Besar-Kecil, Tetap Syirik!
1. SYIRIK AKBAR
Contoh dari syirik akbar seperti:
1. Beribadah kepada Allah عز وجل melalui perantara, apakah itu nabi, malaikat, seorang wali, orang saleh, atau kuburan dan selain itu semua yang dianggap lebih mendekatkan mereka kepada Allah dan lebih “memudahkan” untuk diterimanya suatu ibadah.
“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak beribadah kepada mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya“. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat kufur. “ (Az-Zumar :3)
2. Berdoa kepada selain Allah, apakah itu nabi, malaikat, wali dan selain mereka.
“Dan barangsiapa berdoa kepada tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung. “ ( Al Mu’minun: 117)
3. Meminta pertolongan kepada kepada orang yang sudah meninggal, sama saja apakah ia seorang nabi, wali atau orang saleh atau selain mereka yang dianggap memiliki “kesaktian” dan “karomah”, atau kepada orang yang masih hidup akan tetapi dalam perkara yang tidak bisa disanggupi kecuali oleh Allah semata, seperti meminta kepada seseorang yang masih hidup agar menurunkan hujan atau menghentikannya atau mencegahnya, meminta kepada seseorang agar mengabarkan isi hati seseorang dan masih banyak lagi contohnya.
“Hanya kepada Engkaulah kami beribadah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. “ (Al Fatihah: 5)
Rasulullah صلى الله عليه وسلم berkata kepada Ibnu ‘Abbas رضي الله عنهما , “Jika kamu meminta, maka mintalah kepada Allah. Dan apabila kamu meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepada Allah. “ (HR. Tirmidzi)
4. Menyembelih sesuatu untuk selain Allah apakah itu jin, penghuni kubur dan “makhluk halus” lainnya “Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, nusukku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. “ (Al An’am :162)
Para ahli tafsir menjelaskan bahwa nusuk di atas artinya ibadah atau sembelihan.
“Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkurbanlah. “ (Al Kautsar: 2)
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Allah melaknat orang yang menyembelih sesuatu untuk selain Allah. “ (HR.Muslim dari Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه )
Dan masih banyak lagi macam-macam syirik akbar yang dapat kita sebutkan.
Lantas apa konsekuensi dari syirik ini? Konsekuensinya: mengeluarkan si pelaku dari islam dan apabila ia meninggal dalam keadaan belum bertaubat darinya , maka tidak boleh dikuburkan di pekuburan muslimin dan tempatnya di akhirat nanti adalah neraka kekal selama-lamanya. Ada lagi beberapa konsekuensi dari syirik akbar ini dan itu sudah disebutkan dalam pembahasan sebelum ini. (lihat: Siapa Yang Tak Kenal Syirik, Maka..)
2.SYIRIK ASHGHAR
Contoh dari syirik ashghar:
1. Riya’ dan Sum’ah.
Riya’ artinya beramal karena ingin dilihat oleh makhluk. Sedangkan sum’ah artinya beramal karena ingin didengar makhluk. Kedua-duanya termasuk syirik.
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Rabbnya”. (Al Kahfi :110)
Dalam hadits qudsi Allah berfirman: “Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu. Siapa yang melakukan suatu amalan yang di dalamnya ia sekutukan Aku dengan selain-Ku , niscaya Ku tinggalkan dia bersama sekutunya. “ (HR. Muslim dari Abu Hurairah رضي الله عنه )
2. Mengucapkan suatu kalimat yang mengandung penyetaraan makhluk dengan Allah, seperti: “Seandainya bukan karena Allah DAN kamu. “ “Atas kehendak Allah DAN kehendakmu. “ dan yang semisal itu. Mengapa kalimat-kalimat itu bisa dikatakan penyetaraan makhluk dengan Allah? Karena di situ Allah digandengkan dengan makhluknya dengan kata DAN, sedangkan kata DAN mengandung makna penyetaraan antara dua kata yang digandengkan olehnya.
Imam An-Nasai menyebutkan dalam Sunannya dari Ibnu ‘Abbas رضي الله عنهما bahwa ada seseorang yang datang kepada nabi صلى الله عليه وسلم kemudian ia berkata, “ Atas kehendak Allah DAN kehendakmu, maka Nabi pun menegurnya, ” Apakah engkau ingin menjadikan aku TANDINGAN bagi Allah? Akan tetapi yang benar adalah atas kehendak Allah saja. “
Ibnu ‘Abbas ketika menerangkan firman-Nya, “Maka janganlah kalian jadikan tandingan-tandingan (sekutu) bagi Allah sedangkan kalian mengetahui. “ (Al-Baqarah: 22), beliau menyebutkan contoh menjadikan tandingan di sini, yaitu seperti ucapan seseorang kepada temannya: “Atas kehendak Allah DAN kehendakmu. “ dan ucapan seseorang: “Seandainya bukan karena Allah DAN bukan karena fulan. “ Beliau berkata, “Jangan sebut fulan (berdampingan dengan Allah) di situ, (karena) seluruh ucapan tadi adalah syirik. “ (Tafsir Ibnu Katsir)
3. Tathayyur /thiyarah.
Tathayyur, thiyarah, apa pula itu?
Thiyarah/Tathayyur secara bahasa berasal dari kata toir (burung), karena orang Arab jahiliyyah dulu pesimis dan optimis karena sebab burung. Ketika mereka akan bepergian, mereka melepaskan burung dahulu, kalau burung itu, terbang arah kanan, mereka pun optimis dan jadi berangkat. Akan tetapi kalau burung itu terbang ke arah kiri mereka pun pesimis dan membatalkan kepergian mereka, karena meyakini akan datangnya kesialan.
Adapun secara istilah Tathayyur adalah sikap pesimis terhadap sesuatu yang didengar atau dilihat atau diketahui. Seperti yang diyakini orang Arab dulu ketika mendengar suara burung hantu, mereka meyakini kalau itu pertanda akan ada orang yang akan mati dan begitu juga keyakinan mereka bahwa bulan Shaffar adalah bulan sial dan masih banyak lagi contoh thiyarah yang beredar di antara mereka.
Adapun zaman sekarang? Sangat, sangat banyak pula. Contohnya keyakinan tentang angka sial, hari sial, keyakinan tentang hewan atau tumbuhan tertentu yang membawa hoki dan sebagainya, sangat banyak. Itu semua syirik. Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, “Thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik. “ (HR. Abu Daud dan Tirmidzi dari Ibnu Mas’ud رضي الله عنه )
Dan masih banyak lagi contoh-contoh syirik ashghar yang bisa kita sebutkan.
Lantas apa konsekuensi dari syirik ashghar ini? Apakah ada perbedaan dengan syirik akbar? Ya, ada.
1. Syirik akbar itu mengeluarkan pelakunya dari islam, sedangkan syirik ashghar itu tidak
2. Syirik akbar itu menggugurkan seluruh amalan si pelaku, sedangkan syirik ashghar itu menggugurkan amalan yang terkait dengan syiriknya itu saja. Contohnya seseorang riya’ dalam shalat, maka shalatnya saja yang gugur pahalanya, sedangkan ibadah lain tetap tidak gugur. Sedangkan orang yang menyembelih atau sedekah untuk jin, maka yang gugur adalah seluruh amalan yang telah dilakukan, bukan hanya sedekahnya saja.
3. Pelaku syirik akbar mendapatkan konsekuensi seperti yang diterima orang murtad, seperti larangan masuk masjidil haram, tidak boleh dishalati dan dikuburkan di pekuburan muslimin dan lain-lain (lihat pembahasan sebelum ini: Siapa Yang Tak Kenal Syirik, Maka..), sedangkan pelaku syirik ashghar tidak mendapatkan konsekuensi seperti itu, karena ia masih muslim.
Oh, kalau begitu syirik ashghar itu lebih ringan ya? Iya, betul. Syirik ashghar memang lebih ringan dari syirik akbar, namanya saja ashghar (kecil). Akan tetapi seringan-ringannya ini, tetaplah syirik! Walaupun “ringan”, tapi dosanya lebih besar dari dosa membunuh orang tua, lebih besar dibandingkan dosa berzina dengan anak kandung sendiri, lebih besar dibandingkan merampok, korupsi milyaran dolar atau lebih dari itu dan lebih besar lagi dari dosa-dosa besar lainnya. Kalau begitu, “besar-kecil” tetap syirik, dosa paling besar diantara dosa-dosa besar! Lantas, apakah kita tetap “nekat” mengerjakannya?
Jakarta, 18 Syawwal 1431/27 September 2010
Maraji’:
1. Al-Quranulkarim
2. Tafsir Ibnu Katsir
3. Riyadhushshalihin
4. Dan lain-lain
Comment
Mas saya tidak setuju dengan yang ini….. karena selama manusia beritikad bahwa semuanya bergantung pada Allah bukan kepada mahluk, dan pertolongan yang kita minta tidak menyalahi syariat ya tidak syirik.
Kita juga sering minta tolong kepada manusia juga kok. malah disuruh saling tolong menolong.
terima kasih mas sudah comment. yang saya maksudkan meminta pertolongan yang terlarang itu adalah meminta dalam perkara YANG TIDAK MUNGKIN DISANGGUPI kecuali oleh Allah. menurunkan hujan, mengetahui jodoh, isi hati orang, dan perkara gaib serta perkara lainnya yang semisalnya adalah perkara yang tak mungkin sanggup dilakukan oleh makhluk. Allah lah yang bisa melakukan itu semua.
adapun meminta dalam PERKARA YANG DISANGGUPI oleh MAKHLUK, tentu saja tak ada keharaman dalam hal ini, apalagi syirik..
jadi yang disuruh saling tolong menolong dalam ayat Al-Quran itu dalam hal kebaikan dan yang bisa DISANGGUPI oleh makhluk..mungkin itu saja. kalau belum jelas silahkan mas ajukan lagi keberatannya..
apakah maksud Mas itu, kita boleh meminta kepada makhluk dalam perkara yang tidak disanggupi kecuali Allah selama kita meyakini makhluk itu sebagai sebab/perantara saja, sedangkan yang menentukan itu Allah?
kalau memang maksud mas seperti itu, berarti seperti pembahasan masalah jimat, rajah dan semisalnya.
Kalau seseorang memakai jimat dan berkeyakinan bahwa jimat itulah yang memberinya kesembuhan, manfaat & menolak bala’ dan Allah tak memiliki andil sedikitpun dalam hal ini, kita sepakat dia telah jatuh kepada SYIRIK BESAR.
tapi kalau yang sekedar meyakini jimat, rajah dan semisalnya hanya sebab/perantara saja, sedangkan yang memberi manfaat dan menolak bala’ itu hanya Allah? apakah ia terjatuh ke syirik juga?
jawabannya YA, ia terjatuh kepada SYIRIK juga. akan tetapi itu SYIRIK KECIL.
karena ia telah MENJADIKAN SESUATU SEBAGAI SEBAB, PADAHAL SYARIAT ATAU AKAL TIDAK MENETAPKAN ITU SEBAGAI SEBAB.
dalilnya?
Dari Imran bin Al Husain bahwa Nabi melihat seorang shahabat di tangannya ada gelang dari kuningan. Beliau bertanya, “Apa ini? ” shahabat itu menjawab, “Untuk mengobati kelemahan saya. ” maka beliau pun bersabda, ” Cabut itu, sesungguhnya itu tidak menambahkan kepada kamu selain kelemahan. Sesungguhnya jika kamu meninggal dan itu tetap bersama kamu, tidak akan beruntunglah kamu selamanya. ” (HR. Ibnu Majah: 3531)
perhatikanlah, Nabi mengingkari perbuatan sahabatnya yang memakai jimat, padahal tentu kita meyakini tak mungkin shahabat ini berkeyakinan bahwa jimat itulah yang menyembuhkan, ia meyakini JIMAT ITU SEBAGAI SEBAB /PERANTARA. akan tetapi nabi tetap mengingkari DENGAN KERAS. bahkan dalam hadits lain Nabi bersabda, “Siapa yang menggantungkan tamimah (jimat dan semisalnya), sungguh ia telah berbuat syirik. ” (HR. Ahmad 4/156)
maka jika memakai jimat dengan berkeyakinan itu sebagai perantara/sebab saja adalah SYIRIK, lantas bagaimana dengan meminta pertolongan kepada seseorang (untuk melakukan perkara yang tidak disanggupi kecuali oleh Allah) dengan keyakinan ia sekedar sebab juga, sedangkan yang menentukan itu Allah? tentu saja jelas jawabannya yaitu SAMA SAJA kedua-duanya SYIRIK.
mungkin itu saja ya mas..maaf kepanjangan..barakallahu fiik…
perkataan “YANG TIDAK MUNGKIN DISANGGUPI kecuali oleh Allah” itu apa maksudnya ?
mengapa anda mengkaitkannya dengan para wali….?
kalau kita tahu hanya Allah yang sanggup tentu Allah jua yang kita mohon pertolongan.
tapi anda tidak perlu mengatakan bahwa menurunkan hujan, mengetahui jodoh, isi hati orang, dan perkara gaib serta perkara lainnya yang semisalnya adalah perkara yang tak mungkin sanggup dilakukan oleh makhluk. Allah lah yang bisa melakukan itu semua
bila Allah menghendaki sesorang mampu melakukan sesuatu melalui izinNya hal-hal tersebut diatas kenapa tidak?
sekarang yang mau tanya…
menghidupkan orang tentu anda sebut tidak mungkin disanggupi kecuali Allah…. lalu bagaimana orang yang meminta nabi Isa menghidupkan orang mati ? lihat nabi Isa menjadi sebab. dan Allah menjadikannya sanggup.
Mengampunkan itu hak Allah…. tapi Allah menyuruh kita untuk menemui nabi Muhammad agar mendapat ampunan Allah. lihat nabi muhammad menjadi sebab.
masalah jimat, bila memang ada larangannya dari Nabi ya haram, tapi tidak bisa menjadi dalil bagi semua kasus, ini namanya qiyas yang tidak shahih. apalagi menjadikan dalil syirik kecil karena MENJADIKAN SESUATU SEBAGAI SEBAB, PADAHAL SYARIAT ATAU AKAL TIDAK MENETAPKAN ITU SEBAGAI SEBAB.
Apa akal dan syariat yang membuat nabi yakub mencium gamis nabi Yusuf sehingga matanya menjadi sembuh?
sekali lagi menurut saya selama itu tidak melanggar syariat maka itu dibenarkan.
memakai jimat bila dilarang syariat ya terlarang.
tetapi memohon kepada sesorang untuk berdoa kepada Allah agar hujan turun ya tidak apa-apa
atau memohon kepada Allah dengan bertawasul kepada orang saleh yang wafat agar hujan turun ya tidak apa-apa.
seharusnya permasalahan ini tidak membawa-bawa masalah tawasul, karena tawasul itu adalah perkara yang disyariatkan.
terima kasih.
Adapun “perkataan “YANG TIDAK MUNGKIN DISANGGUPI kecuali oleh Allah” itu apa maksudnya ?” jawab saya: maksudnya itu kekhususan Allah, hanya Dia yang bisa, sedangkan selain-Nya tidak bisa. tentu anda sudah tahu kan? tak perlu saya jawab. sepertinya ini perkara yang sangat mendasar sekali bagi seorang muslim, di SD juga kita sudah mempelajarinya. saya yakin anda tahu.
Adapun “mengapa anda mengkaitkannya dengan para wali….?” jawabannya: saya tak hanya mengaitkan dengan para wali saja, nabi juga saya sebutkan. penyebutan wali di sini hanya contoh saja. karena ada SEBAGIAN orang yang meyakini wali tertentu (anggapan mereka) mengetahui perkara gaib, dan bisa menyembuhkan, bisa menurunkan hujan dan perkara lain yang tidak disanggupi kecuali oleh Allah
Adapun “kalau kita tahu hanya Allah yang sanggup tentu Allah jua yang kita mohon pertolongan” sangat,sangat,sangat betul! justru seharusnya beginilah keyakinan dan sikap seorang muslimin. oleh karena itu kata-kata mutiara yang Mas sebutkan harus digigit erat-erat dengan gigi geraham kita hingga hayat nanti. subhanallah kata-kata Mas Dian bagus sekali..
Adapun “bila Allah menghendaki sesorang mampu melakukan sesuatu melalui izinNya hal-hal tersebut diatas kenapa tidak?” jawab saya: oh tentu saja, kalau Allah mengizinkan tak ada yang bisa nolak. cuma masalahnya setelah nabi muhammad meninggal, dari mana orang bisa tahu kalau Allah memberinya izin untuk melakukan perkara yang tidak disanggupi makhluk? kalau ia nabi sih ya mungkin. cuma apakah ada nabi setelah nabi muhammad?
Adapun tentang nabi Isa yang menghidupkan orang mati, itu mukjizat dari Allah, karena Allah MENGIZINKAN dan MEMBERIKAN kemampuan kepadanya, sedangkan selain Nabi Isa, apakah ada yang sanggup melakukan itu? tentu saja tidak, karena Al-Quran dan As-Sunnah tidak menyebutkan itu.
Adapun “Mengampunkan itu hak Allah. tapi Allah menyuruh kita untuk menemui nabi Muhammad agar mendapat ampunan Allah. lihat nabi muhammad menjadi sebab” saya jawab: Betul, itu adalah sebab tapi itu sebab yang DIBOLEHKAN, karena Allah perintahkan. firman-Nya: “Sesungguhnya Jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan rasulpun MEMOHONKAN AMPUN untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS. AN-Nisa: 64)
Meminta kepada Nabi KETIKA HIDUP agar memohonkan ampun kepada Allah adalah sebab yang diperbolehkan, bahkan bukan nabi saja, setiap muslimin boleh bagi kita meminta kepadanya untuk MENDOAKAN agar kita diampuni Allah. Cuma yang perlu diperhatikan, yang diperbolehkan itu ketika HIDUP.
adapun meminta didoakan ampunan kepada ORANG MATI , tak pernah ada perintah dan perbuatan rasul dan para sahabatnya yang menunjukkan disyariatkan itu. makanya, setelah Nabi meningggal, adakah para sahabat nabi yang melakukan itu? yang ada justru, “Siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, itu TERTOLAK. ‘ (HR. Muslim)
adapun kaidah “MENJADIKAN SESUATU SEBAGAI SEBAB, PADAHAL SYARIAT ATAU AKAL TIDAK MENETAPKAN ITU SEBAGAI SEBAB” ini bukan berlaku pada jimat saja, tapi mencakup segala syirik. tak ada perbedaan apakah yang jadi sebab itu orang atau benda mati.
Adapun “Apa akal dan syariat yang membuat nabi yakub mencium gamis nabi Yusuf sehingga matanya menjadi sembuh?” jawab saya: itu memang tidak masuk akal, tapi itulah mukjizat. apakah yang namanya menghidupkan orang mati, membelah laut seperti dalam kisah Nabi Musa itu masuk akal? tentu saja akal susah mencernanya, tapi itulah mukjizat. Allah mengizinkannya hanya kepada para Nabi.
Sesuatu yang tidak masuk akal, tetapi JIKA DITETAPKAN syariat, maka kita wajib menerimanya. Mencium hajar aswad adalah perkara yang (sekilas) tidak masuk akal, tapi karena itu petunjuk syariat maka tak boleh lagi akal menentangnya. sampai-sampai orang terbaik kedua umat ini, umar bin khatab berkata, “Demi Allah! Aku tahu kamu hanyalah sekedar batu yang tidak dapat memudharatkan dan tidak dapat memberi manfaat siapapun.. Sekiranya aku tidak melihat sendiri Rasulullah mengecupmu, pasti aku tidak akan mengecupmu.” (Sahih Bukhari juz 2 no 667)”
Adapun “sekali lagi menurut saya selama itu tidak melanggar syariat maka itu dibenarkan” apa maksud Anda “tidak melanggar syariat” di sini? tolong diperjelas lagi. yang jelas melakukan perkara ibadah yang tidak diperintahkan rasul itu terlarang “Siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, itu TERTOLAK. ‘ (HR. Muslim)
Adapun “tetapi memohon kepada sesorang untuk berdoa kepada Allah agar hujan turun ya tidak apa-apa” jawab saya: memang betul boleh, saya tidak mengingkari. yang SALAH itu kalau meyakini bahwa ada seseorang yang BISA MENURUNKAN HUJAN. adapun meminta didoakan agar turun hujan tentu saja boleh, karena para sahabat dulu juga memohon kepada nabi ketika masih HIDUP dan kepada Abbas, paman Nabi sepeninggal Nabi wafat AGAR BERDOA KEPADA ALLAH supaya turun hujan.
Adapun “atau memohon kepada Allah dengan bertawasul kepada orang saleh yang wafat agar hujan turun ya tidak apa-apa” nah ini yang keliru, apa dalil anda membolehkan kita untuk memohon kepada ORANG MATI agar berdoa kepada Allah? adakah perintah dan anjuran dari Al-Quran dan As-Sunnah serta perkataan Shahabat nabi?
Adapun “seharusnya permasalahan ini tidak membawa-bawa masalah tawasul, karena tawasul itu adalah perkara yang disyariatkan” tentu saja saya tidak mengingkari tawassul yang sesuai tuntunan Rasul. karena siapa yang mengingkari tawassul secara mutlak, berarti ia mengingkari Al-Quran dan As-Sunnah. tapi yang harus diingkari adalah tawassul yang TIDAK ADA tuntunan dan perintahnya dari syariat.
lantas bagaimana tawassul kepada orang mati? tentu saja ini bukan termasuk tuntunan rasul. bahkan yang ada: “Siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, itu TERTOLAK. ‘ (HR. Muslim)
barakallahu fiikum
Inilah masalahnya…. saya mohon anda memberikan dalil bahwa bertawasul dengan orang yang telah wafat itu terlarang. Tidak ada dan tidak ada seorang salafpun yang membedakan bertawasul dengan orang yang hidup dengan orang yang telah wafat. Apa dasarnya bertawassul dengan orang yang hidup boleh sedangkan dengan orang yang wafat tidak boleh? sesuatu yang haram itu harus jelas ada dalilnya. Dan nabi Muhammad telah mencontohkan bertawasul, maka tidak ada hak kita membatasi tanpa dalil.
“Adapun “atau memohon kepada Allah dengan bertawasul kepada orang saleh yang wafat agar hujan turun ya tidak apa-apa” nah ini yang keliru, apa dalil anda membolehkan kita untuk memohon kepada ORANG MATI agar berdoa kepada Allah? adakah perintah dan anjuran dari Al-Quran dan As-Sunnah serta perkataan Shahabat nabi?”
Dalil yang membolehkan sudah jelas, kita dianjurkan bertawasul dan tidak ada pembatasan masalah tawasul.
Maka bertawasul dengan orang yang telah wafat sudah jelas tidak ada dalil larangannya dan tidak ada pula dalil yang membatasi tawasul dan membedakan tawasul dengan orang yang hidup dengan orang yang wafat. Bahkan Allah jelas-jelas mengatakan bahwa :Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki,(QS. 3:169)
Mohon anda jangan membuat bidah baru dengan mengatakan bertawasul dengan orang saleh dan para wali yang telah wafat itu terlarang atau haram.
Adapun “saya mohon anda memberikan dalil bahwa bertawasul dengan orang yang telah wafat itu terlarang.” Jawab saya: Dalilnya adalah TIDAK ADAnya dalil yang membolehkan atau memerintahkan. Rasulullah bersabda, “”Siapa yang mengada-adakan sesuatu (amalan) dalam urusan (agama) kami yang bukan dari kami, maka (amalan) itu tertolak.” (HR. Bukhori dan Muslim). Dan dalam riwayat Muslim: “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka itu tertolak.”
Sebagaimana kaidah syariat yang sudah kita ketahui bersama: “Seluruh perkara agama itu asalnya haram, sampai ada dalil yang memerintahkannya. Sedangkan seluruh perkara dunia itu asalnya halal, sampai ada dalil yang melarang (mengharamkan)nya.
Adapun “Tidak ada dan tidak ada seorang salafpun yang membedakan bertawasul dengan orang yang hidup dengan orang yang telah wafat.” Jawab saya: tahu dari mana Anda kalau salaf tidak membedakan antara keduanya?
Adapun” Apa dasarnya bertawassul dengan orang yang hidup boleh sedangkan dengan orang yang wafat tidak boleh?” jawab saya: tawassul kepada orang yang hidup ada dalilnya. Sedangkan tawassul kepada yang wafat tak ada dalilnya.
Adapun” sesuatu yang haram itu harus jelas ada dalilnya.” Jawab saya: betul sekali saya setuju! Karena itu, untuk mengharamkan perkara-perkara yang diadakan dalam agama ada dalil yang tegas dari Nabi kita, “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka itu tertolak.”
Adapun “Dan nabi Muhammad telah mencontohkan bertawasul, ” Jawab saya: betul nabi mencontohkan bertawassul, tapi tak pernah satu hadits pun dari beliau yang membolehkan APALAGI mencontohkan tawassul kepada orang wafat. Dan tak pernah pula satu orang shahabat pun yang melakukannya, padahal kita tahu kalau shahabat itu orang-orang yang paling bersegera dalam mencintai dan mengamalkan perintah Nabi. Kalau seandainya tawassul kepada orang wafat itu suatu kebaikan, tentulah mereka akan bersegera melakukannya, mendahului kita orang belakangan yang lemah iman.
Adapun “maka tidak ada hak kita membatasi tanpa dalil’ jawab saya: maksudnya bebas bagi kita melakukan tawassul sesuka hati, walaupun itu tidak sesuai tuntunan rasul? Tentu saja itu membantah ucapan makhluk termulia:”Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka itu tertolak.”
Tawassul adalah ibadah seperti ibadah lainnya semisal shalat, zakat dll. Ketika Allah berfirman, “Didirikan shalat. “ apakah artinya kita bebas melakukan shalat sesuka hati kita? misalnya, shalat maghrib cuma dua rakaat, ketika takbir mengangkat tangan ke atas kepala (seperti orang ditodong), ketika ruku tidak meletakkan tangan di lutut tetapi di pinggang. Apakah itu dibolehkan? Tentu saja tidak. Karena cara melakukan ibadah itu HARUS mengikuti TUNTUNAN rasul.
Adapun “Dalil yang membolehkan sudah jelas, kita dianjurkan bertawasul dan tidak ada pembatasan masalah tawasul.” jawab saya: betul! dalil yang membolehkan bertawassul dan menganjurkannya memang ada. Begitu juga CARAnya, makanya tak perlu kita MEMBUAT YANG BARU lagi. Cukup mengikuti apa YANG DITUNTUNKAN NABI saja.
Adapun“Bahkan Allah jelas-jelas mengatakan bahwa :Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki,(QS. 3:169)” jawab saya; apakah ini dalil tentang disyariatkan nya tawassul kepada orang mati atau dalil bahwa orang yang berjihad di jalan Allah itu hidup dalam kenikmatan setelah kematian mereka?coba anda cek itu di tafsir ibnu katsir, atau tafsir fathil qadir dan tafsir SALAF lainnya.
Adapun “Mohon anda jangan membuat bidah baru dengan mengatakan bertawasul dengan orang saleh dan para wali yang telah wafat itu terlarang atau haram.” Jawab saya: yang namanya bidah itu artinya mengamalkan sesuatu tanpa ada tuntunan rasul, lantas apakah bertawassul kepada orang wafat itu ada tuntunan dari rasul? Anda sudah tahu.
Barakallahu fiik ..
Mas, tawasul itu ‘berasal dari kami’ dan ‘suatu amalan yang ada perintahnya dari kami’ . ada dalilnya
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan” (Al Maidah: 35).
Jadi jangan pasang dalil sembarangan dong.
“Sebagaimana kaidah syariat yang sudah kita ketahui bersama: “Seluruh perkara agama itu asalnya haram, sampai ada dalil yang memerintahkannya. Sedangkan seluruh perkara dunia itu asalnya halal, sampai ada dalil yang melarang (mengharamkan)nya”.
Mas sudah ada dalilnya……….. sudah saya sebutkan.
“Adapun “Tidak ada dan tidak ada seorang salafpun yang membedakan bertawasul dengan orang yang hidup dengan orang yang telah wafat.” Jawab saya: tahu dari mana Anda kalau salaf tidak membedakan antara keduanya? ”
Ya tahulah… memang kenyataannya sebelum zaman Ibnu taimiyah dan pengikutnya, saya tidak menemukan pembahasan dan perselisihan yang sahih dari para ulama salaf untuk mengharamkan tawasul dengan orang yang telah wafat apalgi menghukumnya syirik. Na’udzubillah.
“Adapun “Dan nabi Muhammad telah mencontohkan bertawasul, ” Jawab saya: betul nabi mencontohkan bertawassul, tapi tak pernah satu hadits pun dari beliau yang membolehkan APALAGI mencontohkan tawassul kepada orang wafat. Dan tak pernah pula satu orang shahabat pun yang melakukannya, padahal kita tahu kalau shahabat itu orang-orang yang paling bersegera dalam mencintai dan mengamalkan perintah Nabi. Kalau seandainya tawassul kepada orang wafat itu suatu kebaikan, tentulah mereka akan bersegera melakukannya, mendahului kita orang belakangan yang lemah iman”
Justru saya tidak pernah mendengar satu hadits pun dari beliau yang melarang APALAGI menghukum syirik tawassul kepada orang wafat.
lihat riwayat ini :
Berkata Alhafidz Abu Bakar As Suyuthi:
وقال الحافظ أبو بكر البيهقي : أخبرنا أبو نصر بن قتادة وأبو بكر الفارسي قالا : حدثنا أبو عمربن مطر حدثنا إبراهيم بن علي الذهلي حدثنا يحيى بن يحيى حدثنا أبو معاوية عن الأعمش عن أبي صالح عن مالك قال : أصاب الناس قحط في زمن عمر بن الخطاب فجاء رجل إلى قبر النبي فقال: يا رسول الله استسق الله لأمتك فإنهم قد هلكوا ، فأتاه رسول
الله في المنام فقال “ائت عمر فأقرئه مني السلام وأخبرهم أنهم مسقون ، وقل له : عليك بالكيس الكيس
Abu Nashr bin Qotadah dan Abu Bakr Al Farisi memberi kabar kepadaku, keduanya berkata: Abu Umar bin Mathor menceritakan kepadaku, Ibrahim bin Ali Addzihli menceritakan kepadaku, Yahya bin Yahya menceritakan kepadaku, Abu Mu’awiyah menceritakan kepadaku, dari A’masy, dari Abu Sholih, dari Malik ia berkata: “Paceklik datang di masa Sayyidina Umar, maka salah seorang mendatangi kuburan Nabi dan mengatakan: Wahai Rasulullah, mohonkanlah hujan kepada Allah untuk ummat-mu karena sungguh mereka betul-betul telah binasa, kemudian orang ini bermimpi bertemu dengan Rasulullah dan Rasulullah berkata kepadanya: “Sampaikan salamku kepada Umar dan beritahukan bahwa hujan akan turun untuk mereka, dan katakan kepadanya “bersungguh-sungguhlah dalam melayani ummat”. Kemudian sahabat tersebut datang kepada Umar dan memberitahukan apa yang dilakukannya dan mimpi yang dialaminya. Umar menangis dan mengatakan: “Ya Allah, Saya akan kerahkan semua upayaku kecuali yang aku tidak mampu”.
Sanad Hadits ini adalah shohih (demikian kata Al Hafidz Ibnu Katsir dalam Al Bidayah: 8/91)
“Tawassul adalah ibadah seperti ibadah lainnya semisal shalat, zakat dll. Ketika Allah berfirman, “Didirikan shalat. “ apakah artinya kita bebas melakukan shalat sesuka hati kita? misalnya, shalat maghrib cuma dua rakaat, ketika takbir mengangkat tangan ke atas kepala (seperti orang ditodong), ketika ruku tidak meletakkan tangan di lutut tetapi di pinggang. Apakah itu dibolehkan? Tentu saja tidak. Karena cara melakukan ibadah itu HARUS mengikuti TUNTUNAN rasul”.
Betul mas tawasul itu ibadah, tapi ada yang terikat/dibatasi secara mutlak dan pasti ada yang tidak terikat seperti berdoa. kalau mas anung mencontohkan masalah tatacara sholat, maka banyak juga mas perbedaannya, kalau yang mas sebutkan itu tidak sesuai makna yang dimaksud dengan pekerjaannya, ya tentu saja salah. Sedangkan makna tawasul itu tidak membedakan orang yang hidup dan orang yang mati bahkan nabi telah memberikan tuntunannya, lihat hadist orang buta yang menemui nabi dan hadist ini :
“Dan sahabat Nabi Anas bin Malik, bahwasanya Nabi Muhammad Saw. berkata dalam do’a beliau begini : Ya Allah, ampunilah Fatimah binti Asad dan lempangkanlah tempat masuknya (ke kubur) dengan hak Nabi Engkau dan Nabi-nabi sebelum saya. Engkau yang paling panjang dari sekalian yang panjang”. (Had its riwayat Imam Thabrani – lihat kitab Syawahidul haq hal. 154).
kalau anda hanya melihat contoh, maka nabi tidak mencontohkan berdoa dengan bahasa Indonesia, apakah itu terlarang… tentu tidak karena berdoa tidak dibatasi hanya dengan bahasa Arab saja walaupun karena tidak ada larangannya dan tidak pula nabi mencontohkannya. Begitu juga nabi tidak mencontohkan bertawasul dengan paman beliau, Abbas…. tapi Umar melakukannya… tidak bidah kan? jadi apa maksud tidak dicontohkan atau tidak ada tuntunan ini? anda sekali lagi harus hati-hati dalam melihat pemasalahannya.
sekali lagi hati-hati dengan perkataan anda “yang namanya bidah itu artinya mengamalkan sesuatu tanpa ada tuntunan rasul, lantas apakah bertawassul kepada orang wafat itu ada tuntunan dari rasul?”
Masalah ini adalah pembahasan masalah bidah, dan tentu akan panjang penjelasannya. Kalau toh anda ngotot menganggapnya bidah, maka inilah adalah perbedaan pendapat.
Tapi adakah dalil yang mengatakannya syirik? ingat bidah itu beda pengertiannya dengan syirik.
Imam Bukhari telah meriwayatkan dalam kitab Al-Adab A-Mufrad mukasurat 324 menyatakan daripada Abdur Rahman Bin Sa’ad berkata: Satu ketika kaki Abdullah Bin Umar (sahabat Nabi) tiba-tiba sakit, maka dikatakan kepada beliau oleh seseorang: “Sebutkan manusia yang paling kamu cintai” maka Abdullah Bin umar pun menyeru : “ Wahai Muhammad…” maka hilanglah sakit pada kaki beliau. ن عبد الرحمن بن ســــعد قال:” خدرت رجل ابن عمر فقال له رجل : أُذكر احب الناس اليك فقال : يا محمد فذهب خدر رجله”ا.هـ
Imam Malik telah memberi anjuran tawasul kepada Khalifah al-Mansur, yaitu ketika ia ditanya oleh kholifah yang sedang berada di masjid Nabawi:
Saya sebaiknya menghadap kiblat dan berdo’a atau menghadap Nabi SAW?”
