Imam Fakhruddin al-Razi: Terkabulnya Doa Butuh Waktu yang Tepat
Imam Fakhruddin al-Razi mengatakan bahwa salah satu penyebab belum dikabulkannya doa seseorang adalah belum tiba waktu yang tepat. Boleh jadi juga si hamba belum siap untuk menerimanya, sehingga dapat berujung pada hal-hal yang tidak semestinya dilakukan.
"Artinya, doa seorang hamba mungkin belum dikabulkan karena berkaitan dengan ketidaksiapan dirinya sebagaimana tertuang dalam Surah Assyura ayat 27," jelas Imam Fakhruddin al-Razi dalam kitabnya berjudul "Mafatih al-Ghaib".
Allah SWT berfirman:
وَلَوْ بَسَطَ اللّٰهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهٖ لَبَغَوْا فِى الْاَرْضِ وَلٰكِنْ يُّنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَّا يَشَاۤءُ ۗاِنَّهٗ بِعِبَادِهٖ خَبِيْرٌۢ بَصِيْرٌ ٢٧
“Dan sekiranya Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya niscaya mereka akan berbuat melampaui batas di bumi, tetapi Dia menurunkan dengan ukuran yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Mahateliti terhadap (keadaan) hamba-hamba-Nya, Maha Melihat.” ( QS Assyura : 27)
Ayat tersebut menginformasikan bahwa belum dikabulkannya doa atau belum dilimpahkannya rezeki kepada seorang muslim yang berdoa kepada Allah adalah demi kebaikan dirinya sendiri.
Allah SWT menunggu waktu yang tepat untuk mengabulkan segala doa agar tidak menyebabkan seorang hamba lalai dan tersesat. Di akhir ayat tersebut ditegaskan Allah Mahateliti dan Mahamengetahui (keperluan) hamba-Nya.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya juga menjelaskan bahwa Allah SWT memberi mereka sebagian dari rezeki yang dikehendaki-Nya untuk kebaikan mereka sendiri, Dia Maha Mengetahui tentang hal tersebut. "Untuk itu Dia menjadikan kaya orang yang berhak menjadi kaya, dan menjadikan fakir orang yang berhak menjadi fakir," ujarnya.
Ibnu Katsir lalu mengutip hadis qudsi bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"إِنَّ مِنْ عِبَادِي لَمَنْ لَا يُصْلِحُهُ إِلَّا الْغِنَى، وَلَوْ أَفْقَرْتُهُ لَأَفْسَدْتُ عَلَيْهِ دِينَهُ، وَإِنَّ مِنْ عِبَادِي لَمَنْ لَا يُصْلِحُهُ إِلَّا الْفَقْرُ، وَلَوْ أَغْنَيْتُهُ لَأَفْسَدْتُ عَلَيْهِ دِينَهُ"
Sesungguhnya di antara hamba-hamba-Ku terdapat orang yang tidak baik baginya kecuali hanya diberi kekayaan; dan seandainya kujadikan dia fakir, niscaya kefakirannya itu akan merusak agamanya. Dan sesungguhnya di antara hamba-hamba-Ku terdapat orang yang tidak baik baginya kecuali hanya diberi kefakiran; seandainya Kujadikan dia kaya, tentulah kekayaan itu akan merusak agamanya.
Lalu, kenapa ada pelaku maksiat yang rezekinya melimpah dan segala harapannya terwujud?
Menurut Imam Fakhruddin al-Razi, sesungguhnya pengabulan doa seorang muslim berlandaskan tasyrif atau memuliakan, sedangkan pengabulan doa orang kafir atau ahli maksiat berlandaskan istijraj atau lanjuran sebagai hukuman bagi mereka.
Istijraj secara etimologi diambil dari kata bahasa Arab da-ra-ja yang artinya naik dari satu tingkatan ke tingkatan selanjutnya (al-Mu’jam al-Lughah al-Arabiyah). Secara sederhana, istijraj dari Allah dapat dipahami sebagai hukuman yang diberikan sedikit demi sedikit dan tidak diberikan langsung.
Orang yang diberikan istijraj mungkin terlihat dipenuhi dengan kenikmatan, namun sesungguhnya itu hanyalah kenikmatan semu yang membuat mereka tenggelam dalam kelalaian.
Pasti akan Dikabulkan
Doa seorang muslim pasti akan dikabulkan oleh Allah SWT terlepas dari seberapa besar dan banyaknya. Hanya saja, pengabulan doa mungkin tidak sepenuhnya sama dengan apa yang diinginkan oleh hamba. Allah akan memberikan atau mengabulkan doa sesuai dengan keperluan hambanya, karena Dia Mahamengetahui dan Mahakuasa. Oleh sebab itu, seorang muslim tidak boleh ragu sedikit pun kepada Allah SWT.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
Dalam kitab Bahjah al-Nazhirin Syarh Riyadh al-Shalihin diterangkan pengabulan doa seorang muslim dilakukan dalam tiga cara, yaitu:
Pertama, dikabulkan langsung (segera) di dunia setelah meminta.
Kedua, ditunda hingga waktu tertentu dan diselamatkan dari bencana sesuai kadarnya.
Ketiga, disimpan hingga hari kiamat dan diganti dengan pahala berlipat ganda sesuai kehendak Allah SWT.
