Rukun Nikah dan Syarat-syaratnya Menurut 4 Mazhab
Pernikahan adalah sunnatullah dan ibadah yang sangat dianjurkan Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Dalam satu hadis yang diriwayatkan Imam Al-Baihaqi, Nabi bersabda: "Ketika seorang hamba menikah, berarti dia telah menyempurnakan setengah agamanya. Maka bertaqwalah kepada Allah pada setengah sisanya".
Pernikahan berasal dari kata nikah atau "Nikaahun" yang merupakan masdar atau kata asal dari kata kerja Nakaha. Sinonimnya sama dengan tazawwaja. Menikah berarti "adh-dhammu wattadaakhul" (bertindih dan memasukkan).
Dari Abdullah Ibnu Mas'ud radliyallahu 'anhu berkata, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda pada kami: "Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu." (Muttafaq 'Alaihi)
Para ulama Fiqih 4 Mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali) mendefenisikan perkawinan adalah akad yang membawa kebolehan bagi seorang laki-laki untuk berhubungan badan dengan seorang perempuan dengan (diawali dalam akad) lafaz nikah atau kawin atau makna yang serupa dengan kedua kata tersebut.
Sedangkan dalam kompilasi hukum Islam disebutkan bahwa perkawinan adalah pernikahan yaitu akad yang kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
Secara umum, Rukun Nikah terdiri atas: mempelai laki-laki dan wanita yang hendak menikah, wali perempuan, saksi, shighat (ijab dan qabul). Sedangkan Syarat Sah Nikah di antaranya: beragama Islam, bukan mahram, wali akad nikah, sedang tidak ihram atau berhaji, dan bukan paksaan.
Rukun Nikah Menurut 4 Mazhab
1. Mazhab Hanafi
Imam Abu Hanifah, Zufar, Al-Sya'bi dan Al-Zuhri berpendapat bahwa apabila seorang wanita melakukan akad nikah untuk dirinya tanpa wali, dengan laki-laki yang kufah, maka hukumnya boleh. Rukun nikah menurut Mazhab Hanafi ada tiga, yaitu:
(1) Shighat (akad)
(2) Dua pihak yang berakad
(3) Saksi
Adapun mahar dan wali bukan rukun nikah dan bukan syarat.
2. Mazhab Maliki
Menurut Mazhab Malikiyah bahwa rukun nikah ada lima yaitu:
(1) Wali dari wanita
(2) Shidaq atau mahar
(3) Mempelai laki-laki tidak sedang ihram
(4) Mempelai wanita tidak sedang ihram atau tidak sedang dalam iddah
(5). Shighat (ijab dan qabul)
Adapun saksi tidak termasuk rukun menurut mazhab ini.
3 Mazhab Syafi'i
Dalam Mazhab Syafi'i (mayoritas muslim Indonesia), rukun pernikahan terdiri dari lima, yaitu:
(1) Mempelai laki-laki
(2) Mempelai wanita
(3) Wali
(4) Dua orang saksi
(5) Shighat (ijab dan qabul).
Para ulama mazhab Syafi'iyah menggolongkan dua saksi ke dalam bagian syarat nikah. Mereka beralasan karena saksi berada di luar esensi akad (mahiyatul aqdi) nikah. Dari rukun-rukun di atas, mahar tidak termasuk rukun nikah. Penyebutan mahar dalam akad hanya sunnah, maka nikah sah meskipun tidak disebutkan saat akad. Mahar menjadi wajib dengan tiga sebab:
1. Mewajibkan oleh hakim.
2. Mewajibkan oleh suami sendiri.
3. Dengan terjadi jima' (persetubuhan) setelah nikah.
4. Mazhab Hanbali
Menurut Mazhab Hanbali, pernikahan ada empat syarat yakni: (1). Tertentu suami-istri, (2) Kemauan sendiri dan rela (al-ikhtiyar wa al- ridha), (3) Wali, dan (4) Saksi. Di sana tidak disebutkan shighad (akad) dan mahar. Ini boleh jadi menurut mereka sebagai rukun, bukan syarat.
SYARAT SAH PERNIKAHAN
1. Kedua Mempelai (laki-laki dan wanita) Bukan Mahram
Mempelai pria adalah calon suami yang memenuhi persyaratan (tidak terpaksa). Mempelai wanita ialah calon istri yang halal dinikahi oleh mempelai pria atau tidak termasuk kategori haram dinikahi.
2. Kerelaan Kedua Mempelai (tidak dalam paksaan)
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
لا تُنْكَحُ الأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ وَلا تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ إِذْنُهَا، قَالَ أَنْ تَسْكُتَ
"Al-Ayyimu (wanita yang pisah dengan suaminya karena meninggal atau cerai) tidak dinikahkan sebelum mendapatkan persetujuan darinya (harus diungkapkan dengan jelas persetujuannya). Dan gadis tidak dinikahkan sebelum diminta persetujuannya (baik dengan perkataan atau diam). Para shahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana persetujuannya?‘ Beliau menjawab, ‘Dia diam (sudah dianggap setuju)." (HR. Al-Bukhari)
3. Ada Wali
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: "Tidak ada pernikahan kecuali dengan wali." (HR. Ahmad dan Abu Daud).Dalam Hadis lain disebutkan:
مْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ اِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ
"Perempuan mana saja yang menikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batal, nikahnya batal, nikahnya batal." (HR Ahmad, Abu Daud)
4. Ada Saksi
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْنِ
"Tidak sah pernikahan kecuali dengan kehadiran wali dan dua orang saksi." (HR at-Thabrani. Hadis ini juga terdapat dalam kitab Shahih Al-Jami No 7558)
Wallahu A'lam
(rhs)
Rusman H Siregar
No comments:
Post a Comment