting karena tempat itu sering terkena banjir, gempa bumi, hingga kebakaran.
Misalnya pada bencana alam yang terjadi pada tahun 1626. Kala itu terjadi hujan lebat dan banjir hingga sampai menyebabkan tiga dari empat dinding Ka'bah runtuh. Pada tahun berikutnya tempat suci ini oleh Sultan Ottoman dibangun kembali. Tak dengan itu malah dia berusaha melakukan restorasi sekaligus membantu kelangsungan bangunan suci tersebut di masa depan. Berkat Sultan Ottoman saat itu di Ka’bah dipasang sebuah talang emas .
Dalam soal pengorganisasian ziarah tahunan juga jatuh ke tangan para sultan Ottoman. Bahkan sebagian besar persiapan dilakukan oleh para wanita. Emir al-haji (komandan haji), biasanya seorang militer. Dia ditunjuk untuk bertanggung jawab dan memastikan bahwa semuanya keperluan jamaah haji siap untuk dimuat dengan unta, kuda, dan bagal selama perjalanan ke Makkah. Komandan haji ini akan mendapat hadiah dan uang (biasanya koin emas) yang akan dikirim Sultan ke Makkah.
Tanggung Jawab Perempuan
Para wanita bertanggung jawab setiap tahun untuk menjahit dan menyulam kain sutra (kiswah) yang akan menutupi Ka'bah. Secara tradisional warnanya hitam dan sulaman di atasnya adalah benang emas. Tulisan itu kaligrafi di Kiswah dipilih dari ayat-ayat dalam Quran. Setelah selesai, kain kiswah itu akan ditempatkan dalam tas yang dihias dan dimuat oleh unta yang telah dipilih secara khusus untuk kehormatan membawa kain ke tersebut ke Makkah.
Para peziarah haji yang bepergian dari İzmir, sisi kekaisaran Eropa dan orang-orang Uzbek dari Asia Tengah, akan bergabung dengan para jamaah yang pergi ke Makkah dari Istanbul. Karavan peziarah haji ini besar jumlahnya. Rombongan yang berangkat dari Üsküdar ini pergi dengan pengawalan yang ketat. Bahkan diantar dengan upacara megah yang diadakan di Istana Topkapi. Sedangkan karavan haji yang lain, yang datang dari Timur, akan bergabung dengan yang jamaah haji yang datang dari Istanbul ketika sampai di Damaskus (Suriah).
Seorang penulis, Suraiya Faroqhi, dalam karyanya “Pilgrims and Sultans” mengisahlan bahwa pada akhir abad ke-16 itu paling tidak ada 60 ekor unta yang disisihkan untuk peziarah haji miskin. 20 ekor unta di antaranya dipakai untuk membawa makanan.
Unta unta tersebut juga disediakan untuk membawa tong air kalau-kalau air minum tidak dapat ditemukan di jalan. Selain itu, pada abad ke-17 juga diketahui setidaknya ada 349 unta disisihkan untuk kepergian hajinya orang-orang berpengaruh dari Ottoman. Dan setiap kali kepergian mereka berhaji pasti selalu menjadi pemandangan yang sangat mengesankan karena ada upacara atau prosesi yang khusus dan megah.
Dan ini berati Makkah itu memang sangat berati bagi Kesultanan Turki Ottoman. Jejaknya pun masih ada hingga sekarang. Misalnya ada pada bangunan kanopi berwarna putih yang kini ada di pinggir tempt tawaf di Masjidil Haram.
No comments:
Post a Comment