Imam Malik berkata kepada kholifah, “Mengapa engkau memalingkan wajahmu dari beliau, padahal beliau adalah wasilahmu dan wasilah bapakku Nabi Adam as.kepada Allah SWT. Menghadaplah kepada beliau dan mohonlah pertolongan dengannya, Allah akan memberinya pertolongan dalam apa yang engkau minta.”
Allah befirman:
“Sesungguhnya Jikalau mereka ketika Menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.(QS.An-Nisa’ :64).
Keterangan ini disebutkan oleh al-Qodli ‘Iyadl dalam kitab as-Syifa’.
memvonis perbuatan syririk itu bukan perkara gampang, apalagi anda memvonis syirik amalan sebagian besar kaum muslimin termasuk para ulama yang mempunyai hujah dan dalil.
Semoga anda memahaminya.
>>>Adapun ayat yang anda sebutkan:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan” (Al Maidah: 35).
Jawab saya: itu adalah dalil yang memerintahkan tawassul, BUKAN CARA tawassul. Adapun tata cara tawassul diterangkan dalam ayat dan hadits yang lain. Maka, karena tata caranya sudah diterangkan, tak usah bagi kita menambah-nambah lagi, cukup mengikuti apa yang dituntunkan Allah dan RAsul-Nya. Shalat pun ada dalil yang memerintahkannya dan begitu juga tata caranya, makanya tak usah ditambah-tambah.
>>>Adapun ”Ya tahulah… memang kenyataannya sebelum zaman Ibnu taimiyah dan pengikutnya, saya tidak menemukan pembahasan dan perselisihan yang sahih dari para ulama salaf untuk mengharamkan tawasul dengan orang yang telah wafat apalgi menghukumnya syirik. Na’udzubillah.”
Jawab saya: oh jadi Anda orang yang anti Ibnu Taimiyah..ya ‘wajar’lah kalau gitu. Saya tak akan membahas panjang lebar tentang keutamaan Ibnu Taimiyah di sini. cukup Allah lah lalu hamba-hamba-Nya di bumi yang jadi saksi tentang itu di hari kiamat. Tapi yang membenci ibnu taimiyah memang bukan zaman sekarang saja, di zamannya juga ada kok, makanya beliau sampai di penjara berkali-kali, disiksa lalu meninggal di penjara..
Sekarang saya tanya, ada tidak di zaman sahabat nabi pembahasan tentang apakah seorang hamba itu melakukan amalan karena kehendaknya sendiri atau kehendak Allah? Atau ada tidak diantara mereka pembahasan apakah Al-Quran itu perkataan Allah atau makhluk Allah? Ada tidak pembahasan Allah itu di atas arsy atau di mana-mana? Ada tidak? Tentu saja tidak. Karena di zaman mereka itu orang-orang masih bersih akidahnya.
Setelah berlalu beberapa waktu di kehidupan mereka barulah muncul keyakinan yang menolak takdir, mereka pun membahas masalah itu dan membantahnya. Begitu juga di zaman imam ahmad muncul keyakinan al-quran adalah makhluk, maka para ulama pun membahas itu dan membantahnya. Begitu juga tawassul kepada orang wafat, tak ada di zaman para sahabat dan setelahnya. Karena mereka adalah orang-orang yang masih terjaga fitrah dan aqidahnya. Barulah orang belakangan (yang padahal ilmu dan kewaraan mereka sangat jauh dari sahabat) mengadakan tata cara ibadah aneh itu dan menyangkanya sebagai sebaik-baik amalan.
>>>Adapun “Justru saya tidak pernah mendengar satu hadits pun dari beliau yang melarang APALAGI menghukum syirik tawassul kepada orang wafat.” Jawab saya: ada dalil yang melarangnya yaitu “Siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka itu tertolak. “ (HR.Muslim)
Dan juga kaidah syariat : perkara agama itu asalnya haram SAMPAI ADA DALIL YANG MEMERINTAHKANNYA. Perkara dunia itu halal sampai ada dalil yang melarangnya. Tawassul kepada orangmati tak ada dalil yang memerintahkannya,karena itu terlarang. Jangan dibalik jadi begini ya: perkara ibadah itu halal sampai ada yang mengharamkannya.Dan perkara dunia itu haram sampai ada dalil yang menghalalkannya.
>>>Adapun riwayat yang anda sebutkan tentang seseorang bertawassul kepada Nabi di zaman umar : jawab saya: hadits itu dhaif (lemah) tidak bisa dijadikan landasan amal. Mau tahu alasan lemahnya hadits itu? lihat di sini atau sini atau sini
>>>Adapun” atsar dari Anas bin Malik itu pun dhaif juga tidak bisa dijadikan landasan amal. Mau tahu alasannya? Lihat di sini
>>>Adapun berdoa selain bahasa arab di LUAR shalat, tak ada perselisihan di antara ulama tentang kebolehannya, kecuali madzhab hanafiyyah. Mereka menganggap bahwa berdoa dengan selain bahasa Arab, baik ketika shalat maupun di luar shalat, adalah makruh, karena Umar bin Khattab melarang “rathanatal a’ajim” (berbicara dengan selain bahasa arab). Meskipun begitu, itu bukan kesepakatan para sahabat. Makanya berdoa selain dengan bahasa arab di LUAR SHALAT boleh, karena itu pun sudah ada di zaman nabi dan sahabat, bukankah kekuasaan islam sudah sampai negeri-negeri non arab dan mereka tak mengingkarinya? Adapun tawassul kepada yang wafat adakah di zaman sahabat? Tentu saja tidak, apalagi di zaman nabi.
>>>Adapun “Begitu juga nabi tidak mencontohkan bertawasul dengan paman beliau, Abbas…. tapi Umar melakukannya… tidak bidah kan? “ jawab saya: lho bukannya para shahabat itu tawassul kepada nabi ketika masih hidup dan itu tidak diingkari nabi? Itu berarti menunjukkan bahwa tawassul kepada orang yang HIDUP itu boleh, MAKANYA UMAR bertawassul kepada ABBAS yang ketika itu MASIH HIDUP.
>>>Adapun” sekali lagi hati-hati dengan perkataan anda “yang namanya bidah itu artinya mengamalkan sesuatu tanpa ada tuntunan rasul, lantas apakah bertawassul kepada orang wafat itu ada tuntunan dari rasul?” jawab saya: ya, tidak ada tuntunannya dari rasul.
>>>Adapun “ Kalau toh anda ngotot menganggapnya bidah, maka inilah adalah perbedaan pendapat Tapi adakah dalil yang mengatakannya syirik? ingat bidah itu beda pengertiannya dengan syirik.” Jawab saya: ya betul bidah memang beda dengan syirik. Siapa yang bilang sama?
Yang jelas ulama ada yang menyatakan itu syirik dan ada yang menyatakan itu bidah. Tinggal pilih mana, mau dosa terbesar di antara dosa-dosa besar atau apa yang disebutkan nabi” Setiap bidah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di neraka. “ ?
وَلا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لا يَنْفَعُكَ وَلا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ
“Dan janganlah kamu menyeru kepada selain Allah apa-apa yang tidak mampu memberikan manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu; sebab jika kamu berbuat (yang demikian itu), maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim (musyrik).” (QS. Yuunus: 106).
>>>Adapun riwayat tentang ibnu umar bahwa kakinya sakit lalu menyeru nabi dan sembuh. Ini riwayat yang lemah tidak bisa dijadikan landasan amal. Mau tahu alasannya? Lihat di sini atau sini
Mungkin anda bertanya, “Lho, mana mungkin hadits yang diriwayatkan Bukhari kok lemah?” saya jawab, “ya, tentu saja mungkin itu kan di kitab adabulmufrad. Karena imam bukhari tidak mensyaratkan keshahihan hadits yang ia bukukan di SELAIN Shahih Bukhari, di antaranya kitab adabulmufrad. Adapun hadits di Shahih Bukhari, tentu saja kita harus menerimanya, dan tak boleh menolaknya. Karena itu kitab tershahih setelah Al-Quran, sebab Imam bukhari telah menyatakan bahwa tidaklah hadits-hadits yang dimasukkan padanya (shahih bukhari) kecuali shahih.
>>>Adapun nukilan Anda dari Imam Malik bahwa beliau memberi anjuran tawasul kepada Khalifah al-Mansur, coba Anda cek lagi riwayatnya dari kitab apa? Kalau Ada dalam kitab itu, cek lagi apakah benar sanadnya bersambung kepada Imam Malik? Anda kan tidak membawa teks aslinya.
Dan Anggap sanad itu sampai ke Imam Malik, tapi apakah itu pendapat yang disetujui oleh Imam-imam madzhab lainnya? Atau bahkan telah jadi ijma’ ulama? seseorang yang berijtihad itu bisa saja salah, karena tidak ada yang ma’shum kecuali rasul. Seorang mujtahid itu jika berijtihad dan dia salah, tetap berpahala. Akan tetapi BUKAN BERARTI KESALAHANNYA DIIKUTI. Itu kalau benar Imam Malik mengucapkannya, tapi kenyataaannya kan belum jelas. Anda sendiri nggak menyertakan teks dan sanadnya.
Dan saya sendiri yakin tidak mungkin imam mallik menganjurkan itu karena beliau seorang yang sangat tegas dalam masalah bidah. Beliau tidak pernah membuka peluang sedikitpun bagi seseorang untuk berbuat bidah lantas apakah mungkin beliau malah menganjurkan bidah?
>>>Adapun” apalagi anda memvonis syirik amalan sebagian besar kaum muslimin termasuk para ulama yang mempunyai hujah dan dalil.” Jawab saya: kebenaran itu tidak diukur dari jumlah.
“ Akan tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur” (Qs Al Baqoroh:243)
“Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar Ruum [30]: 6)
“Seandainya kalian mengikuti kebanyakan orang di muka bumi, sungguh mereka akan menyesatkan kalian dari jalan Allah (Qs:al An’aam:116)
“ Dan sesungguhnya kebanyakan manusia itu lengah terhadap tanda tanda kekuasan Kami” (Qs.Yunus:92)
Kalau maksud Anda sebagian besar itu, yaitu sebagian besar kalangan shahabat dan salafussaleh tentu saja kita akan menerimanya, tapi sayangnya, yang memunculkan itu orang-orang belakangan di akhir zaman…
Walillahilhamd
Sebagai penutup. Ada yang perlu Mas Dian perhatikan. Blog saya ini sebenarnya ditujukan untuk orang awam, atau mereka yang ingin baru belajar tentang islam. Makanya mas mungkin bisa lihat sendiri pembahasan-pembahasan didalamnya nggak terlalu berat. Memang sengaja, saya membuat pembahasan seringan mungkin, agar orang merasa senang untuk belajar agama. Karena kita tahu kan, seiring berlalunya zaman, orang pun makin menjauh dari agama, baik disadari maupun tidak.
Karena itu tugas kita membantu saudara-saudara kita yang masih tenggelam dalam kelalaian agar sadar kembali kepada-Nya.
Maka, kalau begitu, adanya diskusi (atau jidal?) seperti ini tentu tak cocok untuk orang awam. Mereka bukannya mau belajar setelah melihat ini, tapi seringnya pusing dan malas belajar lagi. Kalau saya dan Mas Dian sih mungkin enjoy-enjoy aja, karena kita kan tolibul’ilmi yang mengerti bahasa arab, tapi yang awam?
Karena itu, mulai saat ini jika Mas Dian mau menanggapi tulisan saya lagi, jangan di blog ini tapi di email saya saja: pecintarasul83@yahoo.co.id Silahkan mas berikan tanggapan lagi, tapi saya nggak menjamin langsung dijawab. Sebab saya juga punya kesibukan lain.
Karenanya, jika Mas memberikan tanggapan Mas di blog saya lagi, tak akan saya tampilkan mulai saat ini, mohon Mas Maklum..
Waffaqakumullahu limaa yuhibuhu wayardho..
Walhamdulillah..