Apakah Tasawuf Ajaran Islam?
Pihak yang menilai bahwa tasawuf adalah ajaran menyimpang dan tasawuf bukan ajaran Islam kemungkinan mengikuti amalan itu, namun mereka jauh dari ajaran Islam
SEJUMLAH pihak menyatakan kedudukan tasawuf merupakan. Apakah tasawuf ajaran Islam atau ajaran yang menyimpang.
Nah, apa hakikat ajaran tasawuf itu? Apakah ajaran tasawuf bagian dari Islam? Bagaimana pendapat para ulama dan pemikir Islam mengenai ajaran tasawuf itu?
Tasawuf adalah Ihsan
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَارِزًا يَوْمًا لِلنَّاسِ فَأَتَاهُ جِبْرِيلُ فَقَالَ: مَا الْإِيمَانُ؟ قَالَ: الْإِيمَانُ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَبِلِقَائِهِ وَرُسُلِهِ وَتُؤْمِنَ بِالْبَعْثِ. قَالَ: مَا الْإِسْلَامُ؟ قَالَ: الْإِسْلَامُ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ وَلَا تُشْرِكَ بِهِ وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ وَتُؤَدِّيَ الزَّكَاةَ الْمَفْرُوضَةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ. قَالَ: مَا الْإِحْسَانُ؟ قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ. (رواه البخاري: 50, 1/ 19)
Artinya: Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ suatu hari keluar menuju khalayak, lalu datanglah Jibril dan ia berkata,”Apakah iman itu?” Rasulullah ﷺ bersabda,”Iman adalah, Engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, pertemuan dengan-Nya, para rasul-Nya, dan engkau beriman dengan hari kebangkitan.” Jibril pun berkata,”Apakah Islam?” Rasulullah ﷺ bersabda,”Islam adalah, Engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat yang diwajibkan dan melaksanakan puasa Ramadhan.” Jibril pun berkata,”Apakah ihsan?” Rasulullah ﷺ bersabda,”Engkau beribadah kepada Allah seaakan akan Engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihatmu.” (Riwayat Al Bukhari: 50, 1/19)
Mengenai hadits di atas, Imam Tajuddin As Subki berkata,”Ilmu-ilmu syari’at pada hakikatnya ada tiga: Fiqih, yang diisyaratkan dengan Islam. Ushuluddin yang diisyaratkan dengan iman. Tasawuf yang diisyaratkan dengan ihsan. Selain ilmu-ilmu itu, kalau ia tidak kembali kepada ilmu-ilmu tersebut, ia di luar syari’ah.” (Thabaqat Asy Syafi’iyah Al Kubra, 1/117).
Al Munawi juga menyampaikan,”Asal dari tasawuf adalah ihsan, yang ditafsirkan dari hadits Jibril Alaihis Salam,’Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan Engkau melihat-Nya. Dan jika Engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Ia melihatmu.’”(Irgham Auliya Asy Syayathin bi Dzikri Auliya Ar Rahman, 4/46).
Makna Tasawuf
Abu Hafsh An Naisaburi berkata,”Tasawuf seluruhnya adalah adab, setiap waktu ada adabnya, setiap tempat ada adabnya. Barangsiapa berkomitmen dengan adab makai a sampai kepada derajat rijal (dalam tasawuf). Barangsiapa mensia-siakan adab maka maka ia jauh meski ia mengira telah dekat dan ia tertolak. (Thabaqat Ash Shufiyah li As Sulami, hal. 106).
Imam Junaid berkata,”Aku tidak memperoleh tasawuf dari apa-apa yang diperbincangkan, akan tetapi aku memperolehnya dari rasa lapar dan meninggalkan dunia, serta memutuskan diri dari perkara-perkara yang mana manusia biasa berhubungan dengannya serta dari perkara-perkara yang bersifat sebagai penghias karena tasawuf adalah pemurnian dalam bermu`amalat dengan Allah dan asal dari tasawuf adalah zhud terhadap dunia.” (Thabaqat Ash Shufiyah li As Sulami, hal. 131).
Adapun Abu Al Husain An Nuri berkata,”Tasawuf adalah meninggalkan seluruh dari apa yang diberikan kepada diri sendiri.” (Thabaqat Ash Shufiyah li As Sulami, hal. 136).
Abu Al Husain An Nuri Ketika ditanya mengenai tasawuf, ia pun menjawab, ”Tasawuf bukanlah yang ditulis dan ia bukan pula pengetahuan, akan tetapi ia adalah akhlak.” (Thabaqat Ash Shufiyah li As Sulami, hal. 137).
Ali bin Sahl Al Ashbahani berkata,”Tasawuf adalah berlepas diri terhadap selain Allah dan mengosongkan hati dari selain-Nya.” (Thabaqat Ash Shufiyah li As Sulami, hal. 189).
Abu Amru Ad Dimasyqi berkata,”Tasawuf adalah melihat makhluk dengan segala kekurangannya bahkan menundukkan pandangan dari segala kekurangan dalam rangka menyaksikan Dzat yang Maha Suci dari kekurangan.” (Thabaqat Ash Shufiyah li As Sulami, hal. 216).
