Murka Khalifah Umar Akibat Diusulkan Naik Gaji

Umar bin Khattab ingin meniru kepribadian sederhana Rasulullah SAW.

Red: Hasanul Rizqa

Kubah hijau di Masjid Nabawi, Madinah, Arab Saudi menjadi tanda di bawahnya terdapat makam Rasulullah saw dan dua sahabat mulia, Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
Foto: Karta Raharja Ucu/Republika.co.id
Kubah hijau di Masjid Nabawi, Madinah, Arab Saudi menjadi tanda di bawahnya terdapat makam Rasulullah saw dan dua sahabat mulia, Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
Allah SWT telah menentukan rezeki bagi setiap makhluk-Nya. Seseorang tidak akan meninggal dunia sampai Allah menyempurnakan rezeki yang telah ditentukan-Nya untuk orang tersebut. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Dan sungguh ar-Ruhul Amin (Malaikat Jibril) telah menyampaikan kepadaku bahwa tidak akan mati satu jiwa sampai Dia (Allah) menyempurnakan rezekinya, maka bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah dalam mencari rezeki."

Para sahabat Nabi begitu menghayati pesan Rasulullah SAW itu. Mereka cenderung berfokus pada peningkatan amal saleh ketimbang mengejar kekayaan duniawi. Seorang sahabat yang berlaku demikian ialah Umar bin Khattab.

Sebelum terpilih menjadi khalifah, sosok bergelar al-Faruq itu biasa mencari penghasilan sehari-hari dari berdagang. Begitu didaulat menjadi pemimpin orang-orang beriman (amirul mukminin), sumber nafkahnya ialah gaji dari kas negara.

Bagaimanapun, gaya hidup sang khalifah tetaplah seperti dahulu. Penuh kesederhanaan. Rumahnya seperti kebanyakan warga Madinah dari kalangan biasa. Bahkan, baju yang dikenakan Umar sering kali terdapat tambalan-tambalan.

Selang beberapa waktu, sekelompok sahabat senior seperti Ali, Utsman, dan Thalhah mendiskusikan untuk menaikkan gaji Umar. Namun, tak seorang pun yang berani mengusulkan itu kepada sang amirul mukminin. Akhirnya, mereka pergi menemui Hafshah, putri Umar dan juga seorang ummul mukminin.

Hafshah lantas pergi menemui Umar. Segera setelah mendengarkan usulan tersebut, ia naik pitam dan membentak. ''Siapa yang telah mengajukan usulan jahat ini!?"

Putrinya itu diam tak menjawab. Umar lantas berkata lagi, "Seandainya aku mengetahui siapa pengusul itu, niscaya aku akan memukulnya dengan keras sekali hingga babak belur!"

Setelah tenang, Umar lalu menjelaskan kepada anaknya itu, betapa dirinya ingin meniru kepribadian Rasulullah SAW, termasuk dalam hal memimpin.

"Wahai putriku, engkau bisa melihat di rumahmu sendiri pakaian-pakaian terbaik yang biasa dipakai Rasulullah SAW, makanan terbaik yang biasa dimakan Rasulullah SAW, dan ranjang terbaik yang biasa beliau gunakan untuk tidur. Apakah milikku lebih buruk dari semua itu?" tanya Umar.

"Tidak, Ayah. Sungguh tidak," jawab Hafshah terbata-bata.

"Sekarang, sampaikan kepada mereka yang telah mengirimmu. Bahwa Rasulullah telah menetapkan standar kehidupan seseorang dan aku tidak akan menyimpang dari standar yang beliau gariskan."

Republika

No comments: