Hikmah Mimpi Bertemu Rasulullah dari Syekh Ahmad Al-Alawi
Ahmad Al-Alawi muda telah berkecenderungan untuk menempuh jalan spiritualitas. Sebelum ia lahir, sang ibu konon bermimpi bersua dengan Rasulullah.
Dalam mimpi itu, Rasul seperti memberikan sekuntum bunga kuning. Sebuah mimpi yang diyakini pasangan suami istri itu sebagai isyarat bahwa kelak anaknya yang bakal lahir akan menjadi seorang alim. Anak itu memang tumbuh sesuai yang diharapkan.
Di bawah bimbingan ayahnya sendiri, ayat demi ayat Alquran dihafalnya. Hal yang memang biasa dilakukan para keluarga sufi di masa itu. Ketika tumbuh menjadi remaja, dan kemudian pemuda, kecenderungan sufistik Ahmad kian menguat.
Di malam-malam tertentu, ia selalu meninggalkan rumah menuju majelis dzikir.Ia benamkan dirinya dalam jamaah dzikir ketika banyak orang seusianya larut dalam pemenuhan hasrat badani. Mostaganem-Aljazair, di akhir Abad 19 itu, bukan tempat aman untuk keluar pada malam hari. Itu yang membuat sang ibu was-was.
Tapi, kesungguhannya untuk terus bergaul dengan kaum alim akhirnya menghapus kekhawatiran ibunda itu. Dalam usia muda, Ahmad Al-Alawy dianggap telah mendapatkan maqam tertentu. Ia telah menjadi seorang alim seperti yang diharapkan orang tuanya dahulu. Orang-orang di sekitarnya mengakui itu. Secara lahiriah, ia memang mempunyai kemampuan yang tak dimiliki banyak orang lain. Ia mampu menyihir ular.
Di tangan Ahmad Al-Alawy, ular-ular berbisa seperti pasrah menuruti kemauannya. Sesekali kemampuan itu dipraktikkannya, sampai ia bertemu dengan Syekh Hamu Buzidi. "Aku dengar kau dapat menyihir ular dan tak takut tergigit," kata Syekh yang sengaja menemuinya itu.
Ahmad mengangguk. Syekh Hamu lalu meminta Ahmad untuk mencari ular, dan menunjukkan keahlian itu di depannya. Setengah hari Ahmad mencari ular, dan menemukan seekor ular kecil. Ular itulah yang kemudian disihirnya seperti biasa dilakukannya.
Syekh Hamu duduk tenang dan menatapnya. Kemudian ia bertanya apakah sufi muda itu dapat menyihir ular yang lebih besar. Ahmad menjawab bahwa baginya, ukuran ular bukan persoalan.
Ia dapat melakukannya seperti pada ular kecil itu. Mendengan jawaban itu, Syekh Hamu berkata: "Aku akan tunjukkan ular yang jauh lebih besar dan jauh lebih berbisa dibanding ini. Jika kau dapat menguasainya, kau sungguh seorang bijaksana." Didorong rasa penasaran, Ahmad bertanya di mana ular itu. Tapi ia sama sekali tidak menyangka terhadap jawaban yang akan diterimanya. "Ular yang kumaksud," kata Syaikh Hamu, "adalah jiwamu yang berada di antara dua sisi tubuhmu. Bisanya lebih mematikan dari bisa ular. Jika kau bisa menguasainya, dan dapat memperlakukannya sesuai dengan kehendak baikmu, berarti kau sungguh seorang bijaksana seperti yang kukatakan."
Syekh Hamu pun pergi dengan berpesan agar Ahmad menghentikan kebiasaannya bermain-main dengan ular.
Ia disarankan untuk berlatih menguasai 'ular' yang lebih besar dan lebih berbisa yakni jiwa, seperti dulu ia mengendalikan tabiat ular yang sesungguhnya. Sebuah wejangan yang mempertebal kesungguhan Ahmad Al-Alawi untuk makin mencelupkan hati ke jalan Allah, hingga dia dikenal sebagai salah satu Syaikh Sufi terbesar di Abad 20.
"Ia berucap dengan suara lembut bak kristal yang menyerpih yang dari sana, satu demi satu, kata-katanya menitik jatuh... Matanya seperti dua lampu yang cahayanya redup, tampak menembus semua benda, seraya melihat dalam bentuk lahirnya ketiadaan, sedang dibalik semua itu tampak sebentuk hakikat, yaitu Yang Tak Terbatas," tulis Martin Lings atau Abu Bakar Sirajuddin penuh hormat.
No comments:
Post a Comment