"Artinya, doa seorang hamba mungkin belum dikabulkan karena berkaitan dengan ketidaksiapan dirinya sebagaimana tertuang dalam Surah Assyura ayat 27," jelas Imam Fakhruddin al-Razi dalam kitabnya berjudul "Mafatih al-Ghaib".
Allah SWT berfirman:
وَلَوْ بَسَطَ اللّٰهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهٖ لَبَغَوْا فِى الْاَرْضِ وَلٰكِنْ يُّنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَّا يَشَاۤءُ ۗاِنَّهٗ بِعِبَادِهٖ خَبِيْرٌۢ بَصِيْرٌ ٢٧
“Dan sekiranya Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya niscaya mereka akan berbuat melampaui batas di bumi, tetapi Dia menurunkan dengan ukuran yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Mahateliti terhadap (keadaan) hamba-hamba-Nya, Maha Melihat.” ( QS Assyura : 27)
Ayat tersebut menginformasikan bahwa belum dikabulkannya doa atau belum dilimpahkannya rezeki kepada seorang muslim yang berdoa kepada Allah adalah demi kebaikan dirinya sendiri.
Allah SWT menunggu waktu yang tepat untuk mengabulkan segala doa agar tidak menyebabkan seorang hamba lalai dan tersesat. Di akhir ayat tersebut ditegaskan Allah Mahateliti dan Mahamengetahui (keperluan) hamba-Nya.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya juga menjelaskan bahwa Allah SWT memberi mereka sebagian dari rezeki yang dikehendaki-Nya untuk kebaikan mereka sendiri, Dia Maha Mengetahui tentang hal tersebut. "Untuk itu Dia menjadikan kaya orang yang berhak menjadi kaya, dan menjadikan fakir orang yang berhak menjadi fakir," ujarnya.
Ibnu Katsir lalu mengutip hadis qudsi bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"إِنَّ مِنْ عِبَادِي لَمَنْ لَا يُصْلِحُهُ إِلَّا الْغِنَى، وَلَوْ أَفْقَرْتُهُ لَأَفْسَدْتُ عَلَيْهِ دِينَهُ، وَإِنَّ مِنْ عِبَادِي لَمَنْ لَا يُصْلِحُهُ إِلَّا الْفَقْرُ، وَلَوْ أَغْنَيْتُهُ لَأَفْسَدْتُ عَلَيْهِ دِينَهُ"
Sesungguhnya di antara hamba-hamba-Ku terdapat orang yang tidak baik baginya kecuali hanya diberi kekayaan; dan seandainya kujadikan dia fakir, niscaya kefakirannya itu akan merusak agamanya. Dan sesungguhnya di antara hamba-hamba-Ku terdapat orang yang tidak baik baginya kecuali hanya diberi kefakiran; seandainya Kujadikan dia kaya, tentulah kekayaan itu akan merusak agamanya.
Lalu, kenapa ada pelaku maksiat yang rezekinya melimpah dan segala harapannya terwujud?
Menurut Imam Fakhruddin al-Razi, sesungguhnya pengabulan doa seorang muslim berlandaskan tasyrif atau memuliakan, sedangkan pengabulan doa orang kafir atau ahli maksiat berlandaskan istijraj atau lanjuran sebagai hukuman bagi mereka.
Istijraj secara etimologi diambil dari kata bahasa Arab da-ra-ja yang artinya naik dari satu tingkatan ke tingkatan selanjutnya (al-Mu’jam al-Lughah al-Arabiyah). Secara sederhana, istijraj dari Allah dapat dipahami sebagai hukuman yang diberikan sedikit demi sedikit dan tidak diberikan langsung.
Orang yang diberikan istijraj mungkin terlihat dipenuhi dengan kenikmatan, namun sesungguhnya itu hanyalah kenikmatan semu yang membuat mereka tenggelam dalam kelalaian.
Pasti akan Dikabulkan
Doa seorang muslim pasti akan dikabulkan oleh Allah SWT terlepas dari seberapa besar dan banyaknya. Hanya saja, pengabulan doa mungkin tidak sepenuhnya sama dengan apa yang diinginkan oleh hamba. Allah akan memberikan atau mengabulkan doa sesuai dengan keperluan hambanya, karena Dia Mahamengetahui dan Mahakuasa. Oleh sebab itu, seorang muslim tidak boleh ragu sedikit pun kepada Allah SWT.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Tidaklah seorang muslim berdoa kepada Allah dengan satu doa, melainkan pasti Allah memberikannya kepadanya, atau Allah menghindarkannya dari kejelekan yang sebanding dengan doanya, selama ia tidak mendoakan dosa atau memutuskan silaturahim.” Lalu seseorang berkata, “Kalau begitu, kita akan memperbanyak doa.” Beliau bersabda, “Allah lebih banyak memberi (dari apa yang kalian minta).” (HR Tirmidzi)
Dalam kitab Bahjah al-Nazhirin Syarh Riyadh al-Shalihin diterangkan pengabulan doa seorang muslim dilakukan dalam tiga cara, yaitu:
Pertama, dikabulkan langsung (segera) di dunia setelah meminta.
Kedua, ditunda hingga waktu tertentu dan diselamatkan dari bencana sesuai kadarnya.
Ketiga, disimpan hingga hari kiamat dan diganti dengan pahala berlipat ganda sesuai kehendak Allah SWT.
(mhy)Miftah H. Yusufpati
No comments:
Post a Comment