Mudhaffar Al Qarmisi berkata,”Tasawuf adalah akhlak yang diridhai.” (Thabaqat Ash Shufiyah li As Sulami, hal. 298). Ismail bin Nujaid As Sulami berkata,”Tasawuf adalah kesabaran berada di bawah perintah dan larangan.” (Thabaqat Ash Shufiyah li As Sulami, hal. 339).
Para ulama mendefiniskan tasawuf dengan berbagai macam definisi, di mana hal itu sesuai dengan pengalaman dan pandangan mereka. Ada yang melihat tasawuf dari segi akhlak, ada yang melihatnya dari segi zuhud, ada pula yang melihatnya dari segi penyucian hati, ada pula yang melihatnya dari pengamalan ibadah. di mana semua itu merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari Islam.
Sumber Tasawuf
Imam Junaid berkata,”Jalan-jalan seluruhnya buntu bagi makhluk kecuali bagi yang mengikuti atsar Rasulullah ﷺ.” (Ar Risalah Al Qusyairiyah, 1/79).
Imam Junaid juga berkata,”Barangsiapa yang tidak menghafal Al Qur`an dan tidak pernah menulis hadits, maka ia tidak bisa dijadikan suri tauladan dalam masalah ini (tasawuf), karena ilmu kita ini terikat dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah.” (Ar-Risalah Al Qusyairiyah, 1/79).
Dzu Nun Al Mishri juga berkata,”Dari tanda-tanda adanya kecintaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla yaitu dengan mengikuti kekasih-Nya ﷺ baik dalam akhlaknya, perbuatannya, perintah-perintahnya serta sunnahnya.” (Ar Risalah Al Qusyairiyah, 1/94).
Syeikh Abdullah bin Ash Shiddiq Al Ghumari berkata, ”Sesungguhnya tasawuf dibangun di atas Al Kitab dan As Sunnah.” (Al I`lam bi Anna At Tashawuf min Syari`ah Al Islam, hal. 10).
Memahami Celaan Imam Asy Syafi`i terhadap Tasawuf
Imam As Syafi’i menyatakan, “Kalau seandainya seorang laki-laki mengamalkan tasawuf di awal siang, maka tidak tidak sampai kepadanya Dzuhur kecuali ia menjadi hamqa (kekurangan akal).” (Al Manaqib Al Imam As Syafi’i li Al Imam Al Baihaqi, 2/207).
Di tempat lainnya Imam Asy Syafi`i juga menyatakan,”Aku tidak mengetahui seorang sufi yang berakal, kecuali ia seorang Muslim yang khawwas.” (Al Manaqib Al Imam As Syafi’i li Al Imam Al Baihaqi, 2/207).
Imam Al Baihaqi menjelaskan apa yang dinyatakan Imam Asy Syafi`i di atas,”Dan sesungguhnya yang dituju dengan perkataan itu adalah siapa yang masuk kepada ajaran sufi namun mencukupkan diri dengan sebutan daripada kandungannya, dan tulisan daripada hakikatnya, dan ia meninggalkan usaha dan membebankan kesusahannya kepada kaum Muslim, ia tidak perduli terhadap mereka serta tidak mengindahkan hak-hak mereka, dan tidak menyibukkan diri dengan ilmu dan ibadah, sebagaimana beliau sifatkan di kesempatan lain.” (Al Manaqib Al Imam As Syafi’i li Al Imam Al Baihaqi, 2/208).
Di tempat lainnya, Imam Asy Syafi`i menyatakan,”Tidaklah seorang sufi menjadi sufi, kacuali ada pada dirinya empat hal, yakni sifat pemalas, suka makan, banyak tidur, serta berlebih-lebihan.” (Al Manaqib Al Imam As Syafi’i li Al Imam Al Baihaqi, 2/208).
Imam Al Baihaqi menjelaskan maksud perkataan Imam As Syafi’i tersebut,”Sesungguhnya yang beliau ingin cela adalah siapa dari mereka yang memiliki sifat ini. Adapun siapa yang bersih kesufiannya dengan benar-benar tawakkal kepada Allah Azza wa Jalla, dan menggunakan adab syari’ah dalam muamalahnya kepada Allah Azza wa Jalla dalam beribadah serta muamalah mereka dengan manusia dalam pergaulan, maka telah dikisahkan dari beliau (Imam As Syafi’i) bahwa beliau bergaul dengan mereka dan mengambil (ilmu) dari mereka. (Al Manaqib Al Imam As Syafi’i li Al Imam Al Baihaqi, 2/207).
Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwasannya tasawuf merupakan bagian dari Islam dan bersumber dari Al-Qur`an dan As Sunnah.
Pihak yang menilai bahwasannya tasawuf adalah ajaran yang menyimpang kemungkinan menilai dari mereka yang mengklaim mengikuti ajaran tasawuf, namun pada dasarnya mereka jauh dari ajaran itu, sedangkan pemahaman yang bersangkutan terhadap ajaran tasawuf sangatlah terbatas. Wallahu `alam Bish Shawab.*/Thoriq, LC
No comments:
Post a